“MasyaAlloh, bentar ... bentar. Mas tenang dulu, bukan gitu. Ini maksudnya ya masih sama yang seperti tadi yang di laporan map warna biru.” Dengan sabar, Dhidy membimbing Chen untuk kembali duduk ke sofa. Dhidy meraih map yang dimaksud kemudian menunjukkannya pada sang suami yang sudah menurut duduk. Ia duduk di sebelah Chen, menunjukkan maksudnya dengan sesederhana mungkin agar sang suami paham. Justru, Bubu yang tidak sabar dan sudah sangat ingin menjewer. “Aku heran, otak Chen menyangkut di mana, pas dia sekolah, rapat, apa pas aku dan papah kasih arahan sampai mulut kami berbusa saking detailnya kami kasih arahan?” lirih Bubu gemas sendiri pada sang adik. Edelwais yang masih pucat dan meringkuk di ranjang rawat, hanya mengedipkan sendu kedua matanya. “Yang namanya jodoh kan cermina