The Inferno Circuit
Lampu start merah menyala.
Sepuluh motor di garis depan. Suara knalpot meraung, tribun bergemuruh kayak mau roboh.
“3 … 2 … 1 …”
START! Lampu hijau!
Sepuluh riders langsung ngebut bareng, asap knalpot putih abu-abu bikin kabut tipis di garis start. Suara mesin saling sahut-sahutan, literally bikin d**a penonton ikut bergetar.
“SKYYYYY!!!”
“GOOO ZEEEE!!!”
“ACE ACE ACEEEE!!”
“WHO’S THE NEW GUY???!”
Sky langsung maju ke depan, bodynya nempel rendah ke motor, gaya racingnya clean dan agresif. Zee lebih steady, cool, speed stabil tapi lincah pas masuk tikungan. Ace mainnya show off, sengaja ngelewatin motor lain sambil ngangkat tangan dikit buat nyapa kamera bikin penonton auto histeris.
Vinny di tribun heboh sendiri sambil live 1G.
“B*TCHES LOOK AT THIS! Sky literally lookin’ like Fast & Furious N3tfl1x version!”
Tapi perhatian penonton mendadak ke satu rider baru—motor Levi. Warna hitam matte dengan stripe merah, minimalis tapi aura “dark knight” banget. Dari awal dia diem, nggak buru-buru nyalip. Tapi tiap kali ngegas, suara mesinnya beda. Lebih berat. Lebih buas.
Tikungan pertama, dua motor hampir jatuh karena rebutan posisi. Sky sempat melirik ke belakang, senyum tipis. “Too slow.” Dia ngangkat sedikit, ngeloyor ambil posisi dua.
“WOOOOO SKY GABRIEL LAGI-LAGI!!”
“He’s leading guys!!!”
Tapi di layar big screen, kamera pindah ke rider misterius. Levi. Cowok itu turun body ekstrem banget pas cornering, dengkulnya nyerempet aspal, percikan api kecil keluar. Semua orang literally teriak.
“OMGGGG siapa sih itu!!!”
“DAMN DIA BIKIN GUE MAU PINGSAN GUYS!!!”
Marsella berdiri, matanya nggak bisa lepas dari motor Levi. That’s him. No doubt.
Lap kedua.
Sky dan Zee ketat di posisi 1 dan 2. Ace di posisi 4, masih sibuk flirting ke kamera daripada fokus balapan. Tapi tiba-tiba—
WHOOSH!
Satu bayangan hitam merah nyalip di tikungan dalam.
Itu Levi. Dengan gerakan dingin, mulus, nggak ada drama. Dia nyalip Zee dan langsung nempel ke belakang Sky.
Sky ngeh, ngerasa mesin di belakangnya makin deket. Dia senyum miring di balik helm. “Jadi lo beneran main, huh?”
Lap ketiga. Sky coba buka jarak, gaspol. Motor Levi ngikut kayak bayangan. Kamera drone ngezoom, nunjukin duel dua rider. Sky Gabriel Aryadiningrat vs rider misterius rambut hitam highlight merah.
“GUYS LIAT!!! INI FIX PERTARUNGAN FINAL!!!”
“GUE SUKA BANGETTTT AAAAAAAA!!!”
Lap terakhir. Empat tikungan tersisa. Sky masih di depan, Levi ngejar brutal. Zee di posisi tiga, masih tenang tapi jelas kalah speed.
Tikungan terakhir. Sky coba tutup jalur dalam. Tapi Levi, dengan timing gila, masuk lebih dalam lagi, hampir nyerempet ban Sky. Motor mereka literally cuma beda setengah roda.
Penonton berdiri semua, tribun kayak mau ambruk.
“AAAAAAAAAAAAA!!!”
“GO SKY!!”
“RIDER BARU ITU GILA SIH!!”
Finish line semakin dekat. Dua motor sejajar. Gas pol. Api knalpot nyembur liar. Kamera slow motion nangkep mereka.
Mereka nyebrang garis finish nyaris barengan.
Semua orang nahan napas. Big screen langsung munculin hasil.
1st Place: Rider #10 Leviathan Yoon Dirgantara
2nd Place: Rider #07 Sky Gabriel Aryadiningrat
“WOOOOOOOOOOOO!!!”
Tribun literally pecah.
*
*
Paddock Area, Setelah Balapan
Suara mesin sudah mati. Sirkuit juga sudah lengang, tapi tribun masih ribut nggak berhenti. Semua orang literally masih bahas duel gila tadi.
Sky turun dari motornya, helm dicopot, rambutnya basah keringat, napasnya berat. Dia udah siap senyum kayak biasa ke kamera, tapi matanya otomatis nyari cowok yang barusan ngalahin dia.
Dan di sana …
Helmnya udah dicopot, rambut hitam dengan ujung merahnya jatuh acak, keringat tipis di dahi. Tatapannya dingin, netral, tapi aura d0m1n4nnya nggak bisa bohong.
Sky otomatis berhenti jalan. Pandangan mereka bertaut.
Zee, Ace, dan Vinny langsung ngeh momen itu. Vinny literally teriak duluan sambil drama.
“OMGGGG, SKY LO SERIUS DIKALAHIN??! First time in history!!”
Ace ngakak setengah nggak percaya. “Bro, ini gila sih. Usually lo yang selalu finish duluan. Gue sampe pengen foto momen langka ini.”
Zee cuma nyengir tipis, ngelirik Sky. “Yah, ada hari di mana surga juga bisa kalah sama inferno, huh?”
Vinny makin lebay. “Ini moment worth T1kT0k banget sumpah—Sky Gabriel Aryadiningrat, our golden prince, finally ada yang ngalahin! Clip ini fix viral besok pagi! Followers gue bakal naik ribuan!”
Sky masih nggak melepaskan tatapannya dari Levi. Rahangnya menegang. Ada rasa panas, bukan cuma karena kalah, tapi karena sesuatu di wajah cowok itu bikin memorinya terusik. Gue pernah liat dia … di mana ya?
Levi cuma berdiri diam, nyalain sebatang rokok, tarikan santainya kayak nggak peduli dunia. Tapi pas hembusan asap keluar, matanya nggak pindah sedetik pun dari Sky. Dingin dan menantang.
Cewek-cewek di pinggir paddock udah teriak-teriak.
“SKYYYY, OMG DIA KALAHHH!”
“TAPI VISUAL SKY MASIH NOMOR SATU!!!”
“OMG GUE GANTUNG TIMBANGAN, SKY VS COWOK RAMBUT MERAH INI SAMA-SAMA FINAL BOSS!!”
Sky akhirnya buka mulut pelan, suara bariton serak karena habis ngebut.
“Nama lo siapa?”
Levi cuma melirik tipis seakan nggak peduli, rokok diangkat sebentar sebelum dijawab santai, berat, tapi bikin darah Sky langsung mendidih.
“Leviathan.”
Sky kedip, jantungnya berdebar cepat.
Nama itu …
Familiar.
*
*
Cowok-cowok baru aja keluar paddock, masih pakai racing suit setengah kebuka, keringat bercampur bau bensin, dan aura mereka makin bikin cewek-cewek teriak-teriak histeris.
Cewek-cewek hits tadi itu langsung gerombolan, kayak lebah ngedeketin madu. Semua sibuk rebutan ngomong duluan.
“Sky! Boleh foto bareng nggak?”
“Zee, followback 1G aku pleaseee!”
“Ace! Kasih snapgram dong, biar cowok-cowok kampus sirik!”
Vinny langsung ngakak sambil live. “Oh my God, ini literally vibes afterparty, bukan paddock. Cowok-cowok jadi rebutan kayak barang diskonan di mall.”
Sky cuma senyum, buka botol air, minum pelan sambil duduk di bangku.
Ace malah nyengir santai, ngasih lirik ke kamera Vinny. “Bro, record terus. Ini konten viral. Angle gue yang bagus, kay?”
Di tengah keramaian, Marsella melangkah maju. Tangannya gemetar halus tapi ekspresinya dibuat tenang. Ia berdiri tepat di depan Zee. Dari clutch bag kecilnya, ia mengeluarkan saputangan putih dengan bordir inisial Z.H.
Marsella mengulurkannya pelan. Suaranya lembut, cukup buat bikin geng cewek-cewek di belakang langsung melotot iri. “Aku sudah cuci … terima kasih ya waktu itu.”
Zee tertegun sepersekian detik, lalu tangannya meraih saputangan itu tanpa drama, ekspresinya tetap flat. “Hm.”
Ace langsung nyeletuk kenceng, pura-pura shock. “WOW. Vin, kalau lo rekam ini, gue yakin Chanel bakalan histeris ronde dua.”
Vinny ngakak lebay, tangan masih pegang kamera. “Messyyy dramaaa~ I loveeee!”
Sky cuma ngelirik sekali, lalu balik lagi ke botol airnya. Nggak ada komentar. Dalam hatinya selama bukan Aurielle, I don’t give a fck.
Tapi Marsella seakan sengaja tuangin bensin ke api. Bibirnya melengkung tipis, lalu ia menambahkan, suaranya sengaja dibuat manis banget.
“Kalau boleh … untuk terima kasih, besok aku traktir kamu di kafetaria kampus?”
Zee langsung terdiam. Pandangannya turun sebentar ke wajah Marsella, lalu nafasnya berat. Dia menghela napas panjang, suaranya datar tapi jelas.
“Nggak.”
Marsella refleks kaget, matanya membesar nggak nyangka Zee akan nolak.
Zee menambahkan, lebih tegas. “Gue harap lo nggak salah paham, Marsella. Kemarin itu salah gue. Mobil gue bikin lo basah kuyup. But that’s it.”
Udara di sekitar mereka langsung jadi awkward. Cewek-cewek hits saling senggol, bisik-bisik nyolot.
“Duuuh, ditolak mentah-mentah depan umum.”
Marsella menunduk, wajahnya merah. Tapi tatapannya masih nyangkut ke Zee—antara sakit hati dan nggak rela.
Sementara Sky diam. Levi cuma berdiri nggak jauh, merokok santai, tatapannya singkat ke arah Marsella lalu balik lagi ke langit malam, seakan semua drama kampus itu sama sekali nggak penting buatnya.
***
Ruang BEM, Pagi Hari Keesokannya
Aurielle duduk di kursi ruang BEM, dagunya nyender ke telapak tangan, wajahnya muram. Dari tadi ia bolak-balik buka Wh4ts4pp, layar HPnya selalu menunjukkan hal yang sama.
Levi
Last seen 2 days ago. Diread, tapi nggak dibales.
Aurielle menggigit bibir bawah, napasnya pendek. “Levi … kamu kemana sih? Dua hari nggak ada kabar … jadi khawatir … apa dia kenapa-kenapa di sana?” gumamnya pelan.
Pintu ruang BEM terbuka. Sky masuk, langkahnya santai, membawa beberapa berkas.
“Morning, Elle.”
Aurielle langsung panik, tubuhnya kaku. “M-morning.” suaranya kecil, nyaris pelan banget.
Sejak kejadian seminggu lalu dimana momen bibir mereka sempat bersentuhan di sofa, Aurielle sengaja jaga jarak. Biasanya dia bawel, nyerocos isengin Sky tiap kali briefing BEM. Sekarang? Tenang macam gadis penurut.
Sky ‘ngeuh’ banget perubahan itu. Dia bisa membaca jelas kalau Aurielle sedang menghindar. Tapi dia berpura-pura biasa aja, sengaja tetap bersikap normal biar suasana nggak makin awkward. “Rapat jam sebelas ya. Agenda udah aku email.” katanya datar, tapi matanya sempat melirik Aurielle sekilas.
Aurielle cuma mengangguk kecil. Tangannya sibuk scroll 1G, seakan pengen kabur dari kenyataan.
Tiba-tiba …
Story Vinny muncul di layar. Video shaky dari halaman utama Asterion. Sebuah sportscar mewah matte black berhenti, pintunya kebuka pelan. Kamera ngezoom ke cowok tinggi turun dari mobil, rambut hitam dengan highlight merah di ujung, pakai kemeja hitam rapi tapi tetap aura dingin.
Komentar Vinny di caption, “VISUAL ITU COWOK MAU NGANCURIN ASTERION, BABES.”
Aurielle membelalak, mulutnya bahkan sedikit ternganga. Jantungnya literally s serasa copot. Dia kenal betul sosok itu.
Sosok yang dia rindukan setengah mati setiap harinya dalam tiga tahun terakhir ini.
Tanpa mikir, Aurielle langsung bangun dari kursinya. Kursinya sampai keseret bunyi berdecit keras. “Oh my God …” napasnya terengah, wajahnya pucat campur merah.
Dia langsung lari ke arah pintu.
Sky refleks berdiri, alisnya mengernyit. “Elle?”
Aurielle nggak menjawab, tetap lari keluar koridor.
Sky makin curiga. Dia ngeuh dari raut wajah Aurielle—panik, gelisah, kayak nemu sesuatu yang wow banget. Refleks, Sky ikut mengejar. Langkahnya panjang, nyaris setengah berlari.
What the hell is happening? batinnya.
Aurielle terus berlari melewati tangga BEM menuju halaman utama. Rambut panjangnya terurai, napasnya makin cepat. Di ujung sana, kerumunan mahasiswa sudah heboh.
Dan di tengah keramaian itu—
Sosok Levi berdiri santai, pintu sportscar masih terbuka. Sorot matanya dingin, tak terganggu teriakan mahasiswa sama sekali.
Aurielle berhenti di ujung tangga, matanya membelalak, jantungnya mulai jungkir balik.
“Levi …”
Sky baru nyampe di belakangnya, berhenti dengan napas agak berat. Dia ikutin arah pandangan Aurielle—dan begitu lihat cowok itu, pupilnya mengecil. Sosok familiar di The Inferno Circuit semalam. Nama itu semalam masih muter di kepalanya.
Leviathan.
Levi.