Pagi-pagi buta setelah yakin sang oma keluar dari kamar, Akbar yang sudah berpatroli sekaligus memantau suasana sekitar kamar sang oma sejak subuh, bergegas lari dan menyelusup masuk. Di waktu yang sama, wanita tua bertubuh mungil kurus dan tak lain oma Mely, seolah bisa merasakan bayang-bayang penyelusupan Akbar. “Itu tadi maling apa demit?” lirih oma Mely sambil membenarkan kacamata bening berbingkai bulatnya. Mengandalkan tongkat bantu di tengah suasana rumah yang remang karena semua lampu sudah dimatikan, ia kembali ke kamarnya. Mungkin sekitar sepuluh meter, jarak oma Mely dari pintu kamarnya yang masih dalam keadaan tertutup rapat. Sementara di dalam sana, Akbar tengah jelalatan memandangi koleksi konde dan juga tusuk kondenya. Di lemari kaca yang tingginya sekitar satu meter sete