Kaivan membawa Aluna dalam ciuman panjang. Ciumannya kali ini begitu lembut tanpa adanya paksaan. Aluna pun mengikuti alur ciuman Kaivan dengan pasrah bahkan menikmatinya. Kaivan mengambil jarak membuat tautan bibirnya dan Aluan terlepas, menciptakan benang saliva yang terhubung di antara keduanya. Aluna membuka mata yang sebelumnya terpejam kala ia dengan sukarela menikmati ciuman yang Kaivan berikan. Ia pun hanya menunduk tak berani menatap Kaivan di mana degup jantungnya masih saja tak karuan. Kaivan menyeka sudut bibir Aluna dengan ibu jari, menghapus jejak saliva yang membuat bibirnya basah dan berkilau terkena cahaya lampu. “Kau akan mencintaiku, bukan?” tanya Kaivan dengan ibu jari masih mengusap bibir Aluna meski saliva di bibirnya telah mengering. Ia pun menarik dagu Aluna

