Chapter 10

1051 Kata
Davian POV Kenapa aku malah terus tersenyum setiap kali memikirkan gadis gila itu ya? Benar-benar ajaib, bahkan semalam setelah aku melakukan panggilan video dengannya, mataku langsung mengantuk dan akhirnya aku tertidur sampai pagi dengan begitu pulas. Pagi ini aku sangat bersemangat. Aku mengenakan pakaian terbaikku, entahlah tapi aku memang selalu terlihat rapi, hanya saja hari ini aku akan menemui gadis psikolog itu. Mendadak aku malah salah tingkah. Aku sudah mengobrak-abrik isi lemari, untuk mencari pakaian yang sesuai. Alhasil kamarku pun sampai berantakan di penuhi baju-baju yang berserakan. Hm, sudah lama aku tidak merasa bersemangat seperti ini, kalau di pikir-pikir lucu juga. Apa pertemuanku dengannya adalah takdir? Saat itu dia terlihat sedang frustasi. Mungkin saja dia sedang patah hati. Pasti karena mantan kekasihnya berselingkuh. Kasihan sekali dia, walaupun aku sendiri sempat berganti-ganti pacar, tapi untuk selingkuh, itu sama sekali bukan gayaku. Setelah penampilanku cukup rapi, aku segera mengambil kunci mobilku, saat aku keluar kamar, kebetulan ada asisten rumah tangga yang sudah bersiap untuk membereskan kamarku. Ya, aku tinggal sendirian di temani seorang wanita paruh baya yaitu Bibi Mey dan beberapa pelayan lainnya. Mereka sudah cukup lama mengabdi di rumah peninggalan orang tuaku ini. Kedua orang tuaku mengalami kecelakaan saat aku masih berusia sepuluh tahun. Mereka meninggalkanku beberapa aset berharga. Salah satunya rumah ini dan juga perusahaan yang aku kelola. Karena itu, aku belakangan mengalami stress karena waktuku ku habiskan untuk mengurusi perusahaan tersebut. Sampai-sampai aku lupa, bahwa aku juga butuh waktu untuk sekedar melemaskan saraf otakku yang terus menegang. AUTHOR POV "Bi, tolong rapihkan tempat tidurku, tadi aku mencari pakaian. Maaf Bi, agak berantakan." Dave berbisik sambil tercengir kepada asisten rumah tangganya. Hingga Bibi Mey pun menggelengkan kepala, saat melihat kamar tuan mudanya. "Ya Tuhan, Apa yang Tuan muda cari, sampai semua isi lemari di keluarkan?" tanya Bibi Mey. "Bukan apa-apa, sudah ketemu. Lihatlah, Bi. Bagaimana penampilanku hari ini? Tampan tidak?" Bibi Mey hanya tersenyum sambil mengangkat dua ibu jarinya, "tentu saja, perfect!" Davian tertawa senang. "Terima kasih, Bi. Kalau begitu, aku pamit ya," "Baik, hati-hati, Tuan muda," Dengan perasaan gembira. Dave masuk ke dalam mobilnya, ia mengendara menuju rumah Athanasia. Tentu saja, semalam Davian sudah diberitahu alamat rumah Atha, karena sesuai permintaannya, ia akan menjemput Atha, mengantarnya ke tempat praktek. Sebelum ke rumah Atha, Dave sengaja mampir ke sebuah toko bunga. Ia membeli seikat bunga mawar putih, pikirnya sedikit hadiah sebagai tanda memulai semuanya. Dave tersenyum sambil menghirup aroma bunga tersebut. "Dengan begini, apa dia masih bisa menghindari ku?" gumam Dave, ia menaruh bunga itu. Lalu mulai mengendara lagi. Di kamarnya, Atha masih berdandan. Ia memberikan riasan secukupnya, seperti biasa. Sebenarnya mau di apakan juga, wajah cantiknya tetap tidak berubah, Athanasia adalah gadis yang mempesona. Tak ayal, William sebagai mantan kekasihnya, mungkin menganggap Atha sebagai mantan terindah untuknya. Kebalikan dari Dave, semalaman Atha malah tidak dapat tidur dengan nyenyak. Ia terus kepikiran ucapan Dave, permintaan aneh Davian yang sampai saat ini belum dapat ia pahami. Atha masih ragu, apa memang Dave bersungguh-sungguh akan menjemput antar dirinya mulai hari ini? Lalu, permintaan Dave untuk selalu berdekatan dengan Atha, menurutnya sangat membingungkan. Bagaimana bisa keduanya terus berdekatan, padahal mereka baru saja saling kenal. Kenapa kesannya malah seolah mereka sedang berpacaran saja, batin Atha. Tak ingin ambil pusing, Atha lebih memilih untuk menuruti saja keinginan Dave. Toh, ia memang memiliki hutang budi pada pria itu. Dave sudah dua kali membantunya, bahkan Atha secara lancang mencium pipi Dave, hal itu yang membuat Atha merasa tidak enak kalau menolak permintaan Dave. Terlebih lagi, Dave memang mengalami gangguan kecemasan yang berlebih, dalam ilmu psikologi biasa disebut Generalized anxiety disorder (GAD). Atha terkesiap, saat mendengar suara klakson mobil berulang. "Apakah itu dia? Ah, jadi dia bersungguh-sungguh?" Atha menggigit ujung kukunya, ia tidak menyangka bahwa Dave benar akan menjemputnya, padahal ia kira itu bukanlah ucapan serius Dave. "Sayang, di depan ada seorang pria tampan yang mencari mu, siapa dia, Sayang?" Mamanya baru saja masuk ke kamar Atha, dengan raut wajah bahagia. "Atha, jangan bilang dia adalah pacar barumu?" tanya Zhang Wei penuh harap. Atha secepatnya menggeleng, "bukan siapa-siapa kok, dia adalah klien pertamaku, dan hari ini aku ada janji akan membahas masalah gangguan yang ia alami. Hanya itu, Ma," sahut Atha. Zhang Wei tersenyum, "oh, jadi begitu. Baiklah, segera temui dia, kasihan kalau terlalu lama menunggu," "Iya, Ma, aku juga sudah selesai." Atha langsung menemui Dave yang sedang duduk di ruang tamu. Saat ia menuruni anak tangga, Dave tak sengaja menangkap wajah Atha yang begitu cantik. Entah sejak kapan Dave merasakan terpesona dengan kecantikan Athanasia. Hingga ia tertegun untuk beberapa saat. "Tuan Dave," sapa Atha sambil tersenyum tipis. Zhang Wei memperhatikan wajah bengong Dave, sampai tidak sengaja tertawa kecil. Dave pun terkesiap, ia segera sadar dari lamunannya. "Ah, maaf Nyonya, saya tidak sopan," tutur Dave pada Zhang Wei. "Tidak apa-apa, kamu begitu sopan. Jadi namamu, Davian?" tanya Zhang Wei. "Benar, saya Davian." Atha hanya terus memasang senyum, hingga Dave sesekali mencuri pandang, membuat Zhang Wei lagi-lagi menyembunyikan tawanya, karena tidak ingin membuat Davian malu. "Kalau begitu, apa kita bisa berangkat sekarang, Tuan?" Atha bertanya pada Davian, dan pria itupun mengangguk, "tentu saja, Nyonya, saya pamit," Zhang Wei pun ikut mengangguk, "iya, kalian hati-hati ya," Tak lupa Atha mengecup kedua pipi mamanya secara bergantian setelah itu ia melambaikan tangan. "Atha berangkat, Ma." Keduanya segera memasuki mobil. Atha terkejut saat membuka pintu mobil, ia melihat seikat bunga mawar putih yang tergeletak di atas kursi mobil. "Tuan, ini bunga siapa?" tanya Atha. Dave tersenyum sambil memegangi pintu mobil. "Untukmu, Nona." Atha lagi-lagi terkejut, "untukku?" Dave mengangguk, "ambillah, aku sengaja membelinya dulu tadi. Anggap saja itu sebagai perkenalan dariku, terima kasih karena kamu tidak keberatan, aku menjemputmu dan mengikuti keseharian mu," Atha berdebar-debar mendengar ucapan Dave. Kenapa setiap ucapan Dave itu seolah memberikan perhatian yang berlebih bagi Atha, ia tidak mau sampai salah memahami semuanya. "Hm, terima kasih, Tuan Dave. Sebenarnya tidak perlu seperti ini. Bukannya ini merepotkan mu," Dave menggeleng, "sama sekali tidak, ia pun masuk ke dalam mobil. "Masuklah, Nona," ajaknya. Atha pun mengambil bunga tersebut, lalu masuk ke dalam mobil, ia tersenyum lalu menghirup aroma bunga mawar putih yang sejujurnya adalah bunga favoritnya. "Terima kasih, aku sangat suka mawar putih," "Benarkah? Kalau begitu setiap hari akan ku bawakan bunga mawar putih untukmu, Nona." Atha secepatnya menggeleng, "tidak, bukan begitu maksudku," Dave hanya tersenyum lalu mulai menyalakan mesin mobilnya. __________________ Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN