Eps. 6 Pertemuan Kedua

1057 Kata
Hanya berselang dua jam setelah kedatangan Nadine ke Kantor Polisi distrik Bordeaux. Dia sudah memulai tugas awalnya setelah salah satu agen polisi di sana mengantar Nadine ke rumah dinas khusus. Di sana memang disediakan rumah dinas khusus bagi agen polisi yang berasal dari luar wilayah, seperti Nadine. "Terima kasih, Sersan Eve, sudah menunjukkan tempat untuk beristirahat bagiku nanti," ujar Nadine di teras rumah dinas. Sersan Eve adalah agen polisi di wilayah Bordeaux yang nantinya akan bertugas membantu Nadine selama bertugas di Prancis. Dia sudah berdinas selama dua tahun tanpa melalui pendidikan perwira. Dari usia dia juga di bawah Nadine jika dilihat dari pangkatnya. "Tak perlu sungkan, Inspektur Nadine. Jadikan ini sebagai rumahmu sendiri." Nadine mengulas senyum tipis meresponsnya. Bagi Nadine sudah cukup mendapatkan seorang teman yang baik selama di tugaskan di wilayah lain. "Sebentar Sersan Eve. Aku lupa mengambil kunci rumah." Nadine penari kecil menuju ke arah pintu, menarik kunci yang masih menggantung di sana. Barulah dia kembali menghampiri Sersan Eve lagi. "Bagaimana kondisi terbaru di sini, Sersan?" "Beberapa daerah ditutup aksesnya karena terjadi ledakan yang parah saat peristiwa peledakan bom. Tim lain masih mencari pelaku yang bebas berkeliaran di daerah ini. Bisa jadi akan ada ledakan bom yang kedua jika pelaku belum ditemukan." Sersan Eve melaporkan kondisi reel di lapangan. Memang situasi belum aman sampai sekarang. Semua tim polisi yang berkompeten sudah dikirim ke lapangan. Namun belum ada kabar juga. "Sersan Eve, tim satu masuk." Terdengar suara dari handy talky yang terselip di saku wanita itu. "Lapor, Sersan Eve dan Inspektur Nadine bersiap untuk menuju ke lokasi." Sersan Eve membalas. "Inspektur, mari kita berangkat sekarang." Nadine mengangguk meresponsnya. Setelahnya mereka berdua berjalan kembali menuju ke kantor polisi. Di sana sudah ada mobil yang menunggu mereka. Di dalamnya sudah ada beberapa agen polisi yang duduk. "Bienvenue, Inspektur Nadine," ucap seorang agen polisi menyambut kedatangannya tatkala Nadine masuk ke mobil. Meski mereka belum berkenalan, tapi para agen polisi di sana sudah mengetahui namanya, karena Nadine merupakan pasukan khusus. "Merci, frère." Nadine membalasnya dengan berterima kasih karena menganggap agen polisi pria itu sebagai saudaranya. Bukankah jika mereka seprofesi, maka mereka adalah saudara? Maka tak ada salahnya jika dia memanggilnya saudara, bukan? Mobil yang mengangkut para agen polisi itu kemudian melaju ke lokasi. Lokasi proses terjadinya peledakan bom. Sebuah gedung senat dibom hingga gedung itu hancur menjadi puing-puing. Tak hanya menghancurkan gedung itu saja tapi bangunan rumah di sekitar gedung ikut hancur. Peristiwa ledakan bom itu memakan 300 korban jiwa. 100 korban dari anggota pemerintahan dan sisanya, warga sekitar. "Di sinikah lokasinya?" tanya Nadine. Sersan Eve mengangguk merespons. 15 agen polisi yang ada dalam mobil kemudian turun, termasuk Nadine. Di dalam mobil tadi mereka sudah membahas bagian mereka dalam misi kali ini. Sekarang mereka berpencar menjalankan misi. Misi pelacakan. Dalam misi ini pun, Nadine tidak mengenakan seragam dinas kepolisian. Dia hanya mengenakan pakaian sipil. Malahan dia memakai setelan training berwarna putih. Begitu pula dengan yang lainnya, juga mengenakan baju sipil. Mereka menyebar mencari petunjuk. Ada beberapa yang masuk ke rumah warga, juga beberapa memeriksa rekaman CCTV dari setiap rumah yang mudah saja merekam kejadian itu. "Sersan Eve masuk. Di sini ada sebuah CCTV yang mengarah tepat ke gedung senat berada, namun sebagian data hilang," lapornya dari mikrofon kecil yang terpasang di telinga. "Baik, pindaikan lokasi dan kami akan segera menuju ke sana," ujar agen polisi lain menanggapi. Sementara itu di lain tempat, Nadine bergerak sendiri ke suatu tempat, tepatnya puing gedung senat yang sudah hancur berantakan. "Apa ini?" Dari tengah puing dia menemukan selongsong sebuah revolver yang terkubur di balik reruntuhan dan tertanam ke tanah sedalam lima senti. Karena matanya jeli, dia bisa menemukan benda itu. "Mungkin saja ini bukti yang ditinggalkan oleh pelaku." Nadine mengambil selongsong peluru dan menaruhnya dalam wadah kantung, lalu memasukkan dalam saku bajunya. Ia kembali berjalan hingga langkahnya terhenti oleh suatu benda. Terdengar suara detak halus di sana. "Itu seperti suara detonator. Apa mungkin di sekitar sini masih ada bom yang aktif?" Nadine bukannya panik atau takut. Dia langsung bergerak cepat mencari sumber suara tersebut. "Di sini!" Dia menemukan benda hitam pekat yang berdetak. Dengan hati-hati dia mengambil benda tersebut. Pada timer yang di pasang waktu bom akan meledak sekitar 5 menit lagi. "Bagaimana bisa ntar agen polisi ada di sini tidak menemukan benda ini?" Di antara rasa heran dan diburu waktu, dia segera bergerak untuk mematikan bom tersebut. Sebagai agen polisi khusus, tentunya dia diharuskan menguasai banyak keterampilan, termasuk menjinakkan bom. Dengan cekatan dia memutus kabel satu persatu dengan peralatan darurat yang selalu dibawanya. "Tinggal satu lagi." Dia sudah memutus dua kabel dan tinggal satu kabel saja. Sudah hampir lima menit, namun Nadine belum bisa memutus satu kabel terakhir. "Gawat, bom ini akan meledak." Nadine segera berlari sejauh mungkin untuk menghindari paparan ledakan bom. Duar! Setelah berlari sejauh empat meter dalam waktu 10 detik, bom itu pun akhirnya meledak juga. Nadine terpental saat bom meledak. Beruntung dia sudah berlari lebih dulu jadi tidak terkena dampak besar akibat ledakan bom tadi. "Akh, aku akan minta bantuan pada yang lainnya." Nadine berdiri. Dia terpental sejauh 10 meter. Dia meraba Indra pendengarannya dan ternyata mikrofon itu terlepas dari sana, "Mungkin jatuh di saat aku terpental tadi." Nadine kemudian mencari mikrofonnya untuk meminta bantuan. Namun dia tak menemukan mikrofonnya. Entah rusak atau hilang ke mana. "Baiklah, aku akan kembali sendiri." Ledakan tadi tidak membuatnya terluka, namun membuatnya terkurung pada tumpukan kayu yang ditabraknya hingga kayu itu jatuh dan menutupi tubuhnya. "Seandainya saja, aku membawa peralatan, aku bisa membebaskan diriku dari sini." Pelan-pelan, dia menyingkirkan satu balok kayu yang mengungkung tubuhnya. *** "Ada yang menyentuh detonator di area ledakan bom," ujar seorang pria yang berada di sebuah ruangan, di sekitar lokasi ledakan. Pria apa baju hitam pekat itu memindai sensor. "Tuan Levon, biar kuperiksa di saja lokasi ledakan." Seorang pria berbaju hitam pekat yang diduga adalah bawahannya. "Tidak! Buar aku saja yang ke sana. Kalian tetap di sini." "Bagaimana jika ternyata itu polisi? Maka itu akan membahayakan Anda Tuan." "Polisi mana yang bisa melawanku?" Levon segera keluar dari ruangan pantau menuju ke lokasi sumber ledakan barusan. Di tengah jalan sebelum dia tiba di lokasi ledakan sesuatu menghentikan langkahnya. "Apa ada yang terjebak di sini?" Levon melihat gerakan juga mendengar suara di bawah tumpukan kayu. Langsung saja pria berperawakan tinggi itu menuju ke tumpukan kayu. Dengan makanya berotot Mudah Saja bajunya menyingkirkan semua tumpukan kayu itu dengan cepat. "Kau ...?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN