Author’s POV
Derrel menatap Andriana begitu lekat dengan gempuran napas yang masih terdengar sengal. Andriana melakukan hal yang sama, menatap suaminya begitu dalam dan ia mengamati jejak peluh menetes dari dahi Derrel. Andriana mengusapnya pelan.
“Derrel aku capek..” Ucap Andriana lirih.
“Kamu cukup diam aja An, aku yang bekerja. Enak kan?” Derrel mengedipkan matanya. Tubuhnya masih menghimpit istrinya dan ia sangga dengan kedua siku tangannya agar Andriana tak kesulitan bernapas.
“Enak tapi kalau nggak tersalurkan bikin capek juga. Masalahnya ini udah sejam lebih dan punyamu nggak bangun-bangun.”
Glek...
Derrel menghela napas. Dia merasa bersalah dan mendadak harga dirinya sebagai laki-laki seolah terinjak-injak karena kepayahannya yang masih sulit membangunkan “itunya” setiap kali bercinta dengan istrinya.
“Aku juga bingung kenapa malam ini susah banget untuk bangun. Padahal kemarin-kemarin aku berhasil. Aku akan mencobanya lagi.”
“Jangan dipaksain Rel. Atau kita tunggu dini hari aja? Sampai “itumu” ereksi alami.” Andriana menghembuskan napas.
Derrel beralih dari posisinya. Kini ia terbaring di sebelah Andriana.
Hening...
Derrel melirik Andriana yang duduk berselonjor sambil mengenakan kembali pakaiannya.
“Kamu kecewa ya An?”
Andriana menoleh pada suaminya, “rasa cintaku padamu jauh lebih besar dibanding kekecewaanku Rel. Aku berusaha untuk memahami kesulitanmu. Kamu masih proses adaptasi dan aku yakin lama-lama kamu akan lebih baik.”
“Berarti memang ada rasa kecewa kan?” Derrel menatap Andriana sekali lagi.
Andriana mengulas senyum dan mengecup lembut pipi suaminya, “kecewa bentar doank.”
Derrel menghela napas. Rasanya dia begitu kecewa dengan diri sendiri.
“An, sebenarnya berapa lama waktu yang diperlukan cowok straight, yang dari kecil emang udah straight untuk bisa tegang?”
Andriana terbelalak, “hah? Tergantung masing-masing orang Rel, tergantung mood juga. Aku cuma berpengalaman dengan mantan suami, dan rasanya nggak etis kalau aku membandingkanmu dengannya.”
“Tak apa An. Ceritakan aja. Aku nggak akan tersinggung. Aku bener-bener ingin tahu agar aku lebih semangat lagi untuk berusaha.”
Andriana memijit pelipisnya, “Rel.. seorang cowok straight ada yang begitu cepat merespon saat diberi rangsangan-rangsangan seksual. Misal hanya dengan mendengar suara desahan perempuan, itu bisa bikin dia menegang. Atau cuma sekedar ngobrol tentang hal-hal yang menjurus ke seks dengan perempuan tentunya, fantasinya bisa kemana-mana dan bisa banget bikin dia tegang. Apalagi kalau ada sentuhan, ciuman dan foreplay lainnya, mungkin nggak perlu lima menit juga udah bangun. Termasuk juga lihat gambar-gambar yang merangsang, video bokep, cepet banget bikin mereka bereaksi.”
Derrel mengangguk pelan.
“Sama aja kan kayak cowok gay yang diperlakukan demikian dengan objek yang berbeda. Misal melihat cowok ganteng dan seksi, apalagi digoda atau disentuh, itu bisa bikin dia tegang kan? Hanya objeknya saja yang membedakan.” Andriana menatap suaminya yang juga menatapnya datar.
“Regan dulu begitu cepat bereaksi ya?” Derrel memicingkan matanya.
Andriana terdiam sejenak. Ia enggan menjawabnya. Derrel menyadari kekeliruannya. Tak seharusnya dia menanyakan hal ini.
“An...”
“Ya Rel..”
“Hukum oral s*x dalam Islam gimana?”
Andriana tersentak dengan pertanyaan Derrel.
“Setahuku masih jadi bahan perdebatan hingga sekarang. Ada bermacam pendapat ulama Rel. Aku pernah mendengar ceramah soal ini dan pernah membacanya juga.”
“Bisa nggak kamu ceritain? Aku pingin tahu.” Derrel merasa penasaran.
Andriana mengangguk, “ada ulama yang membolehkan. Dasarnya itu surat Al-Baqarah ayat berapa ya...aku lupa. Bentar Rel aku ambil smartphoneku dulu. Aku pernah menyimpan ulasan tentang ini di note smartphoneku.” Andriana mengambil smartphonenya di meja kecil sebelah ranjang. Dia membuka-buka catatan di smartphonenya.
“Nah ini Rel. Dasarnya suart Al-Baqarah ayat 223, penggalan terjemahnya gini, Istri-istrimu adalah tempat bercocok tanammu, datangilah ia dari arah manapun yang kalian kehendaki. Ini seperti variasi dalam seks di mana kita bisa melakukan gaya apapun selama tujuannya di kemaluan istri. Sebenarnya ada tiga poin pokok yang sudah jelas diharamkan dalam berjima’, yaitu anal s*x, seks saat menstruasi dan seks saat nifas. Nggak ada dalil yang secara eksplisit melarang oral s*x. Ini yang membuat sebagian ulama membolehkan, apalagi kalau tujuannya untuk kepuasan dan keharmonisan hubungan suami istri.”
“Berarti boleh kan?” Derrel menaikkan alis matanya dan tersenyum.
“Aku belum selesai neranginnya. Dengerin dulu ya.” Andriana melirik suaminya.
“Okey okey..” Derrel kembali serius mendengarkan Andriana.
“Ada ulama ya memakruhkan karena kemaluan suami suka ngeluarin madzi dan m**i. Aku baca lagi nih tentang madzi dan m**i, Madzi adalah cairan berwarna putih dan halus yang keluar dari kemaluan ketika adanya ketegangan syahwat, hukumnya najis. Sedangkan m**i adalah cairan kental memancar yang keluar dari kemaluan ketika syahwatnya memuncak, hukumnya menurut para ulama madzhab Hanafi dan Maliki adalah najis sedangkan menurut para ulama Syafi’i dan Hambali adalah suci. Jadi ulama yang memakruhkan ini karena dikhawatirkan ada madzi yang menempel atau tertelan. Tapi ama ulama yang membolehkan disanggah, katanya selama oral s*x dilakukan sebelum jima’, saat belum ada madzi yang keluar, itu tak masalah.”
Derrel manggut-manggut, ia bisa memahami penjelasan dari Andriana.
“Kalau ulama yang mengharamkan itu karena oral s*x mereka pandang sebagai perbuatan yang meniru perbuatan orang Barat dan non muslim, kita nggak boleh tasyabuh kan? Artinya nggak boleh meniru perbuatan orang non muslim. Terus alasan lain karena oral s*x itu meniru binatang. Alasan lain lagi karena dikhawatirkan ada madzi yang tertelan, ini bisa mnyebabkan penyakit. Mereka berpendapat mulut itu digunakan untuk hal-hal baik, sepeti berdzikir, berdoa, membaca Al-Qur’an, jadi sebaiknya jangan digunakan untuk oral s*x ketika berhubungan.”
Derrel menghela napas, “terus kita mau ambil pendapat yang mana? Jujur An, oral s*x itu enak banget dan cepet banget bikin aku bangun, cepet bikin keluar juga..” Wajah Derrel terlihat mupeng berat.
Andriana menggelang, “muka kamu itu nggak sinkron dengan yang di bawah. Kelihatan udah mupeng banget tapi herannya kok nggak bangun-bangun ya? Bikin gregetan.”
Senyap...
“An, Islam itu mengatur segala sesuatunya detail dan kompleks ya. Ini yang makin bikin aku cinta pada agamaku. Soal seks aja ada aturannya.”
“Iyalah harus ada aturannya Rel. Nggak bisa asal main tubruk gedebag gedebug.”
Derrel tertawa menanggapi celoteh istrinya.
“Terus gimana sekarang? Aku kayaknya sedikit terangsang, mana dingin. Tapi belum keras sih. kayaknya kalau kamu bantu, bisa bikin dia cepet bangun.” Derrel mengecup leher Andriana dan tangannya aktif menggerayangi setiap inci tubuh istrinya.
Andriana mendorong tubuh Derrel hingga terbaring, berikutnya dia menindih tubuh suaminya dengan tatapan menggodanya.
“An....” Derrel cukup kaget juga.
Andriana menempelkan jari telunjuknya di bibir tipis Derrel, “sszzzttt...jangan banyak ngomong...Aku bakal memperkosa kamu.” Andriana menaikkan alisnya dan menatap nakal suaminya.
“Wow... asik nih...” Derrel menyeringai dan secepat kilat dia menarik tubuh Andriana lalu membaliknya hingga posisi berganti, Derrel berada di atas.
“Kalau kamu nakal begini, aku jadi makin semangat.” Derrel langsung mencium bibir Andriana begitu liar bercampur gemas. Tangannya membuka kembali baju istrinya dan melemparkan serampangan. Dia terus aktif menyentuh titik-titik di tubuh Andriana yang semakin membangkitkan gairah istrinya. Kecupan-kecupan lembut ia daratkan di setiap jengkal tubuh istrinya membuat Andriana tak banyak berkutik dan menikmati semua perlakuan Derrel.
“Kamu ada dalam genggamanku sekarang An.” Derrel mengedipkan matanya dan Andriana hanya membalasnya dengan senyum. Perlahan Derrel berhasil membangunkan sesuatu di bawah sana. Yesss....aku ON..!
******
Andriana melangkah menuju ruang jahit. Dia mendekat ke arah salah satu karyawannya. Di tangannya tergenggam sebuah kertas bergambar hasil designya.
“Teh, untuk model gamis yang ini, bawah lengan sama roknya dineci ya. Terus bawah kerahnya dikasih zipper, biar bisa dikenakan ibu menyusui juga.” Andriana menunjukkan gambarnya. Sang karyawan manggut-manggut.
“Teteh bos.” Lia memasuki ruang jahit.
“Ya Lia.” Andriana meliriknya.
“Cowok kemarin yang mau pesan baju pengantin datang lagi.” Ucap Lia.
“Mau apa dia datang lagi ke sini. Aku malas bertemu dengannya,” Andriana sibuk bermonolog dalam hati sebelum akhirnya dia putuskan untuk tetap menemui Regan. Dia harus bersikap profesional untuk urusan bisnis.
Andriana melangkah menuju ruang utama. Regan yang duduk di sofa beranjak dari posisinya dan mengulas senyum.
“Hai An.” Ucapnya lembut. Hatinya berdesir menatap Andriana yang terlihat semakin cantik setelah berhijab.
“Mau apa lagi ke sini?” Tanya Andriana dengan tatapan datar.
Regan menyeringai, “jangan galak-galak bisa nggak An? Aku ingin diperlakukan seperti customer lain. Kamu tentu udah paham kan bagaimana menghadapi customer?”
Andriana bersedekap dan tersenyum sinis, “kamu itu pengecualian.”
Regan tertawa pendek, “ya pengecualian. Karena aku customer istimewa.”
Andriana berusaha menahan rasa tidak sukanya dan bersikap profesional.
“Tujuan kamu datang ke sini apa?”
Regan tersenyum tipis, “kemarin aku udah bilang kan, aku mau pesan wedding dress untuk Vella.”
“Apa yakin Vella mau mengenakan gaun rancanganku?”
“Aku belum bicara padanya. Tapi aku cuma ingin minta kesanggupanmu dulu. Kalau kamu sanggup, baru aku bicara pada Vella.” Tandas Regan dan matanya tak lepas mempehatikan Andriana yang terlihat begitu elegan dengan penampilan barunya. Meski kesan feminin yang terpancar saat melihat penampilannya selalu berbanding terbalik dengan sikap galak, jutek dan emosionalnya, tapi inilah yang menarik dari sisi Andriana di mata Regan.
“Untuk urusan bisnis aku selalu profesional Gan.”
“Ya aku tahu. Aku bakal bicara pada Vella.”
Senyap sejenak.
“Ada lagi?” Tanya Andriana datar.
Regan sedikit gugup. Dia belum ingin berlalu dari butik mantan istrinya itu. Rasanya dia ingin menghabiskan waktu lebih lama bersama Andriana. Andai saja Andriana masih single, Regan akan mengajaknya makan siang atau dinner. Rasa sesal kembali memenuhi ruang hatinya.
“Aku masih banyak kerjaan Gan.”
Regan sedikit gelagapan, “eh..iya...okey kalau gitu. Aku pamit ya An. Bentar lagi ada meeting juga...”
Regan berbalik lalu ia merasa ada yang terlupakan. Regan menoleh Andriana dan mengulas senyum, “assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam.” Jawab Andriana.
******
Regan merebahkan badannya di ranjang. Rasa lelah seharusnya membuatnya mengantuk, tapi yang ada dia tak bisa memejamkan mata. Dia melirik Vella yang terpejam di sebelahnya. Pikirannya kembali berkecamuk, memikirkan urusan pekerjaan di mana ia kalah tender dan bayangan untuk meraup keuntungan besar musnah sudah, di sisi lain ia memikirkan Andriana. Dia benci keadaannya saat ini. Jatuh cinta kembali pada mantan istri yang telah bersuami, sama sekali bukan hal bagus dan justru semakin menyiksanya.
Regan beranjak dan berjalan mendekat jendela. Ia buka tirai dan memandang lepas ke arah luar apartemen. Pikirannya kembali terusik dengan perkataan rekan bisnisnya, “sesekali curang tak apa Gan. Hari gini kalau nggak curang bakal susah menang tender, saingannya banyak. Perusahaan yang sering banget menang tender itu rata-rata pakai perusahaan fiktif. Kalau kamu menang tender, nggak harus juga pakai barang yang sama dengan spesifikasi yang ada di kesepakatan, cari yang agak-agak mirip dengan harga yang lebih murah, ini bisa ningkatin keuntungan.” Regan menghembuskan napas. Bermain curang dalam usaha itu bertentangan dengan hati nuraninya. Selama ini perusahaan yang ia kelola selalu dipandang sebagai perusahaan yang memiliki citra positif dan semua proyek yang pernah ia kerjakan tak pernah gagal dan selalu memuaskan instansi yang mengadakan tender.
Tiba-tiba sosok Andriana kembali mengisi otaknya. Damn, I can’t get her out of my head... Regan merutuki dirinya sendiri. Pesona Andriana telah membiusnya dan ia penasaran sekali bagaiman caranya membuat Andriana jatuh cinta kembali padanya dan meninggalkan suami gay-nya itu. Dia yakin Andriana tak bahagia dengan pernikahannya dan ia masih berpegang pada keyakinannya, bahwa gay tak akan pernah bisa menjalani pernikahan normal dan ia akan kembali mencari pelampiasan di luar dengan mencari laki-laki.
Tiba-tiba dia ingin menanyakan sesuatu tentang Derrel pada Martin. Regan mengambil smartphone yang ia letakkan di atas meja. Dia mengirim WA untuk Martin.
Martin, aku kok penasaran ya dengan Derrel itu. Apa dia beneran sudah keluar dari dunia gay? Apa kalian masih sering ketemu?
Sesaat kemudian smartphonenya berbunyi. Ia bersyukur Martin masih terjaga dan membalas pesan Wanya.
Entah, mungkin iya coz aku nggak pernah ketemu dia lagi di gym. Nggak pernah datang juga ke komunitas.
Regan kembali mengetik huruf demi huruf.
Regan : apa benar gay bisa sembuh seratus persen? Jujur, aku masih mencintai Andriana dan aku ingin merebut hatinya lagi. Aku yakin dia nggak bahagia dengan pernikahannya.
Martin : Kamu lihat sendiri aku gagal untuk bisa keluar dari dunia gay. Aku yakin Derrel mungkin juga susah untuk keluar, apalagi dia gay bot. Biasanya gay bot lebih susah. Faktanya banyak banget temenku yang nikah tapi masih pacaran ama cowoknya. Makanya aku belum mau nikah karena aku nggak mau nyakitin istriku nanti.
Regan : kamu masih suka ama Derrel? Aku kok jadi penasaran, kalau dia dideketin cowok apa dia bakal tergoda. Andriana bilang suaminya udah jadi straight, tapi aku nggak percaya sebelum aku melihat buktinya.
Martin : hahaha, aku tahu arah pembicaraanmu. Kamu ingin aku mendekati Derrel untuk buktiin dia masih gay atau udah berubah? Okey, jujur aku juga masih suka ama dia. Dia cinta pertamaku. Kita jalan waktu masih SMA dan aku belum bisa move on dari dia.
Regan : aku cuma minta kamu buat menguji aja lho, bukan untuk macem-macem. Aku tetep lebih dukung kamu untuk jadi straight.
Martin : haha, okey jangan khawatir. Makasih selalu support, cuma mungkin aku belum ingin nyoba untuk jadi straight. Sekarang ini aku masih bisa nahan hasratku aja itu udah bagus.
Regan : sip, i will always support you bro. Makasih ya. Nanti kabari aku gimana perkembangannya.
Regan mengulas senyum. Kita lihat saja An, apa suamimu itu benar-benar sudah meninggalkan dunianya atau dia masih saja berhasrat pada laki-laki? Aku lebih baik darinya An.. too much better than him dan aku lebih tahu cara untuk mencintaimu.
******