Hana tertawa miris saat mendengar pertanyaan Binar. Ia mengusap wajahnya kasar, lantas berseru pilu. “Emang kenapa kalau aku hamil?” Binar mengedipkan matanya berkali-kali, mencoba mencerna maksud dari kalimat Hana. Hingga akhirnya wajahnya yang tadi mengeras berubah lunak. Ia berjalan mendekati Hana dengan langkah pelan. “Han, lo hamil?” tanyanya lirih. Hana tak menjawab, tapi air mata yang jatuh membasahi pipinya sudah cukup untuk menjelaskan apa yang membuatnya terlihat sangat buruk begini. Binar berjalan semakin mendekat, tangannya terulur mencoba meraih lengan Hana yang sedikit bergetar. Sahabatnya itu pasti sedang mati-matian menahan tangis. Tangan Binar telah berhasil menyentuh lengan Hana, dan tidak ada penolakan sama sekali. Maka Binar memberanikan diri, merengkuh tubuh Hana