Chapter 11

1141 Kata
Sesampainya di kantor Atha. Dave bergegas membukakan pintu mobilnya untuk Atha. Gadis itu hanya tersenyum tipis, sikap Dave begitu manis. Sampai-sampai, ia hampir salah paham, secepatnya ia membuang pikiran tersebut. Atha sudah memutuskan, untuk tidak dengan mudah membuka hatinya lagi. Rasa kecewanya terhadap William masih belum sepenuhnya hilang. Ia masih belum siap, menerima cinta yang lain di hatinya. Dave mempersilahkan Atha berjalan lebih dulu, setelah itu ia mengikuti Atha dari belakang. Saat keduanya sampai di lobby ruangan kantor Atha. Ada seorang pria sedang duduk sendirian. "Ya Tuhan, itukan...," Atha menutup mulutnya, ia langsung berbalik dan menggandeng tangan Dave. Sehingga membuat Dave terkejut. "Ada apa?" Atha menghela napas berat, "kamu lihat, dia adalah pria yang waktu itu. Aku tidak mau bertemu dengannya, dia pasti ingin membuat masalah seperti kemarin," ujarnya. "Bukankah itu mantan kekasihmu?" tanya Dave. "Aku tidak mau membahas siapa dia. Tuan Dave, tolong aku, kumohon...," Dave mengerutkan kening, "kamu mau aku menolong mu dengan cara bagaimana?" Atha mendekatkan wajahnya, lalu berbisik. "Berpura-pura menjadi tunangan ku, itu saja. Karena kemarin kita sudah terlanjur berkata seperti itu," Dave malah ingin tertawa. "Hm, bagaimana ini, padahal kamu belum melunasi hutang kemarin. Lalu sekarang, malah ingin menambah hutang lagi?" Atha mendengus. "Ayolah, Tuan Dave, kumohon. Tolonglah," Dave sejujurnya hanya ingin meledek Atha saja. Padahal tanpa diminta pun, Dave akan tetap membantu Atha dengan senang hati. "Baiklah, tapi berarti hutangmu bertambah. Oke? Deal?" Atha ragu-ragu, tapi William tidak boleh dibiarkan mendekatinya terus, batin Atha. "Baiklah, aku setuju." Dave tersenyum senang lalu menggandeng tangan Atha. "Ayo, Sayang, kita bereskan semuanya," "Sa-sayang?" Atha membulatkan matanya, lagi-lagi Dave berakting berlebihan. Sampai membuat Atha berdebar-debar. Dengan senyuman yang mengembang. Dave menggandeng tangan Atha, hingga keduanya berdiri di hadapan William yang masih duduk tertunduk, seperti orang yang sedang putus asa. "Atha?" William terkejut, saat melihat Atha sedang bergandengan dengan Dave. "Mau apa lagi kamu kesini?" Atha sama sekali tidak menatap wajah pria yang pernah mengisi relung hatinya itu. Dave terlihat santai, sambil terus menggenggam telapak tangan Atha, sedangkan William, dia sudah tau bahwa gadis yang ia cintai itu, tidak akan pernah memaafkannya. "Atha, maafkan aku. Aku kesini bukan ingin mengganggumu, aku hanya ingin memberikan ini. Ini adalah hadiah yang sudah aku persiapkan sebelum semua bencana ini terjadi. Bencana yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Maafkan aku, sumpah aku tidak pernah berniat melukaimu, mengkhianatimu. Atha, sungguh...," William menyodorkan kotak kecil, entah apa isinya, yang jelas Atha menolak pemberian itu. "Aku tidak dapat menerimanya, sudahlah. Ini semua memang sudah takdir-Nya. Aku dan kamu, sudah berakhir, Wil." Atha merasakan matanya pedih, lukanya kembali terbuka. Kedatangan William hanya membuat ingatan itu kembali lagi. Atha ingin menangis, Dave memperhatikan bulir hangat yang sebentar lagi akan membasahi pipi gadis di sebelahnya. Dave menggenggam bahu Atha, berusaha menguatkan gadis itu. "Sebaiknya anda pergi. Simpan saja hadiah itu, lagipula anda dapat mendengar perkataan Atha tadi kan? Dia sama sekali tidak mau menerimanya," tutur Dave. Atha menghapus cepat air matanya, lalu ia menatap William, mengumpulkan seluruh keberaniannya. "Wil, jangan pernah temui aku lagi. Aku sudah ikhlas dengan hubungan kita dulu. Mungkin, kamu dan aku memang tidak berjodoh. Apapun yang terjadi padamu dan istrimu, entah itu kamu dijebak atau apapun itu. Intinya, bayi yang ada di dalam kandungan wanita itu adalah anakmu, kan?" William terdiam, ia membisu tidak dapat menjawabnya. Kenyataannya memang itu adalah bayi William dan Emily. Atha tersenyum pahit, "sudahlah, Wil. Tidak perlu dijawab, aku dapat mengetahui jawaban itu dari sorot matamu, aku ucapkan selamat, William Jiazhen, aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu, sekarang lebih baik kamu tinggalkan tempat ini." Atha langsung masuk ke dalam ruangannya, begitupun dengan Dave yang mengikuti dari belakang. Sedangkan William tersungkur sambil memegangi kotak cincin. Cincin tersebut sengaja ia siapkan, ia sudah berencana akan segera melamar Atha saat kembali nanti. Dan sekarang semuanya sudah tidak mungkin. "Atha, maafkan aku." Di dalam ruangan kerjanya, Atha kembali menangis. Tidak dapat ia tutupi kesedihan yang sedang menyelimutinya. Dadanya sesak, sakit itu hadir lagi. Kedatangan William hanya membuatnya semakin sulit menyembuhkan luka yang belum mengering. Dave mendekat ke hadapan Atha, ia mengambil selembar sapu tangan, lalu memberikannya kepada gadis yang saat ini sedang terisak. Seolah hatinya sangat sakit, hingga Dave sendiri penasaran, seperti apa hubungan Atha dan William dahulu? Kenapa, Atha sampai sebegitu sedihnya. Atha menatap Dave dengan mata nanar. Bibirnya bergetar, menandakan tangisnya yang begitu menyakitkan. "Terima kasih, maafkan aku, Tuan Dave, karena harus melibatkan mu lagi dalam masalah pribadiku, tidakkah aku ini terlihat bodoh? Seorang psikolog malah menangisi nasibnya seperti anak kecil. Apakah Tuan tidak mau mencari psikolog yang lain? Aku tidak pantas, aku gagal." Atha menyentuh dadanya, dengan air mata yang masih berderai. Hatinya begitu sakit, mengingat ucapan William yang terdiam. Saat ia bertanya bahwa anak yang ada di dalam kandungan wanita terebut memang benar anaknya. Dave membuang napas perlahan, lalu ia maju selangkah. Di peluknya tubuh Atha, hingga gadis itupun kaget. "Tuan," "Menangis lah, keluarkan semuanya. Berjanjilah pada dirimu sendiri, bahwa setelah ini kamu tidak akan terluka lagi. Jangan menangisi sesuatu yang tak pantas kamu tangisi. Mungkin saja ini cara Tuhan, menunjukkan mana yang pantas untukmu, dan mana yang tidak." Perkataan Davian malah membuat tangisnya pecah. Ia tidak dapat menahan semuanya. Hatinya terluka begitu dalam. Mendadak bayangan saat dulu kebersamaannya dengan William datang lagi, terbayang lagi di pelupuk matanya. Senyuman William ketika pertama kali mengatakan cinta padanya, dan dengan tersipu ia langsung menerima cinta pria itu. Atha, ingin menjerit sekerasnya. Mengutuk hatinya yang begitu rapuh dan lemah. Kenapa sampai saat ini bayangan itu belum juga hilang. Ia menangis di pelukan Davian. Pria itu hanya terdiam, memasang badannya dan berdiri tegap menumpu tubuh lemah Atha yang masih terisak pedih. "Menangis lah, setelah itu lupakan semuanya. Dia tidak pantas kau tangisi lagi, jangan sampai kesedihanmu terus berlarut-larut. Ada banyak cara Tuhan memperkenalkan cinta untukmu, dan bukan dia satu-satunya yang dapat kamu banggakan, setelah ia menorehkan luka yang dalam di hatimu, itu tandanya bukan lagi dia yang pantas kau pertahankan. Lalu segera sudahi perih yang menyiksamu. Percayalah akan selalu ada pelangi setelah hujan." Atha menghentikan tangisannya. Ia menengadah, menatap kedua mata Davian. Pria itu, kenapa bisa mengeluarkan perkataan yang begitu bijaksana. Lalu, Atha merasa semua ucapan Davian seperti penyembuh baginya. Kesedihannya perlahan memudar, seiring perkataan Davian yang mulai terngiang-ngiang di telinganya. "Kenapa? Apa aku salah bicara?" Atha menghapus air matanya, memperbaiki posisinya, "tidak, kata-kata Tuan Dave seperti penyembuh luka di hatiku, terima kasih karena ucapan mu yang begitu bijaksana. Telah membuka mata hatiku, agar tidak terus terpuruk dalam kesedihan." Dave tersenyum kemudian mengusap puncak kepala Atha, "gadis pintar, kalau begitu silahkan bekerja. Aku akan duduk dan memperhatikanmu dari kursi ini," Atha tertawa kecil, "baiklah, jadi Tuan Dave benar ingin memperhatikanku seharian? Tidakkah kamu nantinya akan merasa bosan." Dave mengedikan bahunya, "aku akan pergi, kalau aku hampir mati karena kebosanan," Atha lagi-lagi tertawa, "baiklah, jangan salahkan aku, kalau sebentar lagi kamu merasa bosan." 'Aku bahkan ingin terus menatap wajahmu. Nona, kenapa aku merasa tertarik, begitu tertarik padamu,'
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN