Hari itu pun datang, Dendi maupun Sahda sudah bersiap untuk berbulan madu. Sebelum pergi Sahda menemui Ibunda tercinta serta anak kesayangan nya itu, Sahda menggendong nya dan mencium kening Azkia.
“Nak jangan nakal ya, jangan sampai membuat Nena mu lelah. Kamu anak Shalihah, anak baik dan penurut. Umi dan Abi sayang kamu, maaf kalau kami tidak bisa mengajak mu pergi.” ucapnya sembari mencium kening Azkia, air matanya terlihat memenuhi kelopak mata nya yang indah itu.
“Gak usah sedih, dua minggu itu sebentar kok.” ujar Risna kepada sang anak, “Disana juga kan kamu beribadah bersama dengan suami mu,” sambung Risna kembali.
“Sahda hanya takut Umma kelelahan,”
“Tidak, disini kan ada Bi Siti. Lagipula Adi dan istrinya pasti datang untuk menengok Azkia,” balas Risna kembali, Risna memberikan senyuman kepada Sahda. Sahda pun membalas senyuman yang diberikan Risna, lalu menyimpan kembali Azkia kedalam Box kayu berwarna putih itu.
Sahda berjalan menghampiri ibunya, ia memandangi wajah sang ibu yang kini terlihat semakin pucat. Air mata nya kembali menetes, “Umma, nanti Sahda telpon Umma kalau sudah sampai.”
“Iya sayang, jangan bersedih. Di sana kan kamu harus memberikan kebahagiaan untuk suami mu, lagipula dua minggu bukan waktu yang lama untuk kalian berduaan.” terang Risna kembali, Sahda mengangguk lalu memeluk Risna dan mencium kening Risna dengan waktu yang cukup lama. Sahda juga mengecup punggung tangan milik Risna, “Umma, doakan Sahda dan Mas Dendi ya agar selamat sampai tujuan.” ucap Sahda kembali, Risna menganggukkan kepalanya.
Tak begitu lama, Dendi bergantian mencium kening Risna dan mencium punggung tangan Risna. Dendi memang menantu idaman setiap mertua, siapa yang memilikinya pasti akan merasa bangga.
“Umma, maaf Dendi dan Sahda merepotkan Umma.”
“Enggak, malah Umma senang kalian bisa pergi berduaan.” jawab Risna, “Jangan lupa untuk mampir ke rumah Umi mu, minta juga restu padanya.” susul Risna kembali.
“Baik Umma, Ya sudah Dendi dan Sahda berangkat sekarang ya. Kebetulan pesawat nya berangkat tepat waktu,” ucap Dendi, Risna mengangguk dan memberikan senyuman. Ia pun mengantar anak serta menantunya sampai masuk kedalam mobil, dan saat Sahda dan Dendi akan masuk kedalam mobil. Sosok Una dan Daud memanggilnya dari dalam mobil lainnya, “Sayang ku.. “ Sahda pun tersenyum melihat kedatangan mereka.
“Maaf Umi telat,” ucap Una, ia memeluk Sahda dan mengecup kening Sahda. Daud pun memeluk keduanya, dan mengecup kening keduanya.
“Semoga kalian bahagia selamanya,” ucap Una kembali.
“Terimakasih Umi Abi,” jawab Sahda sembari tersenyum.
“Sama-sama Sayang, oh Iya nanti pulang dari sana bawa kabar gembira ya!” seru Daud yang terlihat menggoda kedua pengantin baru itu.
“Aamiin Allahuma Aamiin..”
“Umma, Abi.” panggil Sahda dengan lirih, mereka menoleh kearah Sahda bersama-sama.
“Bolehkah Sahda meminta tolong?” tanya Sahda menyusul.
“Boleh sayang,”
“Citra katanyae mau menginap, tapi malam Citra mengabari kalau anaknya sakit.”
“Iya, mendadak sekali. Tapi nanti katanya kalau sudah agak mendingan Citra mau kemari,” Jawab Una.
“Baik kalau begitu,” Jawab Sahda, wajahnya terlihat sangat mengkhawatirkan Umma nya. Una pun tersenyum dan mengusap wajah mantan menantunya itu, “Sayang, Umi dan Abi kesini mau jemput Umma mu dan Azkia. Kalau Umma mu tidak mau, Umi akan memaksa nya.” tutur Una sembari menatap kearah Risna.
“Ya Allah Umi, nanti Saya malah merepotkan Umi dan orang-orang disana.”
“Ya Ora Opo-opo toh,”
“Baiklah kalau begitu, nanti saya ajak Bi siti juga gak apa-apa ya?” tanya Risna.
“Iya gak apa-apa, ajak saja.” ujar Una kembali.
Sahda menarik napasnya lalu membuangnya dengan sangat ringan, “Sahda merasa tenang kalau begini,” ucap Sahda.
“Ya sudah Ayo pergi, nanti ketinggalan pesawat lagi.” ucap Una, Sahda memeluk nya kembali lalu masuk kedalam mobil. Saat mobil itu mulai melaju, mereka melambaikan tangannya bersama-sama. Sahda tersenyum namun air mata kebahagiaan terlihat menetes kembali.
“Sayang...” Dendi menatapnya sembari menarik tangannya, “Jangan bersedih ya, kita kan pergi cuma sebentar.”
“Aku gak sedih, cuma khawatir aja mau ninggalin Umma sendirian sama Bayi baru lahir. Tapi..”
“Tapi apa?” tanya Dendi.
“Tapi kekhawatiran itu hilang saat Umi Una dan Abi Daud datang,” ucap Sahda sembari menatap wajah suaminya, “Makasih ya Mas udah kabari Umi dan Abi, aku tahu ke khawatiran Mas melebihi ke khawatiran yang aku miliki.” ucap Sahda kembali.
Dendi tersenyum lalu merangkul istrinya, “Aku sangat mencintai kamu sayang, aku gak bisa lihat kamu khawatir ataupun bersedih.” ucap Dendi.
“Makasih ya Mas, Makasih udah membuat Sahda begitu berarti di dalam kehidupan Mas.” Sahda memeluk Dendi, sang supir yang mengantarkan mereka begitu bahagia melihat kisah cinta yang di tunjukkan oleh mereka itu.
Ya Dendi memang sangat mencintai sosok Sahda, mungkin Tuhan menggantikan segala kerisauan Sahda terdahulu melalui cinta yang diberikan oleh Dendi, pernikahan mereka begitu sangat romantis. Mereka begitu sangat mencintai satu sama lain.
Di tempat lain, Fathur sedang terdiam di balik jeruji besi. Ia sangat menyesal dengan apa yang telah di lakukan olehnya, ia selalu berdoa agar Tuhan mau mengampuni dirinya.
“Saudara Fathurrochman..” seseorang petugas memanggilnya.
“Iya Pa,” jawab Fathur dari dalam penjara, petugas itupun membukakan pintu sel untuk Fathur. Lalu berbicara, “Seseorang datang untuk menengok mu, dia datang bersama dengan pengacara yang sudah di tunjuk oleh Abi mu.” sambungnya kembali, Fathur menganggukkan kepalanya. Lalu berjalan di dampingi oleh petugas tersebut, wajah Fathur terlihat lesu, badan nya pun terlihat lebih kurus kembali.
Saat Fathur berjalan, dari kejauhan terlihat seseorang yang sangat dikenal oleh Fathur. Ia tersenyum menatap wajah Fathur, “Mas Andi..” Panggil Fathur, ia memeluk Andi dengan wajah yang terlihat sangat bahagia.
“Tur, apa kabar?” tanya Andi.
“Baik-baik Mas, seperti yang Mas lihat. Fathur sehat,” jawab Fathur dengan wajah yang terlihat menunjukkan senyuman lebar nya.
“Alhamdulillah, Syukron kalau sehat. Tapi kamu terlihat kurus Tur,” jawab Andi.
“Iya namanya di dalam dingin Mas, gak ada kasur hanya tikar. Tapi gak apa-apa Mas disyukuri saja, mungkin dengan ini Tuhan mengampuni Fathur.” jawab Fathur kembali.
“Sabar ya Tur, Mas janji akan lebih sering menemui mu.” jawab Andi kembali, “Oh iya kenalin Tur ini Pak Wijaya, beliau pengacara yang di sewa Dendi juga Sahda untuk mendampingi mu.” ucap Andi.
“Fathur Pak..”
“Wijaya..” sahut Pengacara tersebut, “Silahkan duduk Pak Fathur,” pinta pengacara tersebut.
“Terimakasih Pak..”
“Pak Fathur, Nyonya Sahda dan ibunya sudah mencabut laporan nya.” ucap Wijaya, “Mengapa Anda menolak nya?” tanya Wijaya.
“Karena semua perbuatan harus ada pertanggung jawaban nya Pak, lagipula Abi saya tidak mencabut laporan nya.” jawab Fathur.
“Ya Pak, Abi Daud lah yang melaporkan Fathur disini.”
“Tapi bukan nya Pak Daud kemarin datang kemari?” tanya Wijaya.
“Ya datang hanya menengok saya Pak, saya juga tidak meminta Abi untuk mencabut laporan nya. Dengan Abi dan Umi memaafkan serta mengampuni saya saja, bagi saya sudah sangat cukup.” jelas Fathur.
“Jadi saya harus bagaimana Pak Fathur? Apakah Pak Fathur mau tetap saya dampingi?” tanya Wijaya.
“Saya siap di dampingi oleh Bapak, hanya saja Bapak tidak perlu membela saya. Saya hanya ingin Hakim mengetahui keadaan sebenarnya,” ucap Fathur, “Saya siap di hukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku Pak,” ucap Fathur kembali.
“Saya ingin menebus semua kesalahan saya terhadap semuanya, termasuk kepada diri saya sendiri.” ujar Fathur.
“Baiklah kalau begitu, sidang pertama akan di gelar satu minggu lagi.” tutur Wijaya kembali, Fathur mengangguk serta memberikan senyuman.
“InshaAllah saya siap pak.”
“Baiklah kalau begitu, Pak Fathur jangan abaikan kesehatan. Semua akan berjalan dengan baik, semoga Pak Fathur selalu dalam lindungan Tuhan.” ucap Wijaya sembari menepuk bahu Fathur, Fathur tersenyum.
“Sebelumnya ucapkan terimakasih saya terhadap Dendi juga Mantan istri saya,” Fathur tersenyum, “Buat Mas juga, maafkan saya ya Mas. Makasih udah jenguk Fathuy disini.” Andi beranjak lalu memeluk Fathur dan sesi pertemuan ini sudah habis, seorang petugas kembali membawa Fathur.
Andi begitu sedih saat melihat punggung milik Fathur, air matanya mengalir tak henti. Bagaimana pun ia sangat menyayangi adik nya itu, apalagi Fathur dan Andi hidup bersama sedari kecil.
“Thur, sabar ya. Semoga dengan ini kehidupan mu semakin membaik,” ucapnya dalam hati, “Abi dan Umi juga Mas Andi tidak pernah membenci dirimu Thur,” ucapnya kembali, Andi menundukkan pandangan nya dan Sosok Wijaya mengerti dengan keadaan Andi.
“Hakim dan Jaksa akan mengurangi masa Tahanan nya, mengapa? Karena mereka tahu Fathur tulus dalam mengakui kesalahannya, apalagi Nyonya Sahda dan Tuan Dendi sudah memberikan pernyataan bahwa mereka tidak mau melanjutkan proses hukum.” jelas Wijaya.
“Tetap saja Abi tidak mencabut laporan nya,”
“Mungkin Abi mu hanya ingin memberikan Fathur sedikit pelajaran agar tidak lagi mengulangi kesalahan..”
“Ya, benar apa kata Pak Wijaya.”
“Ya sudah mari kita pulang pak,”