4. Jaga Tasku, Ice!

1115 Kata
Tomas sudah tidak ada ketika aku terbangun keesokan harinya. Maria, wanita yang bekerja di rumahku, mengatakan bahwa Tomas pergi dijemput Ricky sekitar jam 7 untuk berlatih di ring tinju. Hal yang dilakukan Tomas dan Ricky hampir tiap pagi sejak SMA. Kutanyakan apakah Bastian sudah muncul yang dijawab oleh anggukan wanita itu. Sekilas kulihat kelopak mata kanannya yang hitam dan lebam seolah habis di tonjok. Sadar sedang kuamati, wanita itu menunduk memandangi sepatunya yang berwarna abu abu. “Maria.” Panggilku. “Apa yang terjadi pada wajahmu?” “Ti..tidak apa apa, Nona Salazar. Hanya kecelakaan kecil.” Jawabnya terus menunduk. “Jangan berbohong padaku Maria. Matamu bengkak seperti ada yang habis menghajarmu.” “Ma..maaf kan saya, Nona.” Jawabnya dengan suara gemetaran. “Suamimu kah yang melakukannya?” tanyaku. Bukan pertama kali ini Maria muncul dengan luka luka dan lebam. Kadang di tangannya, kadang di lehernya, beberapa kali di wajahnya “Tulis alamatmu di sini. Sudah saatnya aku menemui pria itu.” Geramku sambil menyodorkan selembar kertas dan pulpen. Pria yang seenaknya melakukan kekerasan pada wanita tidak bisa dibiarkan begitu saja. Tidak peduli kau sekaya atau semiskin apa, setampan atau sejelek apa, sebenar atau sesalah apa, tapi seorang pria tidak sepantaskan memukul wanita. Paling tidak itulah yang diajarkan oleh ayahku kepadaku dan Tomas. Pelan-pelan Maria meraih kertas yang kusodorkan dan menuliskan alamat rumahnya. “Tapi ..saya tidak ingin suami saya terkena masalah. Kurasa dia hanya sedang dalam kondisi stres karena pekerjaannya.” “Kau harus berhenti membela pria macam suamimu. Tidak peduli alasan apa, tidak seharusnya dia memukulmu. Apalagi kau punya 2 orang putri kan? Apa yang terjadi ketika suamimu sudah bosan menjadikanmu sansak tinjunya? Apakah kau kira dia tidak akan memukuli anak anakmu?” ucapku dengan nada meninggi terbawa emosi membuat Maria makin tertunduk takut. “Ma..maaf, Nona.” “Berhenti minta maaf, Maria. Aku bukan marah padamu.” Sahutku menarik nafas berusaha menahan diri agar tidak makin menakuti wanita malang ini. Maria mengangguk sambil menyodorkan kertas berisi alamat rumahnya. Kulipat kertas itu dan kumasukkan ke dalam saku bajuku tepat ketika seseorang berjalan masuk ke ruang makan. Ada-Mae. Dasar wanita jalang!, umpatku dalam hati melihat baju tidur tipis yang di pakai wanita yang dikencani adikku selama beberapa bulan ini. Bisa kulihat dengan jelas lekuk tubuh wanita itu dibalik baju tipisnya, yang entah kenapa makin membuatku marah. Dadanya yang kencang dan padat berayun ketika dirinya menghempaskan tubuhnya di sisi ku. Kupandangi wajah Ada-Mae yang tampak segar padahal tidak memakai make up apapun. Rambut merahnya berkilau tertimpa matahari pagi. Tidak bisa kupungkiri kecantikan wajah wanita itu.Bibirnya yang penuh terlihat seksi ketika dirinya menyapaku. “Selamat pagi.” Ucapnya sambil tersenyum ke arahku. Sebelum kemudian menoleh ke arah Maria. “Maria, bolehkah aku meminta segelas kopi dan roti panggang untuk sarapan?” Suaranya terdengar merdu begaikan sebuah alunan musik. UGHH! “Ada! Maria bukan pembantumu.” bentakku ketus. “Ambil makanan dan minumanmu sendiri!” Ucapanku mengejutkan kedua wanita yang sedang berdiri di dekatku. Baik Maria maupun Ada-Mae sepertinya sedang menahan nafas karena kaget. “Ah..oh..tentu saja..Maafkan aku.” Ucap Ada-Mae buru buru turun dari kursinya dan bergegas mengambil gelas yang kemudian diisinya dengan kopi. Ada sedikit rasa gembira di hatiku melihat wanita itu tunduk padaku. Kupandangi tubuh Ada-Mae yang sedang meraih toples berisi gula dari dalam lemari bagian atas. Tangannya terjulur ke atas membuat rok pendek nya ikut terangkat dan aku bisa melihat kemulusan pantatnya yang putih terbalut celana dalam berendanya. “Cih..tidak bisakah kau berpakaian yang pantas? Banyak pria lalu lalang di rumah ini. Apa yang mereka pikirkan melihatmu berjalan jalan kesana kemari hampir dalam keadaan telanjang?!” Desis ku kearahnya. Ada-Mae menunduk seolah memeriksa pakaiannya. “Tomas yang membelikan pakaian ini. Dan aku ingin dia melihatnya ketika pulang dari Ring nanti.”  Jawabanya membuatku makin muak. Kurang ajar! Gadis ini mempunyai balasan disetiap ucapanku. Kuraih gelas kopi panas yang ada di hadapanku dan kusiramkan ke arah Ada-Mae yang langsung menjerit tepat ketika Tomas dan Ricky berjalan masuk melewati pintu depan. “RED!!” bentak Tomas berjalan menghampiri kekasihnya yang mulai menangis. “Untuk apa kau lakukan itu? Sialan!” lanjutnya sebelum bertanya ke arah kekasihnya. “Ada-Mae.. Apa kau tidak apa apa?” Masih penuh air mata Ada-Mae tidak menjawab dan berlari masuk ke dalam kamarnya yang langsung di kejar oleh Tomas. Ricky terbelalak dengan mulut yang terbuka seolah terhibur melihat apa yang barusan terjadi. Pria itu kemudian tertawa terbahak bahak sambil bertanya, “Apa yang barusan terjadi antara kau dan Ada-Mae?” Aku hanya mengangkat bahuku tidak terlalu peduli sebelum bangkit dari kursiku dan menyeret pria itu keluar. “Ayo, ikut aku. Ada sesuatu yang perlu kukerjakan.” Jawabku. Kuajak Bastian dan Ricky mendatangi alamat yang barusan di tuliskan oleh pelayan rumahku, Maria. Kujelaskan pada mereka apa yang ingin kulakukan pada pria itu sebelum Ricky menyetop ucapanku. “Red, kau sadar alamat ini ada di daerah selatan? Jika kita menyerang salah satu penghuni daerah selatan, Vito pasti akan tidak menyukainya.” Sahut Ricky. “Apakah kau takut pada seorang pria pemukul wanita, Ice?” tanyaku mengejek. “Aku hanya takut jika Boss marah, apakah kau lupa bahwa dia meminta kita untuk tidak macam macam di daerah kekuasaan Vito? Boss tidak ingin ada perang antara Salazar dan Vito.” “Mungkin sudah saatnya Salazar dan Vito berperang. Bagaimana kita bisa melebarkan sayap jika terus terusan dikungkung di utara?” sahutku. “Red, tapi—“ “Sialan Ice!!! Jika aku tahu kau akan menangis dan merengek seperti Ada-Mae, kutinggal kau di rumah tadi. Kau mau ikut aku atau tidak??” selaku mulai kesal. “Bastian? Bagaimana denganmu?” tanyaku ke arah pria kekar yang sedang memegang kemudi. “Kau tahu aku akan bersamamu, Red.” Jawabnya singkat. “Nah..itu baru namanya pria sejati. Ice??” tanyaku lagi ke arah Ricky yang akhirnya menyerah dan mengangguk kan kepalanya sambil mendengus. Kami berdiri di depan pintu apartemen kumuh yang alamatnya tertulis di dalam kertas. Ricky mendekatkan bibirnya ke telingaku. “Tomas akan membunuhku ketika dia mengetahui apa yang kita lakukan, Red.” Bisiknya pasrah. “Jangan khawatir, aku yang bertanggung jawab.” Jawabku sambil mengetuk pintu kayu berwarna coklat kehitaman itu. Terdengar suara langkah ringan mendekati pintu. Seorang gadis berumur mungkin 12 an tahun membukakan pintu untuk kami. Aku tersenyum ke arahnya sedikit membungkuk. “Hei sweatiee, Siapa namamu?” tanyaku. “Irina.” “Ah..nama yang indah sekali.” pujiku. “Irina, apakah ayahmu di rumah?” Gadis itu menatapku dengan mata lebarnya sebelum mengangguk. “Dia lagi tidur.” Bisiknya pelan mungkin takut untuk membangunkannya. “Oh..baiklah, sebaiknya kita jangan membuat keributan kalau begitu. Apakah kau sendirian?” bisik ku balik? Gadis itu menggeleng. “Adikku ada di dalam.” “Bagaimana kalau kau ajak adikmu kemari? Lihat pria yang berambut biru ini??? Dia akan mengajak kalian bermain diluar sebentar. Kudengar dia cukup mahir bercerita. Apakah kau pernah mendengar tentang cerita Robbin Hood?” tanyaku tersenyum. Irina mengangguk sambil mulai tersenyum. “Ahh..tapi cerita kali ini berbeda. Robbin Hood dalam cerita ini adalah seorang wanita. Nah sekarang, cepat panggil adikmu kemari, Irina.” Bisikku sebelum gadis itu berlari masuk dan menggandeng adik perempuannya yang berumur 10 tahun keluar.  Melihat adik Irina menjadikanku kembali teringat akan diriku sendiri ketika Paman Anton menjadikanku yatim piatu dalam waktu semalam. d**a ku kembali merasa panas oleh amarah yang terkumpul di dalam nya selama bertahun tahun. “Ice, jaga mereka. Jangan biarkan mereka masuk sampai kami keluar. Nih, sekalian jaga tas ku.” Ucapku melemparkan tas ku ke ke arah Ricky yang hendak protes tapi sudah tidak terdengar olehku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN