When We Are Far Away

2110 Kata
Derrel’s POV Sudah tiga hari ini Andriana berada di Surabaya untuk mengikuti fashion week. Rencananya Andriana akan menghabiskan waktu selama seminggu. Baru tiga hari aja rasanya kangen banget, benar-benar kangen sampai aku kepikiran dan rasa rindu yang cukup menyiksa ini berpengaruh ke penurunan mood. Meski setiap hari kami meluangkan waktu untuk berkomunikasi via video call, tapi tetap saja ada yang kurang kala aku terpejam tanpa mengecup keningnya terlebih dahulu. Ketika aku membuka mata saat terbangun dari tidurku pun aku tak lagi bisa melihat senyum manisnya yang menyambutku setiap pagi. Aku juga merindukan suara hentakan pisau atau kucuran air kran di dapur tatkala dia tengah memasak. Dan satu hal yang terasa begitu berat seakan menggelayut di benak dan tak mau lepas adalah aku merindukan ciuman hangatnya. Mungkin ini pertanda bagus karena aku mulai merindukan sentuhan fisik dengannya. Di siang hari aku tak bebas menghubunginya karena saat itu dia tengah sibuk-sibuknya menyiapkan segala sesuatu untuk pergelaran busana. Aku pernah video call sekali saat Andriana berada di backstage dan tengah mendandani model-model yang akan memperagakan busana karyanya, suasana benar-benar super hectic. Ada yang berlarian menenteng high heels, mondar-mandir. Kata Andriana, ada model yang mendadak tidak berangkat karena sakit jadi diganti model lain dan high heels yang sudah dipersiapkan tidak muat di kakinya. Aku cukup tahu diri untuk tidak terlalu lama menghubunginya dan kami baru leluasa berkomunikasi setelah malam tiba. Kulirik jam dinding sudah pukul sepuluh malam. Aku menunggu video call dari Andriana. Kadang aku ingin menghubunginya lebih dulu, tapi aku takut dia belum selesai dengan urusannya. Sejak dia berangkat ke Surabaya, suasana rumah begitu sepi, namun sepertinya hatiku jauh lebih sepi, kosong dan hampa. Rasanya benar-benar tersiksa, hati gelisah dan mendadak aku jadi imsomnia. Setiap malam rasa rinduku semakin menjadi. Aku tersentak saat dering smartphoneku mengalun merdu. Satu panggilan video call dari Andriana. Aku tersenyum lega kala melihatnya sudah mengenakan baju tidur dan kepalanya bersandar pada bantal. “Assalamu’alaikum.” Ucapnya lembut. “Wa’alaikumussalam.” Kuulas senyum cerah. Andriana terlihat sedikit lelah tapi tak mengurangi kecantikannya. “Sayang tadi kamu makan pakai apa?” “Aku pesan online An, abis aku males masak. Aku pesan ayam bakar. Kamu udah makan juga kan?” “Udah. Tapi aku nggak begitu selera, soalnya nggak ada kamu. Kalau aku makan bareng kamu, biasanya lebih berselera.” Andriana memilin-milin helai demi helai rambut panjangnya. “Ya sama. Nggak ada kamu rasanya sepi banget. Oya gimana tadi acaranya?” “Alhamdulillah lancar. Aku pingin cepet-cepet pulang Rel. Rasanya kok kangen banget ya.” “Sama An, aku juga kangen banget.” Aku tersenyum semanis mungkin mungkin. Aku bisa melihat wajah Andriana di layar tampak memerah. “Apa yang paling kamu kangenin dari aku Rel?” Kuputar bola mataku dan aku pura-pura memikirkan sesuatu. “Apa ya... kangen semuanya deh.” “Semuanya?” Andriana mengernyitkan alisnya. “Iya semuanya An. Senyum kamu, masakanmu, kecupan kening kamu sebelum tidur, bahkan juga.....” Kuberikan kiss untuknya dengan mengerucutkan bibirku dan berdecak “muach”, “aku kangen ciumanmu.” Andriana terbelalak, “kamu kangen ciumanku?” “Iya, ada yang salah? Wajar kan kalau aku kangen ciuman kamu.” Andriana tersipu dan tersenyum sekali lagi, “kamu sudah mulai merindukan sentuhan fisik denganku Rel. Dan ini perkembangan yang bagus.” “Aku rasa juga begitu.” Kami saling menatap dalam layar smartphone kami masing-masing. Kadang aku menjadi begitu emosional saat sedang merindukannya. Dan sepertinya mataku mulai berkaca. Terkadang aku lebih melankolis dibanding dirinya. Aku bisa lebih ekspresif tuk menunjukkan suasana hatiku. “Sayang, mata kamu berkaca.. aku jadi ikut sedih. Nggak akan lama lagi aku pulang Rel.” “Iya aku tahu...” Aku tersenyum lagi dan mataku lekat menatapnya. “Kangen An... Kangen.... Kangen banget..” Hanya kata-kata ini yang mampu terucap. Rasanya aku ingin menembus layar smartphone ini demi bisa memeluk serta menciumnya. Andriana memegang pipinya dan menatapku dengan ekspresi wajah manja dan cute. Aku paling suka jika Andriana memasang mimik manja begini, tampak begitu menggemaskan. “Muacchh..” Andriana melayangkan kiss lewat udara dan aku tersenyum menanggapinya. “Kamu juga kangen ciumanku ya An?” Andriana kembali tersipu, “ya, dan lebih dari itu juga...” Aku jadi salah tingkah. Sepertinya dia juga begitu. Untuk sesaat mendadak jadi speechless begini. “Udah malem Rel. Bobo yuk.. Biar besok bisa bangun pagi.” “Ehm... Okay. Kasih aku kiss dulu biar aku bisa bobo tenang.” “Muach..” Andriana kembali memberiku kiss dari layar. “Muach, makasih ya sayang. Have a nice dream.” Kuberikan senyum semanis mungkin. “I love you Rel.. I miss you so much.” “I love you too An. Aku juga kangen banget sama kamu.” “Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam.” Rasanya lega sudah melihat wajah dan mendengar suaranya. Kucoba memejamkan mata. Sejak kami terpisah jarak, terkadang aku memimpikannya. Rasanya begitu nyata. Setiap kali aku bangun, rasanya semakin nyesek ketika aku sadari bahwa semua hanya mimpi. Kulantunkan doa dalam hati dan aku pun menutup mataku. Kukerjapkan mataku. Aku menguceknya sebentar dan kulirik jam dinding. Baru jam tengah dua? Kenapa malam serasa panjang sekali. Aku ingin cepat-cepat pagi. Kuambil smartphone yang kugeletakkan di atas meja kecil sebelah ranjang. Rasanya aku kepikiran Andriana terus. Benar-benar jarak yang terbentang antar kami seakan membunuhku. Aku belum pernah merasakan rindu pada seseorang sampai sedalam ini dan membuatku tak bisa nyenyak. Ingin aku mengirim pesan WA untuknya. Kira-kira mengganggu nggak ya? Ah sungguh, aku sangat merindukannya. Aku seperti kehausan dan harus diobati dengan airr saat itu juga. Kuketik huruf demi huruf lalu kukirim ke WA-nya. Sayang....kangen... Aku coba untuk terpejam lagi. Tidak apa-apa jika Andriana tak membalas. Dia pasti sudah lelap. Aku terhenyak saat mendengar dering nada mengalun diiringi getar smatphoneku. Segera kuambil kembali smartphoneku dan kubuka pesan WA dari Andriana. Ya sayang, kamu belum tidur? Aku kangen kamu juga. Aku ingin sekali melihatnya. Kuputuskan untuk melakukan panggilan video call. “Sayang kamu belum tidur?” Tanyanya dengan rambut acak-acakan dan kepala bersandar di atas bantal. Wajahnya masih terlihat mengantuk. “Udah, tapi aku kebangun. Malam kok rasanya panjang banget ya. Nyesek banget nahan kangen ya An.” Andriana tersenyum, “ditahan-tahanin ya sayang. Kita kayak lagi jatuh cinta lagi ya Rel. Di sini aku juga kepikiran kamu terus, kepikiran rumah. Memang nggak ada tempat terbaik selain rumah.” Aku mengangguk pelan, “iya kayak jatuh cinta lagi. Tapi ini memang penting An. Katanya kunci kesuksesan hubungan itu adalah saat kita jatuh cinta pada orang yang sama untuk kesekian kali.” “Iya aku setuju dengan itu. Eh tadi aku mimpi pulang terus kita ketemu. Baru aja saling natap, aku kebangun karena suara WA-mu. Padahal kalau mimpi itu berlanjut, mungkin akan ada hal yang lebih seru.” Andriana tertawa kecil. Aku ikut tertawa, “kamu menginginkan ada kelanjutan dari mimpi itu? Emang apa yang kamu pingin An?” “Ada deh.” Andriana terkekeh meledekku. “Wuih main rahasiaan nih. Aku bisa membaca pikiranmu. Kenapa harus malu An? Kita udah menikah, nggak perlu jaim-jaiman.” Andriana tersenyum dan saat ia menggigit bibirnya, aku makin gemas saja melihatnya. “Ayolah bilang yang jujur, kamu pingin kelanjutan seperti apa?” aku terus menggodanya. Andriana terlihat tersipu. “Ih maksa. Kamu pasti dah tahu lah, jadi nggak perlu aku ceritain keinginanku tentang lanjutan mimpi yang aku pengin.” “Kamu masih aja jaim. Aku yakin kalau kamu lagi ada di sini bareng aku, kamu pasti udah aktif dan agresif. Aku suka banget kalau kamu lagi agresif An.” Andriana tampak tertawa kecil dan mengusap rambutnya. “Apalagi aku, aku jauh lebih senang saat kamu agresif Rel, karena itu kemajuan yang pesat. Aku lebih suka diganasin daripada didiemin.” Aku tertawa, “memangnya aku ganas ya An?” “Ya, kamu lebih ganas dari bayanganku. Ini kemajuan yang berarti banget Rel. Bagi seorang istri, rasanya bahagia banget saat kita begitu diinginkan oleh suami. Memiliki perasaan seperti ini sangat penting untuk membangun self esteem. Jika kita bisa menghargai diri sendiri, kita akan lebih mudah menerima segala sesuatu yang datang dalam kehidupan kita dan mudah bagi kita untuk mensyukuri semua.” Self esteem : penghargaan pada diri sendiri, cara untuk menilai diri sendiri atau penilaian individu atas hasil yang dicapai. Aku mengangguk, “aku sependapat untuk soal self esteem An. Kamu tahu, dulu waktu aku masih aktif konsultasi ke psikolog, penyebab utama dari anxiety dan depresi yang aku alami ternyata berpangkal dari self esteem yang rendah. Low self esteem ini terus berkelanjutan dan hal ini bisa bikin kita benci ama diri sendiri, feeling hopeless, constantly blaming ourselves dan bisa juga kita jadi terlalu khawatir karena nggak bisa mengerjakan sesuatu. Taking care of our physical health is very important and having low self esteem will make it difficult to do. Imbasnya jadi banyak banget An, bikin stress, susah tidur, gangguan makan.” Andriana terlihat mengangguk, “ya kalau kita merasa memilki self esteem yang rendah, kita mesti melakukan sesuatu yang bisa menigkatkan self esteem kita. Berabe juga kan kalau sampai stress, susah tidur dan susah makan.” “Iya, sama seperti yang sekarang aku rasain. Stres, susah makan dan susah tidur. Dahi Andriana berkerut, “apa kamu lagi bermasalah ama self esteem kamu Rel?” “Nggak sih.. Aku susah makan dan susah tidur karena kangen kamu.” Kutatap wajahnya yang terpampang di layar begitu dalam dan lekat. Ada semburat merah menyapu pipinya. “Kamu bisaan gombalnya.” Kami saling melempar senyum. Aku senang sekali melihat raut wajahnya kala tersipu, begitu menggemaskan. Kami mengakhiri perbincangan kami setelah kami merasa ngantuk kembali. ****** Sudah seminggu Andriana mengikuti fashion week di Surabaya dan hari ini dia akan pulang. Aku sudah berpesan padanya untuk mengabariku saat dia sudah berada di bandara, agar aku bisa on time menjemputnya. Tapi sedari tadi belum ada kabar apapun darinya. Rasanya dag dig dug juga bersiap menyambut kedatangannya. Ternyata memiliki ikatan relationship dengan perempuan rasanya nano-nano begini, sulit untuk dijelaskan tapi sensasinya begitu mendebarkan. Saat rindu aku seperti kehilangan akal, selalu kepikiran dia dan penasaran dengan apa yang dia kerjakan di tempat yang jauh dari jangkauan. Aku juga menikmati banyaknya perhatian dari Andriana yang membanjiri WA-ku. Dia selalu mengingatkanku untuk sholat, makan teratur dan istirahat teratur. Terkadang dia bawel, cerewet mengingatkan segala hal yang sering aku lupakan seperti lupa membawa handuk ke kamar mandi, lupa menaruh barang di tempatnya, lupa mematikan televisi, namun aku menikmati semuanya. Mungkin perempuan memang sudah terlahir dengan kecerewetan yang menempel erat di wataknya. Ini yang membedakan dengan laki-laki. Saat dulu menjalin relationship dengan laki-laki tak ada sensasi atau drama seperti ini. Tiba-tiba bunyi bel mengagetkanku. Aku beranjak dan melangkah menuju pintu. Saat kuputar knop pintu, aku terperanjat setengah mati. Wanita yang sangat aku cintai berdiri mematung di depanku dengan seulas senyum manis dan koper besar di sebelahnya. “An kenapa kamu nggak bilang udah sampai. Aku jadi nggak jemput kan?” Sepertinya satu kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi hatiku saat ini adalah “berbunga”. Ya hatiku seolah berbunga-bunga bisa menatapnya kembali setelah seminggu tak bersua. “Aku sengaja karena ingin ngasih surprise.” Tanpa ba bi bu lagi langsung kupeluk tubuhnya dan bahkan aku bopong dan kuhempaskan di sofa. Kami saling menatap dan mengulas senyum. “Aku kangen banget An. Rasanya seneng banget bisa lihat kamu lagi.” Andriana mengelus pipiku. “Sama aku juga kangen banget.” Rasanya jadi deg-degan begini. Setiap ingin membangun moment romantis dengannya, aku terkadang gugup. Kudekatkan wajahku padanya. “Kamu kangen ciumanku kan?” ucapku pelan sementara jarak wajah sudah sedemikian dekat. Andriana mengangguk pelan. Aku bisa merasakan dia juga gugup dan debaran jantungnya begitu terasa. Kukecup bibirnya lembut dan perlahan beralih menjadi ciuman yang lebih dalam. Aku begitu emosional. Seminggu tak bertemu dengannya membuatku semakin b*******h saat menciumnya. Andriana tampak kewalahan menerima serangan bertubi-tubi dariku. Kulepaskan ciumanku sejenak hanya untuk melihat wajahnya. Napasnya terdengar terengah-engah. “Ciuman ganas kamu ini yang selalu bikin aku kangen," ujarnya lirih sambil membuka khimarnya yang sudah berantakan karena ciuman panas kami barusan. Saat melihat bajunya yang berkancing, entah kenapa aku tergoda sekali untuk membuka kancing-kancing itu yang hanya ada tiga buah di bawah kerah. Andriana tak menolak saat aku membuka kancing bajunya. Dulu aku beranggapan buah d**a perempuan adalah bagian tubuh perempuan yang paling aneh dan membuatku geli saat menyentuhnya. Sekarang aku justru mengaguminya dan rasanya aku ketagihan ingin memainkannya lagi. Agak lama juga aku bermain di area favoritnya ini sambil sesekali mengunci bibirnya dengan ciumanku yang katanya ganas. Hingga akhirnya..... “Rel..” “Ya An...” Aku tatap wajahnya begitu dekat. “Kayak ada yang keras di bawah...” “Hah?” Dan aku tak sadar sesuatu menegang di bawah sana... Aku “ON”..??? ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN