My Ex Husband's Fiance

2549 Kata
Author’s POV Designer Muda Andriana Putri Mencuri Perhatian di Fashion Week Surabaya Regan menghela napas membaca judul artikel di salah satu situs online news. Mantan istrinya telah melangkah pesat dan karirnya begitu cemerlang. Salah satu teman dekat Regan yang sedari tadi berbincang dengannya di ruang pribadi Regan turut mengamati artikel yang terpampang di layar laptop sahabatnya. “Wah Andriana keren banget. Sekarang dia berhijab ya? Tambah cantik aja Gan.” Teman dekat Regan yang bernama Dylan berdecak kagum dan matanya tak berkedip mengamati foto Andriana di layar. “Ya dia makin bersinar.” Ujar Regan singkat sambil terus memandangi foto Andriana. Kenapa seseorang terlihat semakin menawan setelah menjadi mantan? “Kamu nyesel ya melepasnya?” Dylan mengamati tatapan Regan yang tak lepas dari layar. Regan menoleh sahabatnya, “bukan aku yang nglepasin dia. Dia yang ngajuin gugatan cerai.” “Kamu masih ada rasa ama dia?” Dylan kembali menyelidik. Regan tersenyum, “dari dulu pun aku masih nyimpen rasa ama dia Lan. Itu kenapa aku nggak mau nyerein dia, dia yang ngotot minta cerai.” “Terus kenapa kamu malah tunangan ama Vella kalau selama ini kamu nggak ada rasa ama Vella?” Regan menatap Dylan tajam, “bukan nggak ada rasa. Rasa ada, tapi nggak bisa ngalahin rasaku ke Andriana. Lagipula aku nggak b******k-b******k amat. Aku mesti tanggungjawab karena hubungan kita udah jauh.” Dylan terkekeh, “baguslah. Aku salut deh. Diantara banyak cowok yang cuma mencari kesenangan dari sebuah hubungan, kamu masih kepikiran buat tanggungjawab.” Sesaat kemudian seorang wanita melangkah masuk menuju ruangan. Rok pendek dan blezer warna senada membuat penampilannya terlihat fashionable. Wanita berambut pendek sebahu dan berwajah cukup cantik itu mendekat ke arah Regan. “Sayang.” Ucapnya sedikit merajuk. “Ya Vella.” Regan menatap tunangannya dengan mengulas senyum tipis. Sementara itu Dylan bergeser dan memilih duduk di sofa. “Aku ingin ikut arisan bareng temen, boleh kan? Aku perlu nambah teman juga. Sejak kamu minta aku resign, aku sering sepi di rumah. Kamu juga pulang kerja selalu malam.” Ucap Vella sambil melirik layar laptop tunangan yang begitu ia banggakan. Dadanya berdesir dan kebencian perlahan merasuk sanubari. Wanita yang bahkan sudah tidak memiliki hubungan apa-apa dengan tunangannya itu masih saja mengobarkan cemburu setiap sang tunangan membicarakannya. Apalagi saat ini, ia mendapati Regan tengah membaca berita tentangnya bahkan mungkin memandangi fotonya lekat-lekat. “Oh jadi gini ya kalau nggak ada aku. Buka-buka artikel tentangnya?” Vella melotot tajam. Regan baru menyadari dia belum menutup laman situs itu. Segera ia tutup laman tersebut. Regan memaksakan kedua sudut bibirnya tersenyum. “Eh aku cuma lihat sebentar sayang. Tadi nggak sengaja buka. Please jangan merusak moodku.” Regan beranjak dan mengusap pipi Vella namun Vella menangkisnya. “Kamu yang merusak moodku.” Vella menatap Regan dengan tampang juteknya. Regan menangkup kedua pipi gadis itu dengan kedua tangannya. Ia berusaha mengecup bibir Vella namun Vella membuang muka. Dylan merasa terjebak di ruangan ini dan tak enak hati harus menyaksikan dua sejoli yang tengah cekcok. “Gan, aku pulang ya. Ntar WA aja kalau jadi pergi.” Dylan beranjak dan bersiap melangkah menuju pintu. “Okey Lan. Ntar aku WA.” Balas Regan sembari menatap kepergian Dylan. Regan kembali memusatkan perhatiannya pada Vella. “Aku minta maaf ya. Sebagai gantinya kamu aku izinkan ikut arisan dan besok kita dinner, gimana?” Muka Vella yang sedari tadi cemberut perlahan berganti datar. Ia mengulas senyum tipis. “Hmm harga diriku harus runtuh hanya karena izin dari kamu dan dinner.” Seringainya sambil menatap Regan lekat. Regan tertawa kecil, “aku bahkan sudah nggak punya harga diri di depanmu Vel.” Vella tersenyum, “ya udah aku keluar ya. Makasih honey.” Vella mengecup pipi Regan sekelebat lalu melangkah keluar. Regan memyaksikan punggung sang kekasih semakin menjauh lalu hilang di balik pintu. Ia kembali membuka situs yang memuat berita tentang Andriana dan ia terbayang segala kenangan bersama Andriana di masa lalu. Ingatannya melayang pada awal pertemuan mereka. Saat itu dia berburu buku tentang bisnis di toko buku. Dia tak sengaja menyenggol bahu seorang perempuan berambut panjang yang sedang memilah-milah buku. Regan minta maaf dengan sopan, namun ditanggapi datar oleh sang wanita. Regan menyukai Andriana sejak pandangan pertama. Wajah cantik itu menarik perhatiannya dan Regan begitu terkesima menatap bulu mata lentik alaminya serta bibir ranumnya yang terlihat merah meski Andriana tak mengenakan make-up berlebih. Agaknya keberuntungan berpihak pada Regan saat ia melirik Andriana memegang novel bergenre fantasi yang pernah ia baca. Mulailah Regan melancarkan aksinya. Dengan keahliannya menarik perhatian perempuan, Regan memulai percakapan dengan membicarakan jalan cerita novel tersebut. Andriana merasa tertarik dengan diskusi itu karena jarang sekali ia menemukan ada laki-laki yang senang membaca novel bergenre fantasi sepertinya. Pada moment itu mereka bertukar nomor Hp. Hari-hari berikutnya Regan semakin gencar mendekati Andriana namun agaknya tidak mudah menaklukkan hati sang princess. Hingga akhirnya Regan memberanikan diri mengutarakan niatnya untuk mengajak Andriana naik ke pelaminan. “An, ehm ada yang ingin aku omongin.” Regan menatap Andriana begitu serius. “Apa Gan?” Andriana mengernyitkan dahinya. “Aku jatuh cinta padamu dan aku ingin menikah denganmu.” Tegas Regan langsung membidik sasaran tanpa berbasa-basi. Andriana terbelalak dan kaget setengah mati. Di matanya Regan hanyalah teman dekat yang menyenangkan dan asik diajak diskusi. Dia tak menyangka laki-laki ini akan memintanya menjadi istrinya. “Are you kidding me?” Andriana menyipitkan matanya. “This is the most serious moment I’ve ever through.” Regan masih menatap Andriana begitu tajam. Andriana menelusuri detail wajah Regan. Satu kata, “tampan”. Akan tetapi Andriana tak mau percaya begitu saja. Lagipula dia belum ingin menjalin hubungan dengan laki-laki, meski kadang dia ingin mencobanya. “Aku rasa aku nggak bisa.” Balas datar Andriana. Dada Regan begitu bergemuruh. Dia kecewa, tapi belum ingin menyerah. “Kamu tak menyukaiku? Kamu nggak tertarik padaku?” Regan masih awas memandangi Andriana. “Aku menyukaimu. Tapi untuk tertarik padamu maupun cowok lain, aku nggak bisa... Aku lebih tertarik dengan perempuan.” Ucapan Andriana begitu mengejutkan. Regan tak menyangka gadis secantik Andriana lebih menyukai sesama perempuan dibanding laki-laki. Bukan Regan jika dia menyerah begitu saja. Dia semakin tertantang untuk meluluhkan hati Andriana. Dengan pendekatan yang begitu gencar dan total, lambat laun hati Andriana tersentuh. Dia menerima lamaran Regan dan bertekad untuk belajar mencintai suaminya. Mungkin satu-satunya kebaikan Regan yang diingat Andriana adalah, Regan berhasil mengubah orientasi seksual Andriana untuk kembali ke kodrat. Regan buru-buru mengenyahkan sosok mantan terindah itu dari kepalanya. Semakin ia mencoba mengubur perasaannya, semakin dalam sisa-sisa rasa itu untuk mantan istrinya. Dan entah kenapa, dia semakin terobsesi pada Andriana. ***** Andriana melirik jam di layar smartphonenya. Satu jam lagi adalah jadwal arisan bersama teman-temannya, genk yang dikenal sebagai genk sosialita. Sebenarnya Andriana iseng saja mengikuti arisan tersebut karena salah satu teman dekatnya bergabung dengan perempuan-perempuan sosialita tersebut dan aktif mengikuti arisan. Namun agaknya Andriana ingin keluar dari kelompok sosialita itu setelah periode arisan ini selesai. Awalnya Andriana merasa nyaman berada di kelompok yang beranggotakan dua puluh wanita dari bermacam status, entah gadis, sudah menikah, sudah punya anak sampai single mom. Dulu kelompok itu sering mengadakan aktivitas sosial. Namun semakin ke sini, Andriana tak menemukan keselarasan visi dengan kelompok bergengsi ini. Ajang arisan ini seolah dijadikan ajang pamer barang mewah, gosip, kekayaan dan kesempurnaan pasangan masing-masing. Andriana kerap jengah mendengar perbincangan yang tak berkualitas itu. Andriana mengirim WA untuk Derrel yang sedang berada di toko ketiganya. Sayang aku mau berangkat arisan dulu ya. Kalau kamu pulang, kamu makan duluan aja ya. Aku mungkin pulang sore. Sesaat kemudian, datang balasan dari Derrel. Hati-hati ya sayang. Aku juga mungkin pulang sore. Apa nanti aku jemput aja? Kamu arisan di mana? Kamu nggak bawa mobil kan?” Andriana mengetik balasan. Arisan di restaurant Sweet 18. Iya aku nggak bawa mobil. Aku tadi naik taxi. Ya udah ntar jemput aja ****** Andriana’s POV Sudah banyak teman-teman yang berdatangan di restaurant ini. Kuamati di setiap pertemuan, penampilan mereka semakin bertambah cetar begitu juga dengan perbincangan mereka. Aku lebih sering menjadi pendengar dan memang malas untuk ikut berbincang. “Hai jeng apa kabar semuanya?” Mamah muda bernama Gracia menyapa kami semua dengan ciri khas suaranya yang melengking. “Woi mak, yang habis jalan-jalan dari Paris, oleh-olehnya mana?”Pekik anggota lain bernama Anggita dengan suaranya yang juga melengking. “Besok aja ya. Tadi lupa bawa. Tapi udah lihat-lihat postinganku di i********: kan?” Gracia menatap kami satu per satu. “Udah. Eh bule yang foto ama lo masih single kagak? Kenalin atuh kalau masih single.” Cerocos Vika, gadis berusia 28 tahun yang ngebet ingin menikah. “Single sih, tapi doi kagak doyan cewek.” Gracia mencibir. “Ih dia gay? Ya ampun padahal ganteng bingit. Sayang banget.” Melisa, seorang model yang sudah menikah dua tahun tapi belum memiliki anak ikutan bersuara. Mendengar kata-kata “gay”, ada gemuruh di d**a yang tiba-tiba saja berkecamuk. Dulu waktu awal aku tahu Derrel gay, aku merasa shock. Tapi semua itu hanyalah masa lalu. Seharusnya aku tak terusik seperti ini mendengar obrolan mereka. Tiba-tiba anggota lain bernama Laras datang dengan seseorang yang tak asing. Aku terbelalak. Bukan perhiasan-perhiasan mewah yang bergelantung di leher, telinga, pergelangan maupun jari tangan Laras yang menarik perhatianku, tapi seorang perempuan yang berjalan beriringan dengannya. Wanita itu yang dulu menjadi duri dalam pernikahanku dan Regan. Dasar Pelakor...! Aku tahu ini hanya masa lalu, tapi jujur aku tak bisa bersikap biasa terhadapnya setelah semua yang pernah ia lakukan padaku. “Hai mak emak, tante-tante, gadis-gadis, nenek-nenek, nih eike bawa anak baru. Namanya Vella, doi mau ikut arisan juga. Dia orangnya asik dan udah pasti cantik. Temen gue mah cantik semua, kagak ada yang jelek. Jangan dibully yee..” Gaya bicara Laras masih sama, genit, mendayu dengan suara cempreng. “Hai Vella...” Semua member menyapa Vella, kecuali aku tentunya. Aku belum bisa berdamai dengannya. Aku merasakan hal yang sama bahwa dia pun belum bisa berdamai denganku. Aku bisa melihat ada kebencian di matanya saat dia melirikku. Sang leader yang bernama Revita sang pemilik bisnis karaoke menatapku dengan senyum menggoda. “Hai Andriana, pengantin baru, kamu belum cerita tentang pengalaman malam pertamamu dan suami barumu.” Semua temanku menolehku dan tersenyum penuh arti. Aku merasa tak nyaman ditodong pertanyaan seperti ini. “Iya, kita penasaran pingin tahu.” Anggita melirikku dan tersenyum genit. “Tidak ada yang perlu diceritakan. Kalian bisa berimajinasi sendiri.” Tukasku sambil mengulas senyum. “Ayolah Andriana di genk kita nggak ada yang namanya jaim-jaiman. Berapa ronde nih kira-kira pas malam pertama?” Tirta, seorang mamah muda dua anak tak mau ketinggalan meledekku. Semua temanku tertawa dan terus memandangiku seakan menunggu jawaban dariku. Sumpah, rasanya aku ingin kabur. “Sudahlah janagan dipaksa. Mungkin memang tidak ada cerita malam pertama.” Semua member menatapnya, termasuk aku. Aku cukup kaget juga member baru ini berani urun suara. “Kenapa nggak ada cerita malam pertama Vella? Kamu kenal Andriana?” Tanya Revita dengan mimik wajah yang begitu penasaran. Vella menatapku tajam. Aku balas menatapnya dengan lebih tajam. Aku merasa Vella akan mengulitiku habis-habisan di sini. Hari ini aku menemukan satu fakta lain, bahwa aku tak hanya memiliki mantan suami yang menyebalkan, tapi juga tunangannya yang juga super duper menyebalkan. Paket komplit..! “Tentu saja tak ada cerita malam pertama. Suaminya itu gay.” Nada bicara Vella begitu tegas dan menghujam sampai dasar hatiku. Aku bisa melihat ekspresi wajah teman-temanku yang menganga dan terperangah. Kini semua mata tertuju padaku seolah memintaku untuk mengklarifikasi. “Suamiku bukan gay, tapi mantan gay.” Ujarku setenang mungkin. “Tidak ada istilah mantan gay, karena faktanya tidak ada gay yang benar-benar seratus persen meninggalkan dunianya. Jika dia menikah, itu hanya untuk kedok agar dipandang sebagai laki-laki straight. Padahal di belakang tetap aja serong ama cowoknya.” Vella tersenyum sinis. Mendadak aku merasa seperti bahan tontonan ketika kusadari semua mata tertuju padaku seolah memandangku dengan rasa iba atau prihatin. Mungkin di mata mereka aku potret istri yang malang karena bersuamikan gay yang di belakangku, serong dengan pacar prianya. Teman-temanku tak ada yang berani bicara. Mungkin mereka shock atau berusaha menjaga perasaanku. Aku tatap balik pelakor itu dengan lebih tegas. Jika memang dia menabuh genderang perang denganku, aku akan meladeninya. Sejauh mana dia berani menggertakku. “Tahu apa kamu soal kehidupan rumahtanggaku? Aku lebih mengenal suamiku. Tak usah berspekulasi bahwa suamiku masih akrab dengan dunianya dan selingkuh di belakangku.” Intonasi suaraku sedikit meninggi dan kutatap dia dengan tatapan tertajam. Aku merasa dia sedikit salah tingkah. Tapi rasa-rasanya dia bukan tipe perempuan yang punya malu dan mau mengalah. Aku yakin dia akan membalasku kembali. “Aku bicara fakta An. Anggap saja aku sedang mengingatkanmu untuk berhati-hati pada suamimu, karena bisa saja dia masih berhubungan dengan cowok-cowok di luaran.” Senyumnya masih terkesan licik. Aku semakin greget dibuatnya. “Jangan mengajariku untuk berhati-hati. Aku pernah menjadi detektif hebat yang menangkap basah pelaku perselingkuhan. Kamu mungkin masih ingat, aku berhasil menelusuri jejak perselingkuhan Regan di akun media sosial bersamamu, PELAKOR...!” Kutekankan kata “PELAKOR” dan sontak semua yang di sini begitu terkejut dan bengong menatap Vella, gadis bertampang cantik yang mengesankan wanita baik-baik tapi pernah menjadi pelakor dalam rumah tangga orang lain. Vella salah tingkah. Wajahnya merah padam, antara malu dan marah, entah mana yang lebih dominan. Aku tersenyum merayakan kemenanganku. Jika ingin membuatku jelek di mata orang lain atau membeberkan masa lalu karena dia tak memiliki bahan lain untuk menjatuhkanku sebaiknya urungkan saja, karena aku tak segan untuk melawan balik. “Sudah..sudah..jangan dibahas lagi. lebih baik sekarang kita mulai arisannya ya.” Revita mencoba mencairkan suasana. Aku menghela napas dan beristighfar. Mungkin aku terlalu termakan emosi menghadapi Vella. Tapi dia memang keterlaluan dan dialah yang menyerangku lebih dulu. Aku tak bisa hanya berdiam diri dan pasrah dijadikan bahan olok-olok, terlebih jika menyinggung orientasi seksual suamiku, aku tidak bisa tinggal diam. Akhirnya acara arisan yang sempat memanas saat aku berdebat dengan Vella berakhir sudah. Aku menunggu kedatangan Derrel di depan pintu gerbang restaurant. Beberapa temanku sudah pulang lebih dulu. Aku melirik Vella dan Laras tengah berbincang dengan dua temanku yang lain di pelataran parkir. Tiba-tiba pandanganku dikejutkan dengan mobil Derrel yang berhenti di seberang jalan. Sosok yang tak asing keluar dari pintu mobil. Kami saling menatap. Dia tersenyum dan aku balas dengan senyum yang lebih lebar. Dia mengenakan kacamata hitam, tapi entah kenapa aku seperti bisa melihat binaran matanya yang selalu bening. Wajahnya terlihat tampan dan cute bersamaan. Dia suamiku yang unyu dan menggemaskan dan aku tak peduli apapun komentar negatif orang tentangnya. Aku lebih memahaminya. Aku bisa melihat tatapan aneh teman-temanku yang masih sibuk ngerumpi di halaman parkir begitu menelisik saat Derrel mendatangiku dari arah seberang. Mungkin dalam hati mereka mencoba mencari tahu, sisi ke-gay-an Derrel ada di mana? Di wajah cute-nya kah? Atau di badannya? Tubuh yang proporsional dan terlihat seperti produk dari tempat gym, tempat yang disinyalir sebagai surganya para gay. Atau mungkin mereka sedang meneliti adakah sikap Derrel yang kemayu? Hmm aku tak peduli. Aku dan Derrel saling menatap dan tersenyum. Aku mencintai pria ini dengan segala cerita kelamnya di masa lalu. Dia menggandeng tanganku dan menuntunku menyeberang jalan. Setiap kali melihat caranya yang begitu lembut memperlakukanku, aku selalu bersyukur karena Allah telah menghadirkan seseorang yang mampu menjadi peredam amarah saat emosiku meledak dan seseorang yang selalu mengatakan “aku mencintaimu” tak peduli dengan banyaknya keterbatasan yang ada padaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN