Langkah Galen terlihat penuh beban memasuki ruang rawat sang istri yang masih terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit.
Helaan napasnya terdengar berat juga wajahnya yang pucat, tidak berbeda jauh dengan sang istri. Dia duduk di kursi sisi ranjang. Hanya menatap wajah Lova saja air matanya kembali jatuh dengan hantaman sakit yang bertubi-tubi menghujam hatinya.
Dengan gemetar, dia meraih tangan yang begitu ringkih, tangan yang pernah berjuang untuk menyelamatkannya, tangan yang masih menyiapkan segala kebutuhannya selama mereka berumah tangga, kini tangan itu terasa begitu dingin.
Galen mengecupnya dan air matanya jatuh semakin banyak di sana.
“Ma…af….” Bisik Galen dengan nada yang begitu pilu nan lirih.
Dadanya sesak dan tenggorokannya terasa tercekat untuk mengucapkan kalim
