Alin menatap barisan pakaian yang hendak ia pamerkan dalam ajang pagelaran fashion ibukota. Pakaian-pakaian itu sudah hampir selesai, sebagian bahkan sudah selesai. Wanita bertubuh layaknya seorang model itu menghela nafas. Ia sudah melakukan berbagai cara untuk mendapat kesempatannya lagi, tapi sepertinya Bima benar-benar serius dengan ancamannya kali ini. Karena apapun yang Alin lakukan, seolah tak ada gunanya. Jika menuruti emosinya, mungkin ia akan mengacak-acak pakaian itu dan berteriak marah. Tapi mengingat bagaimana ia dan timnya sudah bekerja keras untuk menyelesaikan semua rancangan yang telah ia buat, Alin hanya bisa menggeram marah sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia butuh pelampiasan. Alin segera menyambar kunci mobil dan tasnya sambil menelepon seseorang. “Halo, Ma