Darah Kala mendidih rasanya mendengar permintaan yang paling menjijikan dari mulut Inneke. Sebenarnya saat ini ia masih syok berat akan pengakuan cinta dari Inneke. Tetapi, hal itu bukan membuat Kala merasa terharu, justru jauh lebih marah. Ditambah sikap Inneke saat ini membuat amarah itu tak bisa dikendalikan. "Lu mau salam perpisahan dari gua?" Kala berdiri tegak dengan mata yang memerah. Terlihat sekali amarah itu sedang melingkupi dirinya. Inneke masih menangis dan mengangguk pelan. Ia ingin memuaskan hatinya jika saat ini memang akan menjadi hari terakhir mereka. Mencium punggung Kala dalam-dalam seolah ingin terus mengingatnya. "Lepasin gua," titah Kala. "Aku sayang sama kamu, Kala." Pelukan Inneke bukannya dilepaskan, tetapi justru semakin erat. Kesabaran Kala habis. Tanpa per