“Salah saya apa, Mbak?” Suara Mirna serak. Riani yang tengah menyiapkan peralatan untuk memasang infus di sebelah bed pasien mendadak terdiam. Mirna sudah sempurna menangis. “Hm, maksudnya, Bu?” Riani memiringkan kepalanya. Mencoba mengamati ekspresi pasiennya. “SaBimaya nggak pernah aneh-aneh, saya selalu setia sama suami saya!” Tumpah ruah sudah air mata Mirna. Suaranya serak dan gemetar. Tubuhnya berguncang hebat. Riani mendekat. Ia menyentuh pundak pasiennya pelan. “Bu, ibu yang tenang, ya?” Ia memindahkan tangannya ke perut Mirna. Mengelusnya lembut. “Supaya bayi yang ibu kandung juga tenang. Dia sedih kalau tahu ibunya sedih.” Isakan Mirna tiba-tiba berhenti. Ia mencengkram lengan Riani. Membuat RIani terkejut. “Bayi saya, bayi saya apa juga bisa tertular, Mbak?” Riani menghela