Rania memepetkan tubuhnya ke sudut ruangan dan dirinya terduduk lemas di lantai dengan deraian air mata. “Kenapa aku sangat bodoh?! Kenapa aku sangat bodoh?!” racau Rania sambil menutup wajahnya dengan ke dua telapak tangannya. “Kenapa aku sangat mudah percaya kalau Pak Vino benar-benar mencintai aku?!” lanjutnya kembali sambil menghapus air mata yang terus mengalir di pipinya. “Sekarang aku harus bagaimana? Tidak ada celah untuk bisa kabur dari ruangan ini,” gumamnya sambil memperhatikan ruangan 4 sisi tersebut dengan tatapan buram karna air mata. Rania yang lelah menangis akhirnya tertidur di pojokan kamar sambil memeluk kedua lututnya. Di luar kamar, Vino sudah bersiap-siap dengan baju santainya dan hendak pergi ke toko. Begitu dia keluar dari kamarnya, Reva juga ikut muncul dengan