Selama mempersiapkan serentetan keperluan menjelang pernikahan, aku full menghabiskan waktu di rumah. Papa melarang keras aku kembali ke apartemen, bahkan satu hari pun. Jika ada sesuatu yang aku butuhkan di sana, beliau atau Mama pasti mengantar. Atau kalau tidak, Sisil diminta untuk menemaniku. Aku tahu, ini ditujukan agar tidak ada khilaf yang terjadi antara aku dan Mas Alan. Padahal, belakangan ini kami tidak selonggar itu sampai memikirkan ke arah sana karena kami sama-sama sedang sibuk mempercepat selesainya pekerjaan sebelum menikah dan bulan madu. Bicara Mas Alan, aku sedang menahan kesal karena dia lagi-lagi membuatku penasaran dengan segala rahasia yang disimpannya. Malam itu dia benar-benar tidak mau mengatakan apa pun, bahkan setelah aku ngambek dan minta pulang sendiri. Mal