17. Menyusun Siasat.

1949 Kata

Hari itu langit kelabu, seolah turut berduka. Gerimis tipis turun membasahi pemakaman. Suara lantunan doa dari para tetangga dan kerabat terdengar lirih, mengiringi kepergian Pak Anwar ke peristirahatan terakhirnya. Uma berdiri di sisi liang lahat dengan wajah sembab. Tangannya gemetar memeluk foto sang ayah. Begitu juga dengan Bu Rahayu. Ia terus mengelus foto dan nisan suaminya. Rauda dan Raima berdiri mematung. Wajah mereka lebih dipenuhi rasa bersalah dan juga amarah yang tidak tahu harus mereka lampiaskan kepada siapa. Sesekali tatapan mereka terarah pada Uma, seakan mencari kambing hitam atas semua musibah ini. Arumi setia mendampingi Uma, sementara Genta berdiri tak jauh, mengawasi situasi dengan rahang mengeras. Ia muak sekali melihat sikap kakak-kakak Uma. Melalui sudut mata

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN