3. Lepaskan Aku, Tom!

1854 Kata
Aku berjalan menuruni tangga di dalam pabrik yang sudah gelap menuju basement. Bastian berjalan di depanku. Langkah kakinya terdengar ringan untuk pria sebesar itu membuat suara yang terdengar hanyalah ketukan dari sepatu heel yang kupakai melawan semen. Diakhir anak tangga, tangan pria itu terjulur, membukakan sebuah pintu besi yang terlihat berat dan berkarat. Begitu celah menguak,cahaya dan suara ramai orang orang di dalamnya langsung terdengar di telingaku. Sebagian tertawa, sebagian menjerit kegirangan, beberapa berteriak frustasi karena kartu yang di harapkan tidak sesuai. Selamat datang di Casino Salazar!  Tersembunyi dari luar, basement pabrik berubah menjadi sebuah casino di malam hari. Hanya orang orang tertentu di kota ini yang mengetahui keberadaannya. Kebanyakan dari mereka adalah pengusaha atau politikus kota Gremlin dan sekitarnya. Tomas mempunyai file yang diberinya nama ‘Dokumen Hitam’ tentang tiap tiap member di casino ku dan orang orang di payroll organisasi. Hal hal yang berisi tentang informasi yang bisa mencemarkan nama baik mereka bila tersebar. Mencegah mereka berbuat macam macam seperti mengkhianati atau menusuk kami dari belakang. Bastian menjelaskan bahwa ada tamu yang sudah berhutang banyak, tapi masih mendesak untuk menambah taruhan. Bill, seorang pengusaha real estate di kotaku dengan Dokumen Hitam memenuhi seperempat lemari kabinet. Aku melangkah melewati lantai kasino, tersenyum dan membalas anggukan orang orang yang mengenalku. Beberapa pengacara, pemilik restaurant, bahkan wartawan koran lokal ada di antaranya. Bastian sudah menungguku di sebelah meja di dalam kantor yang terletak diujung ruangan. Dua orang prajurit organisasi berdiri di kanan dan kiri Bill yang duduk berkeringat di kursinya, tampak resah. “Bill..” sapaku pelan sambil mendudukan p****t ku di kursi di hadapan Bill. “Kau membuatku harus datang kemari jumat malam yang seharusnya bisa kuhabiskan dengan seorang pria tampan diatas ranjang. Jelaskan padaku apa yang mencegahku untuk menghentikan nafasmu saat ini juga?” Bill langsung melompat mendengar suaraku seakan kaget. “Red, dengar, dengar..” jawabnya dengan suara cepat. Bisa kulihat dari tingkah laku nya, pria ini sedang nge ‘fly’ dengan obat terlarang entah apa yang dipakainya. Yang pasti didapatnya dari tempat lain karena Tomas tidak pernah membiarkan benda itu beredar di wilayah kami. “Aku paham bahwa hutangku padamu menumpuk. Tapi aku sudah  berjanji untuk melunasinya secepatnya bukan. Aku hanya butuh tambahan sedikit saja. Sedikiiit saja. Aku merasa beruntung malam ini. Please, Red..” “Yang mengherankanku Bill, sadar hutangmu menumpuk, beraninya kau datang kemari dan malah meminta tambahan??  Bahkan kata Bastian kau nekat berteriak pada kasir kami dan membuat keributan di casino.” “Red..Red..Aku hanya perlu sedikit saja. Tidak banyak..sedikit saja. Please, Red. Aku memohon padamu… Hanya untuk melakukan beberapa taruhan di pertandingan bola malam ini. Tidak kah sudah ku katakan bahwa aku merasa beruntung malam ini?  Jika aku menang maka aku bisa membayarmu langsung. Jika tidak aku janji akan membayarmu besok. Aku sedang dalam tahap akhir penjualan salah satu properti ku. Please Red!! Sedikit saja..” Pria itu mulai berdiri dari kursinya dan menghampiriku yang sedang duduk di seberang meja. Tangan terkatup di depannya memohon. Ck..Kadang pria memang tidak tahu kapan menyerah, pikirku mulai jengkel.  Apalagi ketika mereka menghadapi ku dan bukannya Tomas. Mungkin mengira bahwa aku adalah seorang perempuan, kadang mereka merasa bisa seenaknya. Seorang perempuan lebih pengertian dan mudah dimanipulasi bukan? Cuiihh!! Kuraih botol wiskey di atas meja yang masih setengah kosong dan,... PRAKKK!! ... sekuat tenaga kuhantamkan ke sisi wajah Bill. Botol kaca itu pecah berhamburan. Tetesan cairan coklat bening bercampur darah terciprat ke atas meja dan lantai tempatku berdiri. Sebagian membasahi baju yang kukenakan, sementara tubuh Bill langsung terjatuh tersungkur ke atas lantai. Pria itu mengerang kesakitan sambil berusaha berdiri. Segera ku injakkan kaki kanan ku yang memakai heel runcing ke punggungnya, menekannya ke bawah hingga pria itu kembali tersungkur. “Aku akan berbaik hati padamu, mengingat hubungan kita yang sudah lama. Kuberi kau waktu 3 hari untuk melunasi hutangmu. Sebelum ku kirimkan satu berkasmu yang kumiliki ke istri dan mertuamu. Lupakah kamu bahwa aku memiliki foto-foto mu dengan deretan p*****r yang kau tiduri dibelakang istrimu?" Kuremas pelan kakiku di punggungnya seperti aku biasanya menginjak putung rokok, membuatnya makin menempel ke lantai. "Dan jangan, kau berani menampakkan dirimu di hadapanku sebelum kau lunasi semua hutangmu,” sambungku. “Kau bilang kau merasa beruntung malam ini? Well.. kau sudah salah Bill. Kau sedang sial  karena bukan Tomas yang menemui mu malam ini. ” Kupinggirkan kakiku dari punggungnya sebelum meminta kedua prajuritku untuk mengeluarkan tubuh Bill dari hadapanku. “Cihh..baru saja aku mengganti karpet di ruangan ini.” dengusku melihat keadaan ruangan yang berantakan. “Bastian,” perintahku ke bodyguard ku. “Minta orang untuk membereskan ruangan ini dan antarkan aku pulang.” Pria itu mengangguk dan berjalan kearah telepon sementara aku keluar dan menunggunya di mobil. Sesampainya di rumah, aku langsung membuka pintu depan dan masuk ke dalam. Badanku terasa lelah, tapi mataku sepertinya masih belum mengantuk. Terlebih setelah kejadian di casino yang memacu adrenalinku.  Kuputuskan untuk menenangkan diri di teras samping menunggu rasa kantuk. Seluruh ruangan sudah gelap dan tampak sunyi. Kulirik jam di dinding yang menunjukkan hampir pukul 2 pagi. Tomas pasti sudah tidur. Aku berjalan melewati ruang tengah dan membuka pintu kaca yang tersambung ke teras samping. Ku hempaskan tubuhku ke kursi besi yang langsung menyambut pahaku yang sedikit tersibak dengan rasa dingin. Aku membuka tas kecilku, mengeluarkan sebungkus rokok dari dalamnya dan menyulut sebatang. Kuhisap dalam-dalam asap yang terkumpul di dalam mulutku membiarkannya mengalir masuk ke dalam paru-paru, sebelum menghembuskannya keluar. Kabut abu-abu yang meluncur keluar dari mulutku terlihat seperti bayangan hantu yang meliuk dan menari, sebelum kemudian menghilang dalam kegelapan. “Bukankah kau sudah berhenti merokok, Red?” Suara Tomas tiba tiba terdengar dari belakangku. Aku menoleh dan melihat pria itu berjalan membawa segelas air putih ditangannya. Telanjang d**a, hanya mengenakan celana tidur panjang, bisa kulihat otot perutnya yang kekar. Beberapa bekas luka terlihat di d**a dan lengannya. Kebanyakan dari tusukan dan kibasan pisau musuh musuhnya. Dengan badan penuh tato dari leher hingga perut, mataku memandang sebuah tato yang belum pernah kulihat sebelumnya di perut Tomas. Menyembul sedikit dari karet celananya, tampak sebuah gambar bibir berlipstik merah mengepulkan asap rokok dari mulutnya. “Ini baru?” tanyaku menunjuk kearah tattoo itu. Tomas mengangguk. Aku hanya tertegun sejenak menebak-nebak bibir siapakah yang menginspirasikan gambar tato di sisi perutnya itu. Ada-Mae? Hmm..mungkin bukan, mengingat wanita itu bukanlah perokok. Bibirku kah? Tebakanku membuatku tersenyum simpul. Tomas meraih rokok dari tanganku dan menghisapnya dalam dalam. “Hei..kembalikan. Aku belum selesai!” seruku berdiri mencoba merampas balik batang rokok berwarna putih itu dari tangannya. Sekejap aku terperangah menatap wajahnya yang kini jauh menjulang diatas kepalaku. Sudah lama aku tidak menatapnya sedekat ini, membuatku tertegun akan perbedaan tinggi diantara kami. Masih kuingat bagaimana kerempengnya Tomas ketika kecil. Sering terbangun oleh mimpi buruk, dengan wajah penuh ingus dan mata sembab, aku sering membiarkannya tidur denganku tiap malam. Membisikkan cerita-cerita yang kukarang, sambil berusaha untuk menenangkannya. Tentang dua ekor anak harimau yang tersesat di dalam hutan gelap, tapi memiliki satu sama lain untuk bertahan hidup. Sadar sedang kuperhatikan Tomas menatapku dengan mata membelalak seolah bertanya. “Hmm..tidak.. Hanya kaget betapa jangkungnya kamu sekarang dibanding aku,” jawabku setengah tersenyum. “Ayah pasti bangga melihatmu. Dirinya selalu mendambakan seorang anak laki laki, kau tahu?” “Dan dia memiliki anak perempuan yang kuat dan tidak kalah oleh anak laki laki, Red.” Balasnya. Tangan kekarnya menyentuh pundakku membuat jantungku sedikit berdesir, sebelum meremaskan rokok di tangannya ke dalam asbak yang ada di meja. “Kau tahu merokok tidak baik untukmu.” Ucapnya. “Ugh” dengusku merespons.  “Bill membuat keributan di pabrik dan kau tidak bisa dihubungi.” Ucapku kembali mendudukan tubuhku ke kursi. “Tenang saja, sudah kubereskan. Kuberi pria itu 3 hari untuk mendapatkan uang.” Tomas mengalihkan pandangannya ke baju yang kukenakan, “Karena itukah bajumu berantakan? Beberapa kancing sweatermu terlepas.” Aku menundukkan kepalaku ke arah dadaku. Rupanya tangan George berhasil melepaskan beberapa kancing sweaterku ketika kami berciuman. “Sialan! Pantas saja tadi Bill tidak terlihat takut padaku. Akan kuhajar Bastian tidak memperhatikan pakaianku.” Ucapku mengancingkan kembali bajuku yang ternoda darah dan whisky. “Ada-Mae masih ada di kamarmu?” lanjutku. Tomas mengangguk. “Bagaimana kencanmu malam ini?” “Aku menjanjikan sumbangan untuk kepolisian. Tapi..entahlah.  Aku tidak bisa menebak pikiran pria itu. Dia…hmm..membuat bulu kuduk ku merinding, Tom. Aku seakan ingin kabur, tapi juga tertarik padanya dalam waktu yang bersamaan. Kugelengkan kepalaku berusaha menghapus ingatanku akan lukisan lukisan yang terpajang di rumahnya. Atau ketika pria itu menciumi lehernya. “Kalau begitu, jangan temui dia lagi.” Ada sedikit nada marah disuaranya yang membuatku mengerutkan kening. “Kenapa? Bukankah bagus memiliki dukungan kepala kepolisian di sisi kita?” tanyaku mulai kesal. Larangan Tomas membuatku makin ingin melakukannya. Sesuatu yang kadang kulakukan tanpa sadar. Seakan semakin ditentang, semakin penasaran aku untuk melakukannya. Kudengar Tomas mendengus pelan sebelum menjawab, “Kita tidak memerlukan dia. Kita baik baik saja selama ini kan?” “Hm..Jika kau ingin memperluas jangkauan organisasi, mau tidak mau kau membutuhkan banyak orang untuk terlibat. Apalagi jika kita ingin menaklukan kota Metro dan organisasi Bones. Perjalanan kita menuju Kota Metro tidak akan bisa dilewati hanya oleh kita berdua.” “Sialan Red!” umpat Tomas. “Sudah kukatakan padamu untuk melupakan Paman Anton. Tidak ada gunanya membalas dendam. Hal itu hanya akan membuatmu terbunuh. Cobalah sekali-sekali, jangan mempertanyakan keputusanku. Walau aku tidak mempunyai darah Salazar tapi aku tetaplah pimpinan dari organisasi. Beri aku sedikit rasa hormat.” “Tepat sekali!!” geramku tertahan. “Kau tidak mempunyai darah Salazar. Aku lah Salazar terakhir di sini dan pembalasan dendam keluargaku akan kudapatkan dengan atau tanpa bantuanmu!” Ucapanku membuat Tomas terdiam. Sekilas kulihat tatapan terluka di matanya membuatku menyesali kata kata yang terlontar dari mulutku. Walau bukan hal besar dan aku tidak pernah mengungkit nya, tapi Tomas sebenarnya bukanlah adik kandungku. Kami malahan tidak ada hubungan darah sama sekali. Pria itu diadopsi oleh Ayahku ketika berumur 5 tahun, setelah seluruh keluarganya terbunuh karena melindungi Ayahku. Jika sekarang Tomas memiliki Ricky. Ayahku dulu memiliki Frank Guiseppe. Frank adalah tangan kanan dan teman baik ayah ketika sedang berkuasa. Jadi ketika Frank dan keluarganya dibantai oleh grup mafia saingan menyisakan anak satu-satunya, ayah dan ibuku sepakat mengangkat Tomas menjadi anak mereka sendiri. Bahkan memberikan nama Salazar padanya. Aku yang tidak memiliki saudara, langsung menerima dan menyayangi  Tomas selayaknya adik sendiri.  Aku mencintainya, bahkan melebihi diriku sendiri. Aku rela mati demi dirinya, karena aku juga tahu bahwa Tomas akan melakukan hal yang sama untukku. Selama ini Tomas adalah rekan ku. Komplotan ku. Karenanya penolakannya untuk membalaskan dendam keluargaku menyulut kemarahanku. Walaupun aku tahu alasannya melarangku mengejar Bones adalah karena dia hanya ingin melindungiku. Menarik perhatian grup mafia besar seperti yang di pimpin Anton ‘Bones’ Vega bukanlah hal bijaksana untuk dilakukan oleh gangster kecil macam Salazar. Bahkan terakhir kudengar, paman kami berhasil menguasai kota Metro. Menjadikan organisasi The Vega, sebagai salah satu keluarga mafia terkuat di negara ini dengan jangkauan koneksi kemana mana. Tapi beda dengan Tomas yang berhati hati dan mencari aman, aku selalu memiliki ambisi besar. Sejak menyaksikan kematian kedua orang tuaku di depan mataku, aku sudah bersumpah. Untuk membalaskan dendam kedua orang tua ku. Menghancurkan The Vega dan mengembalikan kejayaan Salazar. Aku berdiri sambil mendorong meja di hadapanku membuat Tomas melangkah mundur. “Kau sudah melunak sejak adanya Ada-Mae! Asal kau tahu, aku tidak setuju akan hubungan kalian.Aku tidak suka padanya.” Aku beranjak hendak masuk ke dalam ketika Tomas menarik lenganku dan mencengkeramnya. Menghimpit tubuhku ke tembok, mencegahku pergi dari hadapannya. “Red, kau tahu aku pasti akan mengikutimu dan mendukung semua keputusanmu. Aku hanya meminta satu hal padamu… Tolong, pikirkan lagi tentang keinginanmu mengejar Anton Vega. Dan George. Jangan temui lagi pria itu. Dia hanyalah berita buruk.” Ucapnya. Tubuhnya yang hangat menempel pada tubuhku. Wajahku berada tepat di dadanya yang bidang, Bisa kucium sekilas parfum milik Ada-Mae yang berbau manisnya mawar di tubuhnya, membuatku muak. “Lepaskan aku, Tom!”teriakku. Kudorong badan Tomas sekuat tenaga hingga pria itu menyerah dan melepaskanku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN