Siena sedang berdiri di depan cermin panjang yang menampakkan pantulan dirinya secara penuh. Dia menatap bayangannya sendiri dengan wajah kesal dan mood yang buruk.
Bagaimana tidak kesal, dia saat ini tengah memakai gaun pesta yang sangat di luar prediksinya. Punggung yang terbuka sampai ke pinggang. Meski ada beberapa tali pengaman, tapi tetap saja dia tidak suka.
Dan jangan lupakan juga belahan tidak manusiawi yang ada di gaunnya. Meski bawahan gaun itu tidak terlalu sempit, tapi tetap saja, saat dia melangkah, sesekali kaki mulusnya itu akan terlihat semua orang.
“b******k! Apa dia sengaja pilihkan aku baju kayak gini. Sialan, kenapa juga aku percaya sama dia,” umpat Siena kesal setelah dia mempercayakan pakaiannya ke Axel.
Ganti baju. Itu adalah pilihan terbaik yang terlintas dari Siena sejak semalam. Tapi Irwan langsung menentangnya, karena dia menyukai pilihan putranya.
“Bu Siena,” panggil seorang pelayan di depan pintu kamar Siena.
“Iya,” jawab Siena tanpa beranjak dari posisinya berdiri saat ini.
“Bu, sudah ditunggu sama bapak dan Pak Axel.”
“Bentar.”
Siena menarik napas panjang. Dia menegakkan punggungnya dan memakai sepatu hak tingginya, yang juga pilihan Axel.
“Ok, ayo kita berangkat. Aku akan buktikan kalo ini gak akan menghancurkan aku, Axel!” gumam Siena yang memilih menerima tantangan Axel.
Siena merapikan rambut panjangnya dan memeriksa make up-nya sebelum dia keluar kamar. Malam ini adalah hari ulang tahun Irwan dan mereka akan mengadakan pesta sederhana di sebuah hotel.
Siena melangkahkan kakinya menuju pintu kamar. Dia menarik napas dalam dan memejamkan matanya sesaat, sebelum dia memutar kenop pintu.
Axel dan Irwan sudah menunggu Siena di ruang tengah. Meski duduk di sofa yang sama, tapi papa dan anak itu, sama sekali tidak bicara sama sekali. Hubungan mereka terlihat sangat jauh meski hubungan genetik mereka sangat dekat.
Axel mengangkat pandangannya saat dia mulai mendengar suara heels yang berbenturan dengan lantai marmer rumahnya. Dia mendapati Siena tengah berjalan ke arah dua pria titisan iblis itu.
Mata Axel kehilangan kemampuannya untuk berkedip. Dia sangat kaget saat melihat Siena ternyata benar-benar memakai gaun pilihannya.
“b*****t! Kenapa dia cantik banget!” umpat Axel dalam hati mengagumi penampilan Siena yang sama sekali di luar prediksinya.
Axel mengira Siena tidak akan memakai baju yang dia pilihkan. Dia sengaja memilih pakaian terbuka nan seksi yang sangat bertentangan dengan gaya penampilan Siena yang sederhana.
Bukan hanya Axel yang terpana melihat penampilan berani Siena. Leo dan Bima yang akan mengantarkan para atasan mereka itu pun ikut takjub dan memuji penampilan Siena meski dalam hati.
Irwan melihat ke arah istrinya yang saat ini sudah ada di hadapannya.
“Baju ini bagus. Pas buat kamu,” puji Irwan.
“Tentu saja. Kan baju ini pilihan Axel,” jawab Siena sambil menoleh ke arah anak tirinya di akhir kalimat.
Axel tersenyum getir sambil mengangguk. “Iya. Aku pikir kamu gak akan pake baju itu.”
“Kenapa gak dipake. Kan ini baju pilihan kamu,” jawab Siena membalas senyum Axel, menunjukkan kalau dia bukan wanita lemah seperti dulu.
“Baju ini emang bagus banget. Oh ya, ayo kita berangkat,” ajak Irwan.
Mendengar ucapan Irwan, Leo segera maju dan mengambil alih kursi roda mantan atasannya. Dia akan mendorong kursi itu dan mengantarkan mereka ke tempat pesta.
Axel masih berdiri di tempatnya. Dia masih tidak percaya kalau Siena akan memakai baju super terbukanya itu.
Punggung mulus Siena kini terpampang di depan Axel. Rambut panjang wanita cantik itu dibiarkan terurai bebas, yang akan menutupi punggung itu meski tidak sempurna.
“Pak,” panggil Bima.
Tanpa menjawab, Axel kemudian segera berjalan menyusul Irwan dan Siena. Dia masuk ke dalam mobilnya sendiri dan mereka pun beriringan menuju ke tempat pesta.
Siena memilih melemparkan pandangannya ke luar mobil. Dia malas bicara karena mood-nya masih rusak.
“Kenapa kamu gak bilang kalo bajunya terbuka. Apa kamu mau ngerayu Axel?” ucap Irwan tiba-tiba.
Siena melirik sebentar lalu kembali melihat ke luar. “Kan aku udah bilang. Kamu aja yang gak percaya dan lebih percaya sama Axel.”
“Seharusnya kamu bisa mikir, apa baju itu pantes dipake ato gak.” Irwan masih menyalahkan Siena.
Siena menoleh dan menatap sinis ke arah suami palsunya. “Seharusnya kamu marahi Axel. Kenapa dia bisa gak sopan ke ibunya dengan memilihkan baju kayak gini.”
“Dan kamu pak tua, harusnya kamu bisa tau gimana liciknya anakmu itu ke aku!” lanjut Siena geram pada Irwan.
“Jangan kurang ajar kamu, Siena. Kalo kamu punya harga diri, harusnya kamu gak pake baju itu.”
“Ck! Harga diri. Apa aku masih punya harga diri. Bukannya harga diriku udah aku jual di rumah sakit,” jawab Siena sedikit menertawakan dirinya sendiri.
“Itu kar—“
“Kita sudah hampir sampai, Pak. Saya harap Bapak bisa mengontrol emosi,” potong Irwan yang tidak suka melihat Irwan menyalahkan Siena karena kesalahan Axel.
Irwan mendengus kesal. Dia kini ikut melihat ke arah luar, menahan kesal atas penampilan wanita di sampingnya.
Kini akhirnya mobil yang dinaiki Siena dan Irwan tiba di depan lobi hotel. Di belakangnya, ada mobil Axel yang sejak tadi membuntuti mobil Irwan.
Para asisten dengan sigap segera membukakan pintu mobil, agar atasannya bisa turun.
“Saya siapkan kursi rodanya, Pak?” tanya Leo pada Irwan.
“Gak usah. Aku jalan aja. Ntar anak nakal itu seneng kalo tau aku sakit,” jawab Irwan pelan yang kemudian menyapa para awak berita yang meliput acara ulang tahunnya dengan senyuman dan lambaian tangan.
“Pak Irwan, selamat ulang tahun, Pak,” pekik salah satu wartawan di depan lobi.
“Iya, makasih. Makasih ya. Nanti semua bisa makan di restoran hotel,” ucap Irwan yang ingin dikenal sebagai pengusaha yang murah hati.
“Makasih, Pak,” sorak para wartawan yang memang sudah tahu kebiasaan ini.
“Pak Irwan, foto dulu Pak sama keluarganya,” pinta salah satu wartawan.
“Oh iya, bentar.”
Irwan memberi kode pada Siena dan Axel agar mendekat. Tentu saja mereka harus terlihat sebagai keluarga bahagia di depan publik.
Irwan berdiri di tengah, sedikit di depan Siena dan Axel yang kini sudah mengapit pria paruh baya itu.
“Pak, apa ini putranya Pak Irwan?” tanya salah seorang wartawan saat melihat Axel.
Irwan menoleh ke Axel lalu menepuk pundak pria tinggi itu. Dia kemudian senyum kembali ke arah para wartawan.
“Iya, dia anak saya. Axel,” jawab Irwan dengan bangga memperkenalkan putranya.
“Apa dia yang akan gantikan Bapak?”
“Iya. Tapi untuk pemberitahuan pastinya nanti aja ya.”
“Maaf, Pak Irwan dan keluarga harus masuk ke dalam,” ucap Leo berusaha mengakhiri wawancara singkat itu.
“Bentar, Pak. Kita foto bentar. Tolong lebih dekat ke Pak Irwan, Bu,” pinta para wartawan.
Mendengar permintaan iti, Siena pun sedikit bergeser mendekati Irwan. Pandangan Siena lurus ke depan berusaha untuk senyum manis yang bahagia.
Namun baru saja Siena mengembangkan senyum palsunya, tiba-tiba senyum itu menghilang lagi. Siena menoleh ke arah Axel yang berdiri di sampingnya dan sedang mengukir senyum tipis ke arah wartawan.
“Axel,” ucap Siena lirih.