Aurielle menatap Zee tajam. “Zee. You better explain, sekarang.”
Sky menyilangkan tangan, ekspresinya datar tapi sorotnya menusuk. “Yeah, bro. Karena kalau enggak, ini keliatannya beneran kayak lo main dua hati.”
Vinny geleng-geleng kepala, suaranya ketus tapi sinis chic. “Messy b*tch drama energy. Dan gue suka … tapi juga pengen tau. Spill the tea! Now!”
Zee mendesah berat, menutup wajah sebentar sebelum akhirnya menatap mereka semua.
“Gue cuma nolong Marsella tadi pagi. Mobil gue lewat dan nyembur air jalanan ke rok dia yang kebetulan lewat di samping trotoar kampus sampe basah kuyup. That’s it. Nggak lebih. Nggak kurang.”
Marsella buru-buru angkat wajah, pipinya masih bengkak separuh akibat tabokan Chanel. “I-iya bener! Aku cuma kebetulan … lewat, terus rok aku kena cipratan air. Dia baik nolongin aku—”
Aurielle langsung ngangkat tangan, menghentikan. Tatapannya menusuk ke arah Zee. “Fine. Tapi kalo cuma nolongin … kenapa saputangan inisial lo bisa jatuh dari kantong Marsella?”
Zee melirik ke lantai, saputangan dengan bordir Z.H. masih tergeletak jelas. “Itu … gue kasih buat nutupin roknya. Dia basah banget, Elle. Gue nggak mungkin biarin dia jalan ke kelas kayak gitu, diliatin satu kampus.”
Sky mendengus, nyisir rambutnya ke belakang dengan wajah dingin. “Oh, jadi sekarang lo gentleman banget ya, Zee?”
“Sky, please.” Suara Zee terdengar berat, frustasi. “Don’t make it sound like that. Gue cuma nggak mau ada cewek dipermalukan di depan umum.”
Vinny langsung nyelonong dengan suara centil. “Sweet, but still sus. Kalo gentle sama semua cewek mah oke, tapi kalo udah kasih aksesori personal? Honey, itu udah masuk kode keras di dunia kampus.”
Marsella buru-buru menggeleng panik. “B-bukan! Aku nggak ada maksud … aku bahkan nggak tau saputangan itu jatuh. Aku cuma—”
Aurielle nyorot matanya, kali ini lebih serius. “Marsella, stop dulu. Gue tau lo selalu berusaha jujur. Tapi ngerti kan kenapa Chanel bisa segila itu?”
Marsella terdiam, bibirnya gemetar, nggak bisa jawab.
Sky maju satu langkah, posturnya tinggi menekan atmosfer. “Zee, lo sadar nggak? Chanel udah ngejar lo dari tahun pertama. Dia buka-bukaan nggak pake kode-kodean. Semua orang di Asterion tau. Dan sekarang, di mata dia, lo keliatan lebih milih Marsella.”
Zee menunduk, tangannya mengepal. “Gue nggak pernah janji apa-apa ke Chanel.”
Aurielle mendecak. “Maybe. Tapi fakta kalau lo nggak pernah kasih kejelasan, bikin semua orang kebawa harapan sendiri.”
Vinny langsung tepuk tangan pelan. “Drama, dramaaa~ Gue cinta banget. Tapi serius, Zee … kalo lo terus mainnya abu-abu gini, satu-satunya yang bakal hancur itu Chanel. Damn! Padahal dia cinta mati sama lo. Lo bukan cuma dingin doang tapi kejam, suer.”
Zee menggeleng pelan, wajahnya penuh frustasi. “Gue nggak punya waktu buat drama kayak gini.”
Dengan langkah berat, dia keluar dari ruangan. Entah mau ngejar Chanel atau justru kabur dari ribetnya situasi.
Nggak lama kemudian, pintu ruang BEM kembali terbuka.
Seorang cowok tinggi dengan wajah setampan model, rambut hitam klimis, dan senyum santainya muncul. Ace Hartono. Playboy kampus, cassanova, anggota BEM juga, yang pesonanya sering bikin cewek-cewek Asterion meleleh. Nggak kalah sama Sky si Ketua BEM Viral ataupun Zee, si Ice Prince Campus.
“Ada apaan nih? Vibenya kok suram gini pagi-pagi?” tanyanya, menurunkan tas ke kursi.
Vinny langsung sigap narik tangan Ace, matanya berbinar kayak dapet jackpot. “Dah yuk, mending temenin gue ke kafetaria kampus. Nanti I will spill the tea, handsome.”
Ace sempat mengangkat alis, lalu nyengir miring. “Spill the tea, huh? Sounds fun.”
Marsella, yang dari tadi masih terpojok dengan pipi merah bengkak, buru-buru melipir pergi, nggak kuat menahan tatapan-tatapan yang menusuk.
Akhirnya, ruang BEM hanya menyisakan Sky dan Aurielle.
Sky menghela napas panjang, lalu menoleh ke cewek itu. “Well …” suarany berat, datar, tapi jelas ada sesuatu yang ditahan.
Aurielle langsung menghempaskan dirinya ke kursi terdekat, menutup wajah dengan kedua telapak tangan. “God … hidup aku kenapa jadi drama reality show banget sih.”
Sky menatapnya lama. Ada banyak kata yang ingin dia ucapkan, tapi semuanya tertahan di kerongkongan.
Aurielle akhirnya menjatuhkan tangannya, mendesah panjang. “Tapi aku bisa ngerti kenapa Chanel histeris gitu sih. Bayangin, Sky … dia udah naksir, ngejar-ngejar, dan curahin semua effort dia buat Zee dari dua setengah tahun lalu. Terus, nggak ada angin, nggak ada ujan, tiba-tiba Zee yang nggak pernah bawa cewek lain di mobilnya … malah bawa Marsella.”
Sky terdiam, menatap wajah Aurielle yang penuh rasa iba sama sahabatnya.
Well … itu yang aku rasain honestly. Batinnya menjerit.
Bedanya, bukan tentang Chanel dan Zee. Tapi tentang dia sendiri. Tentang bagaimana dia udah jatuh cinta sama Aurielle dari tahun pertama, ngasih semua effort, semua perhatian, semua kesabaran—sementara Aurielle cuma terus nyebut satu nama. Levi. Levi dan Levi.
Sky menahan napas, berusaha tetap cool di luar. Ia hanya mencondongkan tubuh ke sandaran kursi, pandangannya lurus ke depan, seolah biasa saja. Tapi dadanya udah kayak mau meledak.
“Aku ngerti, Elle,” katanya pelan, suara baritonnya lebih berat dari biasanya. “Rasanya sakit kalau semua effort aku kayak nggak berarti.”
Aurielle menoleh sekilas, keningnya berkerut. “Hmm?”
Sky cuma menggeleng tipis, senyum pahit terselip di bibirnya. “Nggak. Nothing.”
Aurielle duduk gelisah, lalu tiba-tiba bangkit dari kursinya.
“Kamu tau nggak, Sky? Chanel tuh tiap hari curhat ke aku. Literally tiap hari!” Aurielle mulai mondar-mandir di depan meja. Tangannya bergerak-gerak, matanya berbinar. “Dari cara Zee senyum, cara Zee duduk, sampe hal receh kayak … ‘hari ini Zee pake parfum apa ya?’ Semua, Sky! Semua detailnya dia perhatiin. Dia bener-bener invest perasaannya ke Zee.”
Sky ngikutin gerakannya dengan tatapan dalam, bibirnya menekuk senyum tipis. Dalam hati, ia bisa ngerasain banget apa yang Chanel rasain ke Zee, karena dia sendiri tiap hari juga “invest” ke Aurielle, meski nggak pernah diperlihatkan.
Aurielle makin semangat, nggak sadar kalau langkahnya makin cepat. “Jadi wajar kalau dia meledak pas ngeliat Marsella tiba-tiba turun dari mobil Zee. Gila nggak sih? Dua setengah tahun curhat, berharap, terus—”
BRUK!
Aurielle kesandung kaki meja. “Awwwh!”
Refleks, Sky lompat dari kursi, menangkap tubuh Aurielle. Tapi saking buru-burunya, keseimbangan mereka hilang.
BRAKK!
Mereka jatuh barengan ke sofa panjang. Aurielle terhempas di atas tubuh Sky.
Mata Aurielle langsung terkunci pada wajah Sky. Visualnya deket banget, bibir mereka bersentuhan dikit sekejap, sekelebatan. Rambut berantakan, napas masih ngos-ngosan, tapi tatapan tajam dan garis rahang Sky jelas banget.
Deg … deg … deg …
Aurielle terpana. Ya ampun, pantes aja drama-drama dia viral. Ganteng nggak ada obat.
Sky sendiri nggak bergerak, tangannya masih otomatis melingkari pinggang Aurielle. Napasnya terasa hangat di pipi cewek itu. Sorot matanya mendadak berubah, penuh hasrat yang udah lama dipendam.