Jika saat di Tokyo mereka dibangunkan suara kesibukan kota, maka pagi di Yakushima dimulai dengan suasana yang damai. Suara burung hutan yang bersahut-sahutan menyusup dari celah pintu geser, sementara gemericik air dari tsuboniwa—taman kecil di dalam ryokan—terdengar laksana musik latar yang menenangkan. Anne membuka mata dengan rasa segar yang sungguh jarang ia rasakan—udara lembap pulau itu seolah merawat tubuh dan kulitnya bahkan sepanjang tidur. Anne menoleh saat merasakan jemari Ben membelainya. Ia berputar hadap, menatap sang suami. “Ohayō,” sapanya. Ben tak menjawab dengan kata, hanya seulas senyum, lalu melekatkan bibir mereka. “Jam berapa sih?” tanya Anne kemudian. “Setengah enam,” jawab Ben. “Sudah subuh?” “Hmm,” gumam Ben seraya mengangguk. “Terbitnya setengah tujuh.” “A