“Jangan senyum terus, Vin. Nanti gigimu kering.” Ucapan Mas Alan membuatku menoleh. Bukannya berhenti tersenyum, yang ada senyumku malah semakin lebar. Tidak ada alasan untuk aku tidak tersenyum. Pasalnya, Mas Danish mengizinkanku keluar bersama Mas Alan, yang mana harusnya itu adalah sinyal kalau dia memberi restu. Iya, kan? “Aku udah hopeless banget tahu, Mas. Mas Danish itu beneran susah ditebak. Kemarin kupikir dia udah langsung luluh, ternyata masih alot.” “Kuakui, kakakmu memang sealot itu.” Mas Alan tersenyum. Tatapannya menerawan ke arah jalan. “Kenapa, emangnya?” “Semalam, dia benar-benar membantaiku, Vin.” “Membantai gimana?” Oh iya, ngomong-ngomong saat ini aku dan Mas Alan sedang menuju Gunungkidul. Dia mengajakku ke sana karena ingin melihat pantai pasir putih. Aku lang