POV Nina "Halo," kata Om Satria menatap ke HP-nya yang diloasdpeaker. Tak terdengar suara apa pun. "Sepertinya mati," ucap Om Satria. "Tapi itu nyala, kok," sahutku dengan bola mata berputar. Sudah jelas-jelas menitannya jalan kok dibilang mati. Om Satria mengedikkan bahu lalu menyentuh tombol telepon warna merah, setelah itu mengecup pipiku, kedua tangannya memelukku dari belakang. "Ngambek terus. Pagi-pagi sudah ngambek saja, Sa-yang." Ia menyubit pipiku dengan gemas. Aku menoleh memandangnya. "Ya jelas aku ngambeklah, Mas. Siapa coba yang gak kesel, pagi-pagi dia telpon suami orang?" Tatapku tak senang. "Apa pun alasan dan keperluannya, gak seharusnya dia telpon mas pagi-pagi begini. Subuh aja belum eh dia udah telpon suami orang." Kutatap dia sebal. Lalu melanjutkan sebelum Om S

