Teman

1013 Kata
Edelweis berpamitan dengan wajah ceria pada orangtua dan kakaknya. Dia mendapat ledekan dari kakaknya tentang lelaki yang datang ke rumah semalam. Namun Edelweis hanya menyebutkan lelaki itu ketua osis, dan yang perempuan adalah bendahara osis. "Kamu mau bergabung dengan Osis?" tanya Galih. Edelweis hanya mengangguk. Dia bingung untuk menjawab apa.  "Baguslah. Biar kamu bisa bersosialisasi. Awalnya kakak takut kamu semakin pendiam dan emnarik diri dari lingkungan. Tetapi sekolah ini sepertinya cocok untukmu. Apalagi ketua osisnya, dia anak baik," kata Galih. Edelweis hanya mengiyakan semua perkataan Galih.  Begitu keluar dari rumah, wajah ceria Edelweis berubah muram dan gelap. Dia takut kalau Siska dan Yuni akan memperparah perbuatan mereka padanya di sekolah. Sejak kedatangan Indra dan Kalia ke rumahnya semalam, Edelweis sedikit berharap bahwa Osis bisa melindunginya dari perundungan. Tetapi dia sendiri tidak yakin. Tidak mungkin mereka bisa melindunginya di kelas. Para anak perempuan cenderung menggunakan metode tanpa kekerasan fisik sehingga sulit untuk dijadikan bukti. Edelweis hanya bisa pasrah. Dia berjalan gontai menuju jalan raya, dan mencegat angkot. Tatapannya kosong bahkan sampai sekolah. Edelweis hanya perlu melalui siksaan ini tiga tahun. Dia harus bisa menahannya. Dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Dia adalah pecundang. Tidak adakah yang mau menolongnya? "Sudah sarapan Del?" Edelweis mendongak ke arah suara. Indra di sana. Berongkok di dekat pagar sekolah. Dengan senyum dan ekspresi konyolnya. "Ngapain di situ?" tanya Edelweis. Indra malah tersenyum lebar. "Nungguin kamu." "Apa?" Indra berjalan mendekat pada Edelweis, dia berdiri di samping Edelweis. "Mulai hari ini, aku akan menjadi temanmu. Kalau lebih berrarti bonus," kata Indra.  Indra mengantar Edelweis sampai ke kelas. Dia bahkan bergurau dengan beberapa teman sekelasnya. Indra tidak merasa canggung ataupun malu dengan keberadaan Edelweis. Edelweis merasa lega, meski dia enggan mengakuinya. "Ndra, ada hubungan apa kamu sama Edelweis?" tanya seorang anak laki-laki. Teman sekelas Edelweis. Indra tersenyum. "Hubungan spesial. Yang nggak boleh diganggu siapapun," kata Indra. Dia menatap pada Siska dan Yuni secara bergantian. Kedua gadis itu mengkerut di kursinya.  Mereka akan dipanggil ke ruang guru bersama kedua orangtuanya. Sebelumnya mereka yakin kalau Edelweis tidak akan mengadu. Anak it pasti terlalu takut untuk bicara. Namun ketika Indra menempel seperti perangko ini, mereka mulai ragu. Ketika mendengar jawab Indra. Anak laki-laki bersorak menggoda Indra. Indra sama sekali tidak terganggu. Dia akan mencoba membuka hati Edelweis. *** "Kenapa?" tanya Edelweis. "Hmm apanya?" tanya Indra duduk di samping Edelweis saat istirahat. "Kenapa melakukan hal ini?"  "Kamu merasa terganggu?" tanya Indra balik. Edelweis merasa sebal. Setiap pertanyaan dijawab pula dengan pertanyaan. Apa sih maksud orang ini? "Kenapa nggak main dengan temanmu?"  "Kamu nggak mau jadi temanku?" tanya Indra. Edelweis menulis di belakang buku dan menyerahkannya pada Indra. Kenapa kamu melakukan semua hal ini? Apakah akan ada perubahan sikap mereka kepadaku? Indra tersenyum. "Mau bicara di luar?"  Edelweis mengangguk. Indra mengajak Edelweis ke markas Osis. Edelweis tidak pernah ke tempat itu sebelumnya. Tentu saja berjalan di samping Indra membuat seluruh mata di sekolah bertanya-tanya. Siapa dia dan ada hubungan apa dengan ketua osis. Kalia sedang di ruangan bersama Yanuar di ruangan Osis. Ruang itu cukup luas, memang tidak sebesar ruang kelas. Tetapi Edelweis merasa aroma bebas di sana. Dia melihat poster-poster ditempel dengan baik di sana. Bahkan Edelweis melihat ada bunga Edelweis di sana. "Ini kan?" "Bunga Edelweis," kata Kalia. "Tuh dia yang pungut," tunjuk Kalia pada Indra. Indra mesam-mesam.  "Di mana?" tanya Edelweis. "Di toko," kata Indra. Begitu senyum Edelweis menghilang, Indra meralat ucapannya. "Di kaki gunung Bromo. Banyak yang jual," kata Indra. "Oh," Edelweis menatap bunga itu dengan penuh minat. Dia melihat satu per satu kelopaknya, mengamati batangnya dan mencium aromanya.  "Kamu mau? buat kamu aja," kata Indra. "Eh enggak..." tolak Edelweis mengembalikan bunga itu ke tempatnya. "Murah kok harganya, santai saja." Kalia mengangguk. Dia bhakan mengambil sebuah kresek, memasukkan bunga itu ke dalamnya dan memberikan pada Edelweis. "Terima kasih," kata Edelweis penuh rasa terima kasih.  "Del, kamu beneran nggak mau bicara soal kemarin?" tanya Indra. Edelweis membangun dinding pertahanan lagi. Dia menggeleng. Kalia mendesah. Yanuar nampak acuh. Dia tidak bisa membantu, jadi lebih baik diam dan melihat situasi. "Baiklah,. Tetapi aku punya satu permintaan," kata Indra. Edelweis menatap Indra. Kalia juga penasaran. "Kamu gabung jadi anggota Osis," kata Indra.  "Aku nggak bisa," tolak Edelweis. "Bisa. Kamu cuma pelru ikut rapat - rapat, menulis hasil rapat dan pulang sekolah lebih lama dari siswa lainnya." Indra menjelaskan fungsi Osis dengan cara lucu. Membuat Kalia menaikkan kedua alisnya.  "Taa...pi," "Nggak ada tapi-tapian. Mulai siang nanti, kamu ke ruang Osis ikut rapat," kata Indra tegas, tak mau menerima penolakan. Begitu bel berbunyi, Indra mengantar Edelweis kembali ke ruangan kelas.  "Jangan lupa ya, nanti sepulang sekolah," kata Indra lagi. Semua teman sekelas Edelweis bersorak girang. "Cie... cie!" Indra melambai pada Edelweis, dan menatap dua anak, Siska dan Yuni dengan lama. Kemudian bersiul kembali ke kelasnya.  Mulai saat itu Edelweis menjadi anggota osis. Dia memang datang setiap rapat dan mencatat setiap hasil rapat, pulang telat sekolah. Namun yang berbeda adalah ekspresinya. Edelweis jarang menunduk sekarang. Dia bisa menatap lurus ke depan. Meskipun canggung dan malu-malu di awal, tetapi Edelweis lebih sedikit percaya diri.  Kalia pernah menanyakan alasan sebenarnya kenapa Indra melakukan hal itu.  "Ndra, kamu naksir Edelweis?" tanya Kalia. "Huh, kelihatan ya?" Kalia terbahak. "Aku pikir kamu bakal membantah. Sejak kapan?" "Sejak kita ke rumahnya," jawab Indra. "Dia memang cantik, asli ya. Kenapa dia nggak percaya diri?" "Karena selalu dibilang dia itu jelek, munafik, pecundang dan alin sebagainya. Dia belum tahu seberapa bagsu dirinya," kata Indra. "Dia itu ibarat batu berlian yang belum dipolse aja." Kalia kembali tertawa. "Jadi pujangga deh. Coba Edgar lihat, bisa disindir tiap hari." "Anak itu bisa-bisanya berangkat tanpa pamit ke kita." "Nggak perlu katanya. Males ditangisin," sahut Yanuar. "Siapa yang nangis begudal itu?" Yanuar mengedikkan bahu menunjuk Kalia. Kalia diam seribu bahasa. "Memangnya Edelweis bisa jadi anggota Osis, dia kan belum dilantik," kata Yanuar. "Nggak perlu pelantikan," kata Indra. "Kok begitu?" "Karena aku ketua osisnya, terserah aku." "Wong edan," maki Yanuar. "Anggap aja, saat ini Edelweis pupuk bawang anggota Osis Sma Merdeka," kata Indra. "Sekaligus calon gebetanmu," timpal Kalia.  Indra juga selalu bersamanya. Edelweis tidak tahu alasan sebenarnya ketua osis ini membantunya sampai seperti ini. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN