“Vinaaa! Bangun! Udah siang!!!” terdengar teriakan Mas Danish disertai gedoran pintu yang bertubi. “Keluar, Vin. Ayo, sarapan!” Aku mendengarnya, tetapi tak menyahut. Aku sudah bangun sejak subuh tadi, tetapi kemudian tidur lagi. Aku tidak mood keluar karena rasanya masih lemas. Katakan aku berlebihan. Silakan! Namun, sejak Mas Alan bilang kalau dia gagal meluluhkan Mas Danish, aku merasa tak berdaya. Aku jengkel, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Apa aku harus menangis di depan Mas Danish agar dia luluh? Aku rasa, itu tidak akan berhasil. Kalau dia masih bilang tidak, maka tetap tidak. Aku marah, sedih, kecewa, semua bercampur jadi satu. Seluruh perasaan itu kutujukan untuk diriku sendiri alih-alih Mas Danish, apalagi Mas Alan. Semua jadi rumit karena diriku sendiri. Iya, semuanya mem