Bab 1. Gadis Panggilan

1046 Kata
"Kala umurnya 30 tahun, udah pantaslah kalau nikah. Lagian Delvira itu anaknya kolega aku paling tajir, kalau Kala jadi suaminya Delvira, pasti akan menguntungkan perusahaan karena saham naik." Kala mengingat kalimat yang menurutnya paling menjijikan tahun ini. Apa itu ikatan pernikahan? Rasanya sangat jauh dari kata bisa diraih oleh Kala. Pasalnya, pria yang sering dijuluki manusia kulkas dengan mulut sadis itu, paling malas yang namanya mengenal wanita. Bagi Kala wanita hanyalah manusia super merepotkan yang akan membuat hidupnya berantakan. Untuk saat ini, ia masih ingin menikmati hidup dengan hura-hura, mencari kesenangan tersendiri bagi dirinya. Namun, semakin hari mamanya terus mendesak untuk menerima perjodohan yang membuat kepalanya ingin meledak. Rasa marah membabi buta karena alasan kuat dari perjodohan itu sangat dibenci oleh dirinya. "Pria itu selalu menjijikkan, dia hanya datang karena ingin memanfaatkan aku. Jangan harap aku sudi tunduk di bawah kakinya," decih Kala mengembuskan napasnya kasar saat mengingat sang ayah yang ikut-ikutan mengatur soal perjodohannya. Di saat seperti ini, Kala segera menarik dirinya untuk pergi ke salah satu tempat yang membuatnya tenang. Menegak minuman guna meredam sedikit pikiran yang sangat ruwet itu. Pikiran Kala benar-benar kacau. Ia membutuhkan sesuatu yang bisa membuatnya lupa akan segala hal itu. Ia pun tampak menghubungi seorang gadis panggilan yang selama 3 bulan ini selalu datang ketika dirinya membutuhkan. "Gua tunggu di tempat biasa. Sekarang!" titahnya dengan nada kasar. *** Seorang gadis dengan penampilan sederhana berhenti di depan pintu yang menurutnya sangat mengerikan. Ia beberapa kali menarik napas panjang guna menetralisir rasa gugup yang mendera. Setelah cukup tenang, ia memberanikan diri masuk ke dalam ruangan remang yang ada seorang pria duduk dengan raut wajah sangat dingin. "Lu telat 15 menit! Apa di rumah lu nggak ada jam? Lu buang waktu gua percuma tau! s**t!" Makian itu langsung terdengar dari bibir Kala ketika gadis panggilannya itu masuk. "Tadi aku baru pulang kerja, terus mandi dan–" "Nggak usah banyak bacot! Sini lu." Kala menepuk tempat di sampingnya meminta gadis itu mendekat. Dengan ragu-ragu, gadis itu mendekat ke arah Kala. Ia sudah mengerti akan tugasnya, ia pun segera duduk di samping Kala lalu mengambil alkohol yang ada di atas meja. Menuangkan pada gelas dan menyerahkannya pada pria itu. Kala langsung merampasnya dengan kasar. Sejak tadi pun ia sudah minum dan kepalanya sekarang sudah pusing tak karuan. Suasana tempat itu remang karena berada di tempat karaoke VIP yang di sampingnya sudah ada ranjang jika tamu ingin melakukan hal lebih dari sekedar minum dan karaoke. "Gua nggak butuh minum." Gelas yang baru Kala pegang, ia lempar dengan kasar lalu dengan gerakan mudah menarik gadis itu agar duduk di pangkuannya. "Akh!" Gadis itu berteriak kaget akan moving tak terduga yang dilakukan Kala. "Buka baju lu!" titah Kala. "Mas Kala nggak mau minum dulu? Aku temenin minum—" "Buka, Medina!" Kala tak segan membentak dengan kasar karena sikap pembangkang gadis itu. Ia bukan pria sabar yang mau menunggu di saat rasa mendesak di dalam otaknya itu semakin kuat. Gadis yang dipanggil Medina itu melonjak kaget mendengar suara teriakan Kala. Ia sudah tahu akan tugasnya. Namun, ia masih sangat kaku jika melakukannya. Dengan gerakan yang sangat lambat ia melepaskan satu persatu kancing kemeja yang membalut tubuhnya. Tatapan mata Kala sudah sangat gelap sekali membuat Dina sangat takut. Dina benar, melihat tubuh mulus yang perlahan dia suguhkan dengan d**a ranum nan padat itu, membuat Kala menelan ludah kasar. Ia merasa tak sabar hingga langsung menarik tengkuk wanita itu melumat bibirnya dengan sangat liar. Dina kaget hingga memejamkan matanya rapat-rapat. Kedua tangannya berpegangan pada bahu Kala seraya mencengkram kaos yang dikenakan pria itu. Ciuman Kala sangat liar membuat ia tak bisa mengimbanginya. "Lu ngerti caranya ciuman nggak sih?" Kala membentak kesal. Padahal ia sudah mengajari Dina dan setiap mereka bertemu juga sering melakukannya, tapi ciuman wanita itu sangat buruk sekali. "Buka mulut lu, Din! Balas ciuman gua!" Kala kembali mencium bibir Dina penuh nafsu, bibir wanita itu terasa manis hingga ia menggigitnya kuat-kuat. "Aduh!" Dina merintih pelan saat bibirnya digigit sampai berdarah. Ia berusaha mendorong bahu Kala. Akan tetapi, pria itu justru menciumi lehernya membuat bibirnya tak mampu menahan suara lenguhan nikmat. Kala merasa tubuh Dina ini semakin lama semakin membuatnya gila. Efek alkohol serta banyaknya pikiran yang ruwet membuatnya segera menarik kemeja wanita itu hingga robek. Ia mendorong tubuh Dina ke meja setelah menghempaskan semua botol hingga berserakan di lantai. "Mas Kala!" Dina berteriak kaget saat Kala menindih tubuhnya. Ia berusaha bangkit mengindari pria yang tengah mabuk itu. "Gua mau lu ngasih pelayanan lebih. Lu diam aja!" Kala mulai tak fokus. Pikirannya sepertinya benar-benar gila. Ia melumat bibir Dina dan menekan kedua tangan wanita itu di atas meja. Satu tangannya menaikan rok panjang wanita itu hingga pahanya terekspos. "Nggak mau, perjanjiannya nggak kayak gini. Mas Kala, sadar!" Dina berontak seperti orang gila. Ia tidak mau sampai Kala melakukan hal lebih dari yang mereka sepakati sebelumnya. "Dari semua orang yang bayar lu, gua yang ngasih harga paling tinggi. Harusnya lu ngasih service memuaskan buat gua. Diam, Din!" Kala sudah tidak memikirkan apa pun sekarang. Ia mencium bibir Dina lebih liar dari sebelumnya. Sebelumnya, Kala tidak pernah bercinta dengan wanita mana pun, bahkan rasanya tak berselera. Namun, entah kenapa saat melihat Dina kali ini, gairahnya seperti naik habis-habisan. Efek alkohol yang diminumnya terasa begitu kuat. "Mas Kala sadar! Aku nggak mau!" Dina mencoba bertahan, ia menjambak rambut Kala lalu menendang perut pria itu hingga kungkungannya mengendur. Ia menggunakan kesempatan itu untuk melepaskan dirinya dan mencoba lari. "Dina!" Kala menahan tangan wanita itu. Raut wajahnya sudah merah padam. Entah karena gairah atau rasa marah yang tak bisa dilampiaskan. "Duduk!" "Enggak mau, aku mau pulang!" "Gua bilang duduk!" bentak Kala dengan suara yang menggelegar. "Enggak!" Dina menghempaskan tangan Kala begitu kasar. Ia memunguti kemejanya yang sudah dirobek Kala. Ia menangis lirih dan dengan gemetar memakai kemeja itu. Kala berdecih penuh emosi, ia melempar jaketnya ke arah wanita itu dengan kekuatan kasar hingga mengenai wajahnya. "Pakai tuh! Nangis kayak gua apain aja. Sorry, gua khilaf tadi," ujar Kala sarkas. Dina menyeka air matanya dengan cepat sebelum memakai jaket yang diberikan Kala. Tubuhnya mungil hingga terbenam saat memakai jaket pria itu karena Kala memiliki postur tubuh tinggi tegap. Kala yang memperhatikan Dina menangis tanpa suara itu menyipitkan matanya, seperti memikirkan hal aneh yang sebelumnya tak terlintas dalam benaknya. "Din, ayo nikah!" Bersambung~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN