4

1385 Kata
         Merdeka itu pas pelajaran guru kiler tiba-tiba ada rapat dadakan. Para penghuni kelas bersorak sorai karena tak ada pelajaran selama 3 jam pelajaran. Seperti biasa Raffa dengan teman-teman nya buat markas di pojok kelas. Mereka menyingkirkan beberapa bangku agar bisa di tempti oleh banyak orang. "Ehh gue punya yang baru minta nggak?" Ucap Daffa sambil mengotak atik hp nya. "Langsung kirim Daf, stok gue abis!" ucap Dastin dengan semangat nya. "Dasar lu maniak!" Ucap Raffa sambil menoyor kepala Daffa. "Alah gaya lu Raf, diem-diem lu juga koleksi gituan kan." Cibir Daffa. "Jijik gue mah, langsung cobain lebih enak." Jawab nya frontal. "Thanks Daff, ada bahan deh buat entar malem." Dastin mengembalikan hp Daffa dengan senyum merkah nya. "Bim lu mau nggak?" Tanya Daffa yang hanya di abaikan. Bima yang sedang sibuk chatingan sambil senyum-senyum sediri tak menghiraukan ucapan Daffa. "Jangan ganggu orang kasmaran, udah biarin aja." Ucap Raffa. "Emang muka ontong kek gitu punya cewek?" "Lu tau Amanda kelas sebelah?" Tanya Raffa. Daffa hanya mengangguk kan kepalanya saja sebagai jawaban. "Itu cewek nya, padahal mau gue gebet eh keduluan si ontong yaudah lah mundur gue." Jelas Raffa sambil tertawa "Leh uga cewek nya ontong." Raffa melihat Dastin tengah menikmati tontonan nya kali ini, muka nya sangat serius sambil merem melek. Ia punya ide cemerlang untuk mengerjai Dastin yang otak nya agak geser. Raffa memanggil Mela salah satu bintang kelas nya yang memiliki body yang bohay, serta memiliki tonjolan di bagian tertentu. "Mel sini ada job buat lu!" Panggil Raffa. Dengan semangat Mela mengahampiri Raffa karena dari kelas 10 Mela sudah menyukai Raffa. "Apa Raff?" Raffa membisik kan sesuatu pada Mela dengan suara cekikikan. Sesuai peemintaan Raffa, Mela pun melakukan nya. Ia mulai memepet Dastin, dengan gaya nya membuat Dastin tak berdaya ia semakin di buat panas dingin dengan adanya Mela di samping nya. "Mel ngapain lu di sini?" Ucap Dastin dengan suara serak nya. Ia juga sudah meletak kan hp nya. "Punya lu tegang mau di lemesin?" Bisik Mela di telingan Dastin membuat nya tak tahan. "Mel sono, gue takut kilap!" Ucap Dasitin sambil berusaha mendorong tubuh Mela agar segera menjauhi tubuh nya karena posisi Mela saat ini sudah berada di zona bahaya. Raffa dan Daffa yang melihat Dastin tak berdaya cekikian sendiri. "Yaudah Das gue ke kelas nya Angga sama Arga dulu, yok Bim!" Ajak Raffa. "Yaudah good job!" Ucap Daffa sambil berdiri duduk nya mengikuti Raffa dengan Bima. "Woy setan! Jangan tinggain gue!" Dastin hanya bisa teriak-teriak saja karena kalau pas dedek nya on ia tidak bisa berdiri sempurna apalagi di sampingnya ada Mela yang bikin on terus. Bukan nya ke kelas Arga mereka bertiga malah belok ke kelas Amanda gebetan Bima. Di sini Raffa mulai melancarkan aksi nya mulai mendekati para cewek-cewek. Ia menghampiri Nisa, Rilli, dan juga Dea ketiganya merupakan bintang di kelas ini. Body nya tak jauh dari Mela terlebih Dea yang memiliki wajah kebule-bulean. Raffa lebih mendekati Dea dan mulai menggoda nya. "Hai De makin manis aja." Dea yang mendapat pujian hanya tersenyum manis ke arah nya. "Apaan sih Raff emang nya gue gula." Pipinya sudah bersemu merah karena ucapan Raffa. "Beneran deh, bikin diabetes tau nggak." ucap nya sambil menyoleh pipi Dea. "Yaudah deh sono gombal-gombalan gue cabut nggak kuat gue jadi obat nyamuk." Ucap Nisa setelah itu pergi meninggal kan Dea bersama Raffa. "Gitu dong peka kalau gue mau berduaan." Ucap Raffa sambil mengedip kan sebelah mata nya. Setelah itu Raffa dengan jurus gombalan nya yang receh terus membuat Dea merasa terbang, dan semakin baper. Raffa lah jagonya kalau urusan baperin hati cewek, namun ia tak akan mau tanggung jawab kalau sampai cewek itu baper padanya. "De nanti jalan yuk?" Tanya Raffa. "Liat nanti aja Raf." Jawab nya sambil menunduk malu, Dea termasuk spesies cewek kalem dan lugu. Sangat jarang melihat nya berdekatan dengan cowok. "Raffa." panggil Angga yang telah berada di bangku tak jauh dari nya. "Apaan sih ngga, ganggu aja lo!" Jawab Raffa kesal. "Sini bentar." "Gue kesana dulu ya De entar kalau jadi gue jemput jam 3." Pamit Raffa sambil mengacak rambut Dea setelah itu berjalan ke arah Angga. "Apaan? Ganggu aja lo." "Lo boleh deketin semua cewek di sini, asal jagan Dea." Ucap Angga datar karena tak suka melihat Raffa dekat dengan mantan yang masih ia sayang. "Dia kan udah nggak sama lo, jadi bebas kan gue deketin?" "Please Raf, dia udah terlalu sering di sakitin jangan lo tambahin." Ucap Angga memohon. "Termasuk lo!" Ucap Raffa sinis, karena ia tau betapa bodoh nya Angga dulu lebih memilih cewek kardus dari pada Dea yang tulus mencintai nya. "Gue emang bodoh!" "Dari dulu." "t*i lo! Pokok nya jangan sampek Dea lo buat korban." Ucap Angga. "Kalau masih cinta perjuangin, jangan cuma diem kayak orang g****k gini." "Dea nggak bakal mau sama orang brengsek." Angga tersenyum getir. "Kan emang lo b******k Ngga, masyaallah baru nyadar?" "b******k teriak b******k nggak malu lo? Berani baperin nggak berani macarin, cupu lo." Ejek Angga. Raffa hanya menanggapinya dengan tawa, sudah biasa kata tersebut di tujukan padanya. "Kapan sih lo pacarin salah satu gebetan lu? Risih gue liat lo gini terus, sekali-kali lah lo serius sama satu cewek." "Hati cewek bukan mainan Raf, jadi stop mainin hati mereka. Lo nggak tau gimana sakit nya patah hati!" Ucap Angga mulai serius. Raffa bedecak kesal kalau Angga sudah mulai ceramah. Karena Angga adalah satu-satu nya yang paling waras. "Ada saat nya gue serius, dan ada saat nya gue buat komitmen sama satu cewek! Tapi nanti kalau waktu nya udah pas." Raffa pun langsung meninggalkan Angga karena ia malas mendengar kan ceramah nya. "Percuma lo nunggu orang yang udah lupa sama lo!" Teriak Angga yang masih bisa di dengar dengan jelas oleh telinga Raffa membuat hati nya bergemuruh panas. Sampai detik ini ia masih yakin, Diandra nya akan datang menemuinya lagi entah kapan waktu nya.       Hari ini Angga benar-benar merusak mood nya yang sudah baik sejak pagi. Ia melampiaskan segala emosinya dengan melemparkan-lemparkan bola seenaknya di lapangan basket yang kebetulan sangat sepi karena cuaca hari ini sangat panas. Memori-memori tentang diri nya dan Diandra kembali memenuhi otak nya. Senyum manis di bibir kecil Diandra pun tak pernah ia lupakan sampai detik ini, ia berharap ia juga masih bisa melihat bagaimana senyum Diandra saat ini. Diandra yang sudah dewasa bukan Diandra kecil nya dulu. Ia rindu, rindu Diandra yang selalu menemaninya bermain bola di setiap sore nya. Ia rindu Diandra yang selalu mengejek nya saat ia cengeng. Ia rindu tingkah Diandra, ia rindu senyum Diandra, ia rindu tawa Diandra. Harus berapa lama lagi ia menunggu? Belum cukup 9 tahun ia menunggu kedatangan nya? Raffa melempar bola nya begitu saja dan berteriak sendiri di tengah lapangan. Ia berjalan begitu saja menuju parkiran dan mencari mobil nya. Hari ini ia berniat bolos karena malas dengan pelajaran juga dengan Angga. Sebelum nya ia sudah mengirimkan pesan pada Bima untuk membawakan tas nya dan mengizin kan nya bahwa ia sedang sakit di uks. Raffa tergolong murid yang rajin, jarang bolos dan jarang mencari perkara. Otak nya memang pas-pasan namun ia selalu rajin masuk kelas kecuali pada pelajaran dan guru tertentu. Ia menjalan kan mobil nya menuju rumah oma nya karena bila ia pulang ke rumah nya mama nya akan tau kalau hari ia bolos. Sesampai nya di rumah oma nya, Raffa segera masuk ke dalam rumah yang nampak sepi. "Oma Raffa dateng!" teriak Raffa. Renata berjalan dari arah belakang. "Cucu oma makin ganteng deh, sini peluk oma kangen." mereka berpelukan lama sebelum akhirnya saling melepaskan. "Tumben sendiri aja, adik-adik kamu mana?" Tanya Renata yang tak melihat yang lain nya. "Di rumah oma, tadi aku langsung kesini." Jawab nya "Tumben sendiri, lagi ada masalah?" Raffa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Enggak kok, kangen oma makanya ke sini." Raffa memang sangat dekat dengan oma nya. "Yaudah ganti baju dulu sana habis itu makan." "Aku udah makan tadi, aku langsung ke kamar aja. Bye oma cantikk." Setelah itu Raffa melangkah kan kaki nya menuju kamar nya yang berada di sini. Sesampai nya di kamar ia melemparkan tas nya asal. Ia berjalan menuju balkon kamar nya yang berhadapan langsung dengan rumah Dindra yang dulu. Selalu begini dan terus begini, saat ia mulai merindukan sosok Diandra yang terus menguasai pikiran dan perasaan nya ia akan berdiri di balkon kamar nya serta memejamkan mata nya rapat-rapat mengingat kejadian demi kejadian saat dirinya dan Diandra masih bersama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN