Part 6

1356 Kata
"Sialan kenapa jadi salah tingkah begini sih?" Gumam Raka seraya menggaruk tengkuknya sendiri. Anindya merapikan rok seragamnya dan duduk kembali di tempatnya. "Apa lo lihat-lihat!" Hardik Anindya pada pria itu. "Lo yang apa lihat-lihat! Ngeselin banget dasar cupu!" Balas Raka sambil mengepalkan tangannya dengan kesal ingin memukul tapi ditahannya karena kelas sudah mulai penuh dengan siswa-siswi. Anindya menutup matanya spontan karena Raka mengacungkan kepalan tinjunya ke arahnya. Tapi pria itu malah mencubit kedua pipi Anindya. Membuat gadis itu melotot kesal ke arahnya. "Lepasin!" Hardik Anindya. "Ogah!" Ujar Raka dengan tatapan mata nakal. Anindya cemberut, kedua pipinya masih dicubit oleh Raka. Beberapa siswa menatap ke arah mereka berdua. Raka tidak peduli, pria itu tidak pernah peduli dengan tatapan mata beberapa orang di sekitarnya. Karena sudah beberapa kali pria itu berlaku demikian di depan banyak orang. Hal itu menjadi peristiwa romantis bagi siapa saja yang melihatnya, tapi tidak bagi Anindya juga para siswa di dalam kelasnya karena mereka sudah tahu kalau keduanya adalah musuh bebuyutan! Gadis itu kesal sekali, dia menarik tangan Raka dari kedua pipinya. Sejenak dia melihat senyuman manis Raka Sandi. Senyuman yang selama bertahun-tahun menemaninya. Dia ingin melihat ketulusan pria itu dengan jujur. Tapi tak pernah sekalipun Raka menyatakan ketulusan, selain membuat dirinya terus benci, menambah kebencian lagi dan lagi. "Kenapa sih lo terusan kayak gini Ka? Kesel gue tahu nggak! Sekali aja Ka, sekali aja biarin gue tenang!" Keluhnya dengan nada tertekan. "Hem!" Raka dengan gaya santainya membetulkan letak duduknya, pria itu menopang dagunya dengan tangan kirinya seraya membuka buku mata pelajaran. "Seharusnya gue nggak perlu ngulang kata-kata yang sama kan, kenapa gue lakukan ini sepanjang waktu?" Ujar Raka seraya menoleh ke arahnya. "Ahhhkkk! Menyebalkan sekali!" Keluh Anindya sambil membenamkan wajahnya di atas bangkunya. Dia tahu mana mungkin Raka semudah itu mau melepaskan dirinya. Hari sudah berganti hari, bahkan tahun juga sudah berganti dengan tahun yang baru, kelakuan pria itu tetap saja sama! Terus menerus mengusik kehidupannya. "Sudahlah lupakan saja! Percuma juga bicara baik-baik dengan pria seperti ini!" Keluh Anindya lagi, dia tidak peduli lagi saat Raka diam-diam menginjak kakinya lagi selama pelajaran berlangsung. Awalnya dia menoleh, mungkin pria di sebelahnya itu ingin mengatakan sesuatu padanya. Tapi ternyata tidak, dia santai sekali tetap melanjutkan menulis pada bukunya bahkan tidak menoleh sama sekali ke arahnya. Akan tetapi ketika Anindya menarik kakinya, Raka sengaja menahannya sama seperti sebelum ia pergi ke toilet tadi. "Apa-apaan ini!" Keluh Anindya, namun tidak bisa meluncurkan kata-kata protes padanya. Gadis itu membiarkan punggung kakinya menjadi pijakan nyaman Raka Sandi. Saat pria itu menggerakkan telapak kakinya yang masih dalam balutan sepatu tersebut ada rasa aneh menelusup ke dalam hatinya. Bukan perasaan cinta atau sayang, tapi perasaan aneh yang dia sendiri sulit untuk melukiskannya. Raka tahu wajah Anindya setengah memerah, semakin ia menggerakkan telapak kakinya wajah Anindya semakin merah. Raka tersenyum sambil menelusuri wajah gadis di sebelahnya dengan kedua bola matanya. Dia juga melihat gadis itu menggenggam ujung roknya, meremasnya. Entah apa yang sedang dia tahan saat itu. Pelajaran berlangsung selama dua jam. Setelah bel berbunyi para murid segera mengemasi bukunya bersiap pulang termasuk Anindya salah satunya. Tangannya masih gemetar karena kakinya belum lepas dari pijakan kaki Raka. "Ka?" Panggilnya pada pria itu, seluruh kelas sudah sepi karena para siswa sudah pada pulang. Tinggal mereka berdua di dalam kelasnya. "Hem?" Sahut Raka, pria itu pura-pura tertidur pulas dengan kepala rebah di atas meja. "Gue mau pulang." Ujar Anindya sambil memegangi betis kanannya dengan kedua tangannya. Tasnya sudah bertengger di belakang punggungnya. Gadis manis itu menatap wajah pria yang masih terbenam di atas meja. Dia berusaha menarik kakinya dari pijakannya. "Pulang saja." Ujarnya lagi, pura-pura tidak tahu. "Kaki gue!" Menarik kakinya kuat-kuat. Raka tiba-tiba melepaskan pijakannya. "Braaakkkkk!" Membuat tubuh mungilnya terjungkal kebelakang dengan sempurna. "Rakaaaa sialaaannnnnn!!!" Teriak Anindya ketika mendengar suara tawa terpingkal-pingkal serta langkah sepatu Raka Sandi keluar dari dalam kelas tersebut. "Raka busuk! Raka sialaan! Raka jelek! Raka menyebalkan!" Umpat Anindya sambil memegangi pinggulnya, rasanya masih nyeri akibat jatuh barusan. Dia tidak mengira kalau Raka masih berdiri bersandar di dinding depan kelasnya. Pura-pura amnesia gadis itu melewatinya begitu saja! Itu mustahil tapi dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau Raka tidak akan melihatnya atau mendengar umpatannya barusan. Ah untunglah, ujarnya setelah melewati belokan menuju ke arah gerbang sekolahnya. Raka sudah duduk manis di belakang kemudi mobilnya, pria itu melajukan mobilnya. Dia melihat Anindya berlarian menjauhinya. "Ayo naik!" Teriaknya dari dalam mobilnya, Raka mengiringi langkah kaki gadis manis yang sedang berlarian di atas trotoar tepi jalan raya. "Gue naik angkot aja!" Ujar Anindya padanya. "Ya sudah gue mau ikutin elo sepanjang jalan!" Ucapnya santai tanpa menaikkan kaca jendela mobilnya. Raka memakai kaca mata hitamnya. Pria tampan rupawan peringkat satu dengan otak genius itu tidak peduli menjadi tertawaan beberapa orang di sekitarnya. Dia tidak bisa jauh dari Anindya. Tapi apakah pria itu sadar? Bahwa hatinya perlahan-lahan telah habis berpindah dari relung dadanya ke dalam sosok gadis cantik sederhana tersebut. Anindya masih terus berlarian di sepanjang trotoar menuju tempat dimana para siswa menunggu angkutan umum. Raka memarkirkan mobilnya, sengaja menghalangi angkutan umum yang akan berhenti di tepi jalan tersebut. Gara-gara itu Anindya mendapatkan tatapan mata sadis para calon penumpang lain yang sudah sejak tadi menunggu angkot. "Dik! Tuh pacaranya? Suruh minggir gih! Menghalangi jalan! Nanti nggak ada angkot yang mau berhenti di sini!" Keluh para calon penumpang tersebut. Raka tersenyum puas sambil menatap wajah kesal Anindya, "Ka! Lo pulang duluan gih! Gue naik angkot aja please!" Ujarnya sambil berdiri di samping mobilnya. Raka membuka pintu mobilnya. "Naik!" Perintahnya padanya. Tatapan tajam matanya semakin menjadi ketika melihat beberapa cowok menatap ke arah betis mulus gadis SMA yang sedang berdiri di sisi mobilnya. Anindya menggelengkan kepalanya, "Lo mau gue angkat?" Tawar Raka, pria itu sudah bersiap turun dari mobilnya. Anindya tahu ucapannya itu tidak main-main. Benar saja Raka menggenggam erat pergelangan tangannya. "Raka! Apa-apaan sih?" Tanya pada pria itu karena semakin erat memegang pergelangan tangannya. "Naik Anind!" Mendorong tubuh gadis itu masuk ke dalam mobilnya. Dia diam saja melihat tatapan tajam mata Raka padanya, terlihat jelas teman sekelasnya itu sedang marah padanya. Dia tidak ingin memperburuk keadaan itu. Anindya menyimpan rasa penasarannya dalam hatinya rapat-rapat. "Raka?" Tanyanya saat mobil melaju di atas jalan raya menuju ke rumah Raka. Raka tidak menjawab pertanyaan darinya, melihat bibirnya yang cemberut dia tahu pria itu sedang kesal dan marah. Sampai di rumahnya Raka bukannya membuka pintu mobilnya dan keluar, tapi malah menguncinya. "Clak!" Anindya terkejut, karena jok tempat dia duduk tiba-tiba rebah ke belakang. Dia lebih terkejut lagi ketika Raka melepaskan sabuk pengaman yang melingkar pada pinggang atletisnya. Pria itu beringsut mendekatinya, "Lo mau apa? Jangan main-main Raka!" Teriak Anin kalap karena bibir Raka hampir menyentuh bibirnya. Pria itu tersenyum manis melihat Anindya menoleh ke samping membuang muka. "Cup!" Diluar dugaan, bibir Raka singgah pada keningnya. Anindya segera menoleh karena merasakan bibir Raka masih melekat pada keningnya. Anindya memejamkan matanya. Karena diam-diam hatinya merasa nyaman, ada kehangatan menyelimuti hatinya saat merasakan bibir sahabatnya tersebut berlabuh di sana. Dia tidak mengira, jika selanjutnya bibir Raka turun. Melumat lembut bibirnya. Anindya meremas kedua lengan Raka yang berada di sisi kedua pipinya. Ciuman tersebut berlangsung cukup lama. Bibir lembut Raka yang sudah terbiasa hinggap pada bibirnya, tidak membuatnya risih. Aneh tapi nyata! Keduanya sama-sama menikmati permainan bibir tersebut. Karena Anindya tidak meronta-ronta, atau menolak pagutan lembut bibirnya, Raka memperpanjang waktu lumatan bibirnya. Semakin lama, hingga Anin gelagapan dibuatnya. Remasan jemari Anindya semakin kuat meremas kedua lengan Raka. "Ahhhh! Jangan!" Pekik Anindya karena tiba-tiba bibir Raka dirasanya hampir hinggap pada lehernya. "Clak!" Raka menekan tombol sabuk pengaman pada pinggang Anindya, juga mengembalikan posisi kursinya hingga kembali ke posisi semula. Wajah gadis itu memerah karena malu. Karena dia salah menduga Raka akan melakukan hal lebih selain mencium bibirnya. "Mikir apaan sih? Dasar cupu! Hahhahahaha!" Raka tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah kesalnya. Anindya bersiap keluar dari dalam mobilnya, tapi Raka menahan lengannya. "Jangan-jangan lo berharap gue bakalan...." Raka sengaja tidak melanjutkan ucapannya, hanya tatapan matanya yang mengarah ke sisi tubuh Anindya. "Nggak akan pernah! Tash!" Tandasnya seraya menepis tangan pria itu dari lengannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN