Biola Margareth P.O.V Apapun yang orang-orang bilang tentang matahari, aku tetap menganggapnya dia adalah anugerah terbesar bagi bumi, kilaunya menyinari sebagian permukaan tanah, sinarnya memasuki tiap-tiap celah jendela rumah siapa pun, sampai akhirnya, kehangatannya menyentuh kelopak mataku sehingga aku terbangun di kasur kusut ini dengan posisi telentang bak seorang bocah. "Uhuh? Sudah pagi ya?" Aku menguap, membereskan rambut merahku yang tergerai berantakan. "Ini jam berapa sih?" Bola mataku tergerak ke arah jarum jam yang terpampang di dinding kamar di atas pintu masuk. "EEEEEEH!? Mengapa tidak ada yang membangunkanku? Seorang gadis seharusnya bangun lebih awal dari semua orang, tapi mengapa aku--" CKLEK! "Tidak perlu berisik seperti itu, Biola. Lagi pula, ini belum

