Part 5

1240 Kata
"Aku gak salah lihat kan? Si Raka barusan senyum ke gue?" Gumam Anindya dalam hatinya. Dia melirik dengan ekor matanya saat kembali duduk di kursinya, pria di sebelahnya itu terlihat salah tingkah sendiri. Berulang kali Raka membetulkan letak duduknya. Membuat guru matematika bertubuh tambun tersebut menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Raka? Kenapa tidak bisa diam?" Tanya guru tersebut padanya. "Gatal pak." Sahut pria muda tersebut asal-asalan. Mau tidak mau Anindya menahan mati-matian agar tidak melepaskan senyumnya. Raka menggertakkan giginya merasa ditertawai oleh teman sebangkunya tersebut. "Duk!!" Raka menendang kaki Anindya. "Ketawain gue? Mau gue kasih pelajaran?!" Bisik pria itu pada Anindya di telinganya, buru-buru Anindya mengatupkan bibirnya kembali sambil menggeleng cepat. Raka cengar-cengir tidak jelas melihat wajah pucat manis di sebelahnya. "Pemandangan paripurna! Kapan lagi kalau nggak hari ini!" Jerit hati kecil Raka Sandi. Anindya terus menoleh ke samping kiri, dia melemparkan tatapan matanya sejauh mungkin untuk menghindari tatapan tetangganya itu. Raka sengaja menginjakkan sepatunya di atas sepatu Anindya, membuat gadis itu takut setengah mati. Saat Anin mau menarik kakinya, malah ditekannya sepatunya ke bawah oleh Raka. Akhirnya Anindya menoleh ke arahnya, dilihatnya pria itu sedang mencatat pelajaran di atas lembaran bukunya. "Tampan sekali! Tapi sayang kurang waras!" Celoteh Anindya tiba-tiba. "Apa lo bilang? Gue tampan?" Tanya Raka segera, karena tidak sengaja mendengar ucapannya barusan. "Bukan, lo jelek banget, sangat jelek." Tandas Anindya, dia ikut melanjutkan aktivitasnya untuk mencatat mata pelajaran hari ini pada bukunya, dengan mencontoh dari papan tulis. Mendengar kata-kata itu Raka langsung menekan sepatunya. "Aakkkkhhh! Aduuh!" Anindya memekik karena merasakan nyeri pada punggung kakinya. "Kalian kenapa?" Tanya gurunya sambil melotot, karena sejak tadi hanya dua siswa itu yang terus-menerus ribut di dalam kelasnya. "Perut saya sakit pak, ijin ke belakang dulu." Jawab Anindya segera, dia tidak mau Raka mengambil kesempatan lagi untuk melindas kakinya. Terlihat jelas pria itu kecewa setengah mati. Dia meremas jemari tangannya sendiri. "Duaakkk!" Tidak tahan Raka Sandi memukul meja di depannya, membuat guru matematika itu berkacak pinggang menatapnya dengan tatapan garang. Anindya ikut terlompat kaget karena Raka tiba-tiba memukul meja tanpa alasan yang jelas, padahal dia sudah berhasil menarik kakinya karena hendak beranjak berdiri menuju ke kamar mandi sekolah. Gadis itu buru-buru ngibrit berlari kecil menuju ke kamar mandi, padahal perutnya tidak sakit sama sekali. Keberuntungan besar bagi Anindya karena bisa lepas dari genggaman Raka. Raka ikut berdiri setelah Anindya berlalu beberapa detik yang lalu. "Kamu mau kemana?" Tanya gurunya lagi. "Saya mau bac pak." Sahut Raka, lalu melangkah keluar kelas. Teman sekelasnya diam saja melihat Raka bertingkah, tak ada satupun dari mereka yang berani menyorakinya. Selain maskot SMA, Raka juga sangat ditakuti oleh siswa-siswi lain. Dengan sangat santai Raka melenggang keluar dari dalam kelas tersebut. Anindya masih berada di dalam toilet perempuan, gadis itu sedang mencuci tangan pada westafel. Dia mendengar pintu di belakang punggungnya membuka lalu menutup kembali, pikirnya ada siswi lain yang masuk ke sana. Setelah selesai mencuci tangan gadis itu berbalik, untuk segera kembali ke kelasnya. "Lo ngapain masuk ke toilet perempuan?" Tanyanya pada Raka yang sudah berdiri tegak bersandar pada daun pintu kamar mandi tersebut. "Kencing lah, mau ngapain lagi? Neror elu yang gak penting itu?" Tanyanya sambil berlalu membuka salah satu pintu, dan masuk ke dalam kamar kecil untuk menuntaskan misinya. "Klek! Klek, klek!" Anindya kesulitan membuka pintu toilet tersebut. "Kok macet sih? Gimana nih?" Tanyanya pada dirinya sendiri, dia sangat takut sekali. Apalagi dia sedang bersama dengan musuh bebuyutannya itu di dalam toilet. Raka baru saja keluar dari dalam kamar mandinya, dia melihat Anindya panik karena tidak bisa membuka pintu. Dengan sangat santai pria itu melangkah mendekatinya, "Apaan sih berisik banget?" Tanyanya seraya mendorong tubuh Anindya menyingkir ke samping, menjauh dari depan pintu. "Klek!" Raka memutar gagang pintu. Lalu menoleh menatap wajah Anindya di sebelahnya, gadis itu masih fokus menatap kunci pintu apakah bisa terbuka atau tidak. Karena Raka tidak berusaha memutar gagang tersebut hingga sampai terbuka, tatapan Anindya beralih ke arah Raka. "Apa lihat-lihat?" Tanya Anindya spontan. Raka kembali memutar gagang pintu, "Klek, krataaakk." Pintu terbuka, bukan dari dalam tapi dari luar. Buru-buru Raka membekap mulut Anindya dan mendorongnya untuk bersembunyi di belakang pintu kamar mandi tersebut. Biasanya pintu tersebut memang tidak pernah ditutup dari dalam karena tidak akan bisa terbuka. Seorang gadis masuk ke dalam, dan masuk ke dalam salah satu pintu kamar mandi yang berjejer di dalam kamar mandi tersebut. "Ngapain bekap-bekap mulut gue?" Tanya Anindya dengan suara berbisik. Raka tak segera menjawab, dia menoleh keluar pintu khawatir ada lagi yang masuk ke dalam sana. Kesempatan itu digunakan Raka untuk segera keluar dari dalam kamar mandi tersebut, dia menarik pergelangan tangan Anindya. "Ka, lepasin tangan gue." Ujarnya ketika pria itu masih menggandeng tangannya di sepanjang lorong sekolah menuju ke kelasnya. "Gue benci banget sama elo." Ujarnya saat melepaskan pergelangan tangan gadis itu. "Iya gue tahu! Terus ngapain lu nyusulin gue ke kamar mandi!" Keluh Anindya karena heran melihat tetangganya itu repot-repot masuk ke dalam toilet perempuan. Raka menghentikan langkahnya sejenak, menunggu Anindya menyusul langkah kakinya. Setelah gadis itu melangkah bersebelahan dengannya, Raka berbalik dan melangkah satu langkah ke samping. Kini keduanya berdiri berhadapan dengan tatapan penuh aura membunuh. "Karena gue kaga bisa kencing sambil berdiri! Oon!" Ujarnya sambil mendorong kening Anindya dengan jari telunjuknya. "Astaga sialan!" Umpat Anindya penuh rasa sesal sudah menyatakan kalimat tak berguna itu pada pria aneh tersebut. Saat keduanya melangkah masuk ke dalam kelas, ada kasak-kusuk di dalam kelas tersebut. Tentunya bukan Raka yang digosipkan. Tapi gadis sederhana di sebelah pria berprestasi tersebut. "Ada gosip apaan?" Tanya Raka karena tak mampu menahan rasa penasarannya lagi. Pria itu menundukkan badannya di bangku belakang dimana para orang berkumpul. "Ada yang bilang, Anindya narik kamu masuk ke dalam kamar mandi cewek! Gila! Ngebet banget dia sama elu." Seru salah seorang dari mereka. Anindya kesal sekali mendengar hal itu, karena Raka juga malah tersenyum manis mendengar gosip tersebut terus berlangsung. "Sialan! Gara-gara dia tidak bisa kencing berdiri, gue jadi kena gosip gak masuk akal begini!" Entah sudah berapa lembar kertas kosong yang menjadi sasaran kemarahan gadis itu. "Raka jelek! Raka gila! Raka sialan!" Ujar Raka sambil membaca tulisan jemari Anindya pada bukunya. Entah sejak kapan pria itu sudah duduk manis di sebelahnya, sambil menopang dagunya menatap gadis itu menuliskan semua kekesalan hatinya pada bukunya. Anindya buru-buru menindih bukunya dengan kedua lengannya di atas bangkunya. Dia menatap wajah Raka yang terlihat sangat penasaran dengan apa yang dituliskan olehnya. "Sraakkkk!" Raka mendelik, pria itu berusaha menarik buku Anindya. Tapi Anindya terus menahannya dengan kedua lengannya. "Kasih nggak!" Ujar Raka dengan tatapan mata penuh ancaman. "Nggak akan!" Anindya bersikukuh menahan buku tersebut dengan kedua sikunya. "Sraakkkk! Akhhh! Gubraaaaaakkkkkkkk!" Raka menarik kedua tangannya dari atas bukunya. Maksudnya agar gadis itu menyingkirkan tangannya dan ia bisa mengambil bukunya, tapi malah gadis itu ikut terhuyung hingga jatuh ke dalam pelukannya, kursi kayu tersebut tak mampu menahan keseimbangan tubuh dua sejoli tersebut, membuat keduanya jatuh terguling di atas lantai. Untung saja bel istirahat sudah berbunyi sejak mereka keluar dari dalam kamar mandi tadi, jadi tidak ada siswa yang berada di dalam kelas tersebut. Hanya mereka berdua saja. Anindya masih menahan tubuhnya dengan kedua telapak tangannya di atas d**a Raka. Dia menatap wajah pria di bawah tubuhnya tersebut. Ada rasa aneh menggelayuti lubuk hatinya. Raka sendiri terkejut Anindya jatuh memeluknya gara-gara sentakan tangannya. "Lo nggak mau bangun dari atas tubuh gue? Ntar teman-teman sekelas kita mikir kita sedang..." Belum selesai pria itu berkata-kata, Anindya segera bangkit dari atas tubuhnya karena mendengar suara langkah kaki mendekati kelas mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN