bc

Married With My Childhood Friend

book_age18+
5.5K
IKUTI
43.8K
BACA
billionaire
love-triangle
friends to lovers
bxg
brilliant
city
first love
lies
friends with benefits
friends
like
intro-logo
Uraian

Mature Content! 21++

Bijak dalam memilah bacaan.

Khusus Dewasa dan dilarang keras untuk usia dibawah umur.

Setelah membaca mohon untuk meninggalkan jejak dan karena masih pemula mohon untuk memberikan komentar yang positif tidak menjatuhkan.

Terima kasih.

Rasa simpati dan keterpaksaan menjerat Ansel Rainart Mallory terikat tali pertemanan dengan Audi Grizelle Abhijaya. Awalnya pertemanan yang Audi jalin dengan Ansel membuat hatinya selalu bahagia dan berdebar. Namun, kebohongan, kelabilan dan kemunafikan Ansel yang dengan mulusnya ia tutupi selama bertahun-tahun membawa keretakan dalam hubungan pertemanan yang telah mereka jalin sejak dini.

Seketika itu juga akibat ego dan kelabilan Ansel, membuat Audi terpuruk. Akhirnya Audi memutuskan untuk melepaskan ikatan pertemanannya juga pergi dari kehidupan Ansel. Meninggalkan segudang kenangan yang telah mereka buat bersama.

Tiga tahun kemudian akhirnya mereka bertemu kembali, tetapi dengan membawa pasangan masing-masing. Apakah mereka bisa bersatu kembali menjadi seorang sahabat yang mengerti satu sama lain? atau menjadi sepasang suami istri yang saling mencintai dan melengkapi tulang rusuknya. Bahkan yang dapat ia ajak untuk mengucapkan janji sakral di atas altar?

“Dunia ini sempit, ternyata kau berada sangat dekat denganku, Ma Ell,” lirih Ansel yang melihat Audi ada dihadapannya.

Cover by Deauthenticagraphics_

chap-preview
Pratinjau gratis
Prolog
Jakarta, Indonesia Bocah kecil memiliki paras cantik dengan suara melengking, berteriak, “Mommy, please stop!” Bocah itu sedang duduk di kursi boncengan motor depan yang sedang dikemudikan sang Mommy. Sepulang dari playgroup ia selalu dijemput menggunakan sepeda motor matik oleh sang Mommy ‘Zanna Gayatri’.” Dengan perasaan terperanjat, Mommy Anna memperlambat laju kendaraan roda dua secara bertahap. “Kenapa sayang? Apa ada sesuatu?” Mommy Anna bertanya dengan heran. “Ya?” sanggah Audi cepat. Anna mengernyitkan keningnya dengan perasaan penasaran. “Mom please,” mohonnya lagi dengan meminta tolong dan wajah memelas. Anna langsung menghentikan sepeda motornya dan menepi di pinggir jalan dekat dengan Sekolah Dasar yang sangat elit. “Anak Mommy yang cantik apa ada yang mau dibeli? hmmm…,” tanya Anna lagi dengan membalikan tubuh Audi agar melihat ke arahnya. “Mom, Audi tidak mau beli apa pun. Audi hanya mau kenalan dengan kakak laki-laki yang ganteng itu,” jawabnya dengan menunjuk ke bocah kecil tampan blasteran yang sedang berdiri seorang diri di depan pintu gerbang sekolah elit tersebut. Anna menghela napasnya dalam terlebih dahulu. Sebelum menolak permintaan tidak masuk akal anak manjanya ini. “Tidak bisa sayang. Kita sudah telat untuk pergi menjemput Mas Aydin,” tolak Anna dengan suara sedikit lebih keras karena sedang berada di pinggiran jalan. “Hkk… Mommy tidak sayang Audi lagi.” Beberapa tetes air mata mengalir di pipi tembam bocah kecil itu, iris mata berwarna hijau biru menyorot Anna dengan sendu. “Audi cuma mau kenalan sama kakak ganteng itu, ia selalu sendirian berdiri di depan pintu gerbang Mom,” cicitnya di antara isakan kecil, dan dengan kalimat yang terbata-bata. Anna tidak ada alasan lagi untuk menolak permintaan Audi. Lagi, akhirnya ia mengiyakan keinginan sang anak agar tidak berwajah sendu dan menangis. “Baiklah, Mommy parkir sepeda motor dulu, kemudian baru kita kenalan dengan kakak tampan itu. Bagaimana?” jawab Anna sambil menyeka air mata yang mengalir di wajah Audi. Audi, anak paling bungsu dari keluarga Abhijaya dan seluruh keluarganya sangat memanjakannya. Jadi, ketika melihat Audi menangis, sudah dipastikan mereka semua akan luluh dan terbuai akan buliran air matanya. “Yeay, okey Mom… Thank you,” teriak Audi bersemangat sembari mengangkat kedua tangan ke atas lalu mencium kedua pipi, dan mengecup bibir Anna. Anna hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku si bungsu yang selalu membuatnya kehabisan akal. Setelah sampai di tempat khusus parkiran motor, yang jaraknya tidak begitu jauh dari sekolah elit itu, Audi segera turun dari boncengannya dan berlari menghampiri bocah laki-laki tampan blasteran yang sedang berdiri seorang diri. Anna berdecak lidah dengan kesal. Bisa-bisanya Audi berlari begitu saja tanpa menunggunya. “Audi sayang!” pekik Anna memanggil Audi. Namun, Audi mengabaikan, tetap berlari sekuat tenaganya dan langsung berdiri tepat di depan bocah laki-laki itu. “Hai Kakak ganteng, boleh kenalan tidak? Nama aku ‘Audi Grizelle Abhijaya’,” tanya Audi penuh dengan semangat dan ceria sembari menjulurkan tangan kanannya seraya bersalaman, dan langsung memperkenalkan dirinya tanpa menghiraukan pandangan bocah laki-laki yang ada di depan. “Siapa kau?!” Bocah kecil ini tidak menjawab pertanyaan Audi. Melainkan sebaliknya, ia bertanya balik dengan suara yang tidak bersahabat. “Nama aku Audi, Kakak ganteng. Umurku sekarang empat tahun dan sedang sekolah di Playgroup Hainan School,” jelas Audi dengan panjang dan lengkap. Anak kecil itu tampak mengerutkan keningnya heran melihat bocah perempuan yang ada di depannya, berbicara dengan lugas dan tanpa adanya hambatan sedikit pun. “Apakah aku boleh kenalan dengan Kakak?” Audi mengulangi pertanyaannya kembali dengan pertanyaan yang sama. Sebab, bocah tampan di depannya ini tidak membalas pertanyannya dan ajakan perkenalannya. Bocah tampan itu tampak memperhatikan Audi dengan lekat. Mulai dari atas sampai bawah, dan kembali menelisik wajah cantiknya. Iris matanya yang bercampur dua warna, membuat siapa pun yang melihat pasti akan langsung terpesona, daya tarik bocah kecil di hadapannya terlalu memikat, dan sulit untuk diabaikan, cocok dengan warna kulit naturalnya dan warna rambut yang kecokelatan. “An-sel Rain-art M,” ucap Audi dengan mengeja. Audi tergolong anak kecil yang cerdas seusianya, ia sudah bisa membaca, menulis bahkan pintar bernyanyi. “Oh, jadi nama Kakak itu Ansel Rainart M,” ucapnya lagi dan masih menjulurkan tangan kanannya. Karena sedari tadi tidak ada respon dari Ansel. Akhirnya, Audi berinisiatif untuk menarik tangan kanan ansel lalu menjabatnya. “Hei, jangan sembarangan menjabat tangan orang lain!” Bocah tampan itu tampak protes dengan ketus. “Kita itu tidak saling kenal dan kau hanya orang asing!” serunya dengan menyolot dan menatap datar tanpa ekspresi. “Aihh Kak Rain… tadi, ‘kan, kita uda kenalan,” sahut Audi dengan bibir mengerucut kedepan. “Hmmm...,” ucapnya hanya dengan dehaman. Ansel bergumam pelan. “Bocah cantik ini memanggil namaku ‘Rain’ seperti Mommy dan Daddy.” Panggilan sayang Ansel dari orang tuanya adalah Rain. Hanya orang tuanya yang memanggilnya dengan nama Rain. Namun, berbeda hal-nya dengan Audi. Ia dengan polosnya memanggil nama Ansel dengan panggilan Rain. Audi yang mendengar gumaman Ansel pun kembali berbicara dengan gembira. “Wah Kakak bilang aku cantik?” Audi kembali bersemangat dengan senyum semringah saat mendengar Ansel mengatakan cantik. Dilain sisi, tidak jauh dari sepasang bocah kecil tampan dan cantik. Anna berjalan dengan cepat menghampiri mereka berdua dengan ekspresi meradang, Audi tidak menuruti perintah Anna, untuk menunggunya yang sedang memarkirkan sepada motornya. Anna langsung ikut mensejajarkan tubuhnya dengan Audi agar tingginya seimbang. “Anak cantiknya Mommy, kenapa langsung berlar, sih? tadi Mommy, ‘kan, sudah minta tunggu dulu. Baru kenalan dengan kakak tampan ini,” tanya Anna dengan suara selembut mungkin. Padahal Anna sudah sangat khawatir dengan Audi, takut terjadi sesuatu karena lokasinya berada dekat dengan jalan raya. “Mom, kenalin ini Kak Rain. Nah, Kak Rain ini Mommy aku ‘Mommy Anna’,” cicit Audi mengenalkan Ansel dengan perasaan sangat bangga. Sebab, bisa memiliki teman yang tampan. Anna yang melihat bocah tampan blasteran yang berada di depannya pun tersenyum, merasa kagum dengan ketampanannya. “Kau sangat tampan sekali, Nak,” ungkap Anna kagum sambil mengusap lembut pipi Ansel. “Maafkan anak tante yang sudah memaksamu menjadi temannya,” tutur Anna seraya meminta Ansel untuk memaklumi tingkah laku Audi. “Kenapa kau berdiri seorang diri disini, Nak? dan di mana orang tuamu?” tanya Anna ramah. Ia heran melihat Ansel berdiri sendirian di depan gerbang sekolahnya, tanpa adanya pengawasan siapa pun. “Mommy dan Daddy sedang sibuk mengurus segudang kerjaannya. Aku disini menunggu Pak Yanto untuk menjemputku,” aku Ansel jujur dengan perasaan pilu ketika mengatakan yang sebenarnya. “Mau tante temani tunggu Pak Yanto, tidak?” Anna menawarkan sebuah pertanyaan dan terselip rasa cemas. Sebab, anak kecil seumuran dengan Ansel ataupun Audi, harus ada pengawasan yang ketat dari kedua orang tuanya atau orang yang lebih dewasa. Sehingga tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan, pikirnya. “Kenapa tidak menunggu di ruang tunggu saja, Nak?” tanya Anna, “Jika menunggu disini dan dalam keadaan sendirian seperti ini, akan menimbulkan bahaya,” jelasnya. Ansel yang mendengar penuturan Anna pun tampak berpikir dan menelaah perkataannya dengan seksama. “Tidak usah!” serunya dengan nada datar, dingin, dan tegas. “Pak Yanto sebentar lagi datang dan aku tidak suka menunggu di ruang tunggu. Disana pasti banyak gadis kecil yang sangat berisik, dan mereka akan berkerumunan di sampingku. Aku tidak suka jika hal itu terulang kembali,” ujar Ansel seraya menjelaskan alasannya menunggu seorang diri di depan pintu gerbang sekolahnya. Jawaban yang sombong dan dingin membuat Anna terkekeh. Rasa percaya diri dalam diri Ansel patut mendapatkan acungan jempol, pikirnya. Pun Anna memperkirakan bocah tampan yang bernama Ansel ini berumur sekitar tujuh tahun. Menit selanjutnya, tampaklah supir pribadi Ansel ‘Pak Yanto’ sudah datang menjemputnya. Kemudian, Pak Yanto turun dari dalam mobil mewah Rolls-Royce Cullinan berwarna hitam doff dengan terburu-buru. Audi tampak tercengang melihat mobil mewah yang ada di depannya, dan menatap penuh selidik mobil mewah itu. Sebab, keluarga Abhijaya yang sangat sederhana hanya memiliki sepeda motor matic yang dikendarai oleh Anna tadi. Lagi pula, jika keluarga Abhijaya akan pergi ke kampung halaman sang Daddy, mereka akan menyewa mobil biasa, menaiki sebuah bus, ataupun travel agar sampai di kampung halaman Mirza Abhijaya. “Kak Rain, sudah dijemput ya?” tanya Audi sedikit kecewa. “Mulai hari ini kita berteman ya?” tanya Audi kembali dengan wajah pias dan menampilkan puppy eyes-nya seraya memohon agar Ansel mengiyakan ajakan pertemanannya. Lantas Audi mengacungkan jari kelingkingnya di depan wajah Ansel. Sebagai tanda ikatan pertemanan mereka yang dimulai hari ini. “Oke!” Hanya satu kata jawaban yang Ansel lontarkan. Namun, hal itu membuat Audi tersenyum kegirangan dan bahagia. Biasanya Ansel tidak pernah mau untuk berkenalan dengan sembarang orang. Tapi, karena Ansel tidak ingin memperpanjang untuk berdebat dengan anak cerewet yang diketahuinya bernama Audi. Akhirnya, ia mengiyakan. “Kalau begitu, besok Audi kesini lagi ya, menemani Kak Rain dijemput. Supaya Kak Rain tidak sendirian lagi menunggu disini. Sekolah Audi dekat kok dari sini. Jadi, bisa sekalian mampir,” ucapnya dengan penjelasan yang panjang. Audi sangat bahagia keinginannya untuk berteman dengan Ansel terkabulkan. Sedangkan Ansel, masih tetap menampilkan raut wajah yang sangat dingin. Audi, setiap kali pulang dari Playgroup Hainan School ia selalu memperhatikan anak kecil tampan ini berdiri seorang diri di depan pintu gerbang sekolah 'River Elementary School'. Awalnya Audi hanya biasa saja. Namun, lama kelamaan Audi merasa simpati kepada Ansel, sehingga ia bertekad ingin berteman supaya bisa menemani Ansel. Entahlah pikiran anak kecil cantik itu berasal dari mana, hati kecilnya berkata sangat ingin berteman dengan Ansel. Ansel terdiam mendengar tutur kata yang dilontarkan Audi. Ia berpikir dari mana Audi bisa tahu, bahwa ia sering menunggu seorang diri disini? Apakah terlihat jelas kesepian yang selalu ia sembunyikan? Ternyata ia sangat cerdas dan mengemaskan. Apakah aku boleh berteman dengannya yang sepertinya berasal dari keluarga sederhana? Bagaimana jika Daddy dan Mommy mengetahuinya? pasti aku akan kena marah, lirihnya dalam batin sembari berpikir. “Terserah kau saja!” Ansel hanya menjawab apa adanya walaupun terlihat seperti terpaksa. Namun, tidak meninggalkan kesan bahwa Ansel pun ingin berteman dengan gadis cantik ini. Sebab, Ansel tidak tau bagaimana caranya memulai untuk berteman. Karena selama ini ia selalu menghindar dari teman-temannya yang selalu ingin memanfaatkannya. Pak Yanto langsung mengakhiri pembicaraan mereka. Sebab, sudah sangat telat untuk pergi ke mansion Mallory. “Tuan muda mari kita kembali ke mansion, maafkan saya telat menjemput anda karena tadi mobilnya mogok,” ujar pak yanto seraya menjelaskan keterlambatan menjemput Ansel. Ansel tak acuh dan ia hanya berlalu meninggalkan Audi dan Anna yang berada di depannya. Pun Pak Yanto berpamitan dengan Anna dan mengucapkan terima kasih. “Ibu saya pamit dulu, terima kasih sudah berkenan menemani Tuan Muda.” Pak Yanto menundukkan kepalanya sebagai simbol penghormatan. “Oh iya Pak, kembali kasih,” balas Anna. Kemudian, Pak Yanto membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Ansel. Mata Audi berbinar melihat hal yang biasanya ia lihat di dalam layar televisi, kini secara langsung menyaksikan adegan antara tuan muda dan bawahannya. Anna yang melihat Audi langsung mengenggam tangannya dan refleks Audi menoleh ke arah Anna. “Anak Mommy kok bengong, sih? Ayo buruan kita sudah telat menjemput Mas Aydin di sekolahnya,” ucap Anna agar Audi berhenti dari lamunannya. Anna paham Audi merasa kagum dengan apa yang ia lihat. Sebab dari itu, Anna tidak ingin jika Audi tergiur akan barang mewah. Maafkan Mommy, sayang. Mommy belum bisa memberikanmu hidup yang mewah, kata Anna membatin. Dulu ketika ia masih menjadi bagian keluarga Alister, hal seperti yang ia saksikan tadi adalah hal yang biasa baginya. Namun, untuk anaknya? itu adalah sebuah hal yang benar-benar membuat siapa pun akan terkagum dan merasa iri. “Ah iya Mom, maafin Audi.” Audi menunjukkan wajah murungnya dan rasa bersalah seketika. “Kenapa minta maaf sayang?” Anna tampak salah berbicara sehingga membuat si bungsu merengerutkan wajahnya. Hati Anna mulai terenyuh melihat Audi seperti ini. “Iya Mom, karena aku minta berkenalan dengan Kak Rain. Jadi, kita telat untuk menjemput, Mas Ay, maafin Audi ya, Mom,” jawab Audi dengan suara menahan isak tangis. Anna menghela napas lega. Ia pikir, Audi memikirkan suatu hal yang membuatnya meminta maaf. “Anak cantik Mom, tidak ada salah apa pun, jadi jangan menangis lagi.” “Dan Audi bebas mau berteman dengan siapa saja. Asalkan berteman dengan baik yah, sayang.” Anna langsung mengecup kedua pipi Audi seraya menenangkannya. “Nanti setelah jemput Mas Aydin, kita beli ice cream dan kinderjoy kesukaan Mas Aydin dan Audi, mau?” tawar Anna dengan mengimi-imingi makanan kesukaan kedua anaknya. Pun Audi kembali bersemangat setelah mendengar tawaran Anna. “Mommy seriusan? kami boleh beli ice cream dan kinderjoy? Itu, ‘kan, mahal, Mom,” tanya Audi dengan penuh harap. Karena, diusianya yang masih empat tahun. Audi sudah sangat mengerti bahwa makanan kesukaannya dan kakaknya, itu tergolong makanan mahal jika dilihat dari penghasilan keluarga mereka yang hanya cukup untuk makan, sekolah dan kebutuhan sehari-hari. “Iya sayang. Mommy pernah janji kepada anak Mommy ini, ‘kan, kalian boleh membeli itu tetapi tidak boleh minta setiap hari yah, sayang,” jawab Anna dengan mengingatkan kembali kata-katanya yang selalu ia ajarkan kepada kedua anaknya. Anna selalu mengajarkan kepada kedua anaknya untuk hidup sederhana dan selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan, sehingga Audi yang masih berumur empat tahun ini sudah mengerti hal apa saja yang boleh ia beli dan tidak boleh ia beli. Pun kedua anaknya, Audi dan Aydin tidak pernah mengeluh akan hal itu. Menurut keluarga Abhijaya hidup sederhana jauh lebih dapat membahagiakan keluarga kecilnya. Ketimbang harus hidup dengan mewah. Kebahagiaan didapatkan bukan dari materi saja. Tetapi, dengan hal-hal terkecil seperti memperhatikan kegiatan anak, mengajak bermain bersama, makan bersama, menemani sebelum tidur ataupun mendongeng, dan selalu melibatkannya dalam hal sekecil apa pun, misalnya mengambilkan sesuatu yang masih bisa mereka jangkau. Hal inilah yang dapat membuatnya bahagia, karena merasa ia sangat dibutuhkan oleh kedua orang tuanya. “Ayo buruan kita ke parkiran motor ambil motor dulu. Audi mau Mommy gendong atau jalan sendiri?” “Mau gendong, Mom,” jawabnya dengan manja. Anna berjongkok, Audi membelitkan kedua lengannya di lehernya, kedua kakinya melingkar di pinggang Anna. Pun mereka berjalan ke arah parkiran motor sambil tertawa dengan girang. “Ayo kita jemput, Mas Ay,” kata Anna sambil berlari kecil menuju arah motornya. Audi tertawa cekikikan digendongan Anna. Ansel yang melihat dari dalam mobil merasa iri dengan keharmonisan Anna dan Audi. Ingin rasanya seperti itu digendong, tertawa, dan dijemput oleh sang mommy. Tetapi, ia tidak bisa berbuat apa pun karena kesibukan orang tuanya, mengharuskannya untuk melakukan apa pun dengan mandiri. *** 17 Tahun Kemudian... Mallory Corporation, Los Angeles Ruangan Presiden Direktur Suara heels terdengar di gendang telinga, dan aroma tubuh yang sangat menyengat menusuk ke hidungnya. Pun ia sangat mengetahui siapa wanita yang datang ke dalam ruangnya tanpa permisi terlebih dahulu. “Hai, Baby,” sapa wanita itu dengan suara sensual. “Ansel sayang, apa ada yang bisa dibantu?” tanya seorang wanita yang memiliki postur tubuh seksi. Wanita itu selalu menggunakan pakaian yang sangat minim jika ia bertemu dengan kekasihnya. “Caithlyn keluarlah aku lagi tidak mood bertemu dengan siapa pun,” jawab Ansel dengan malas. Caithlyn Pricilia adalah anak dari salah satu kolega bisnis Frans Oliver Mallory, Daddy Ansel yang sekarang menjadi kekasih Ansel. Mereka mulai menjalin hubungan sejak satu tahun yang lalu. Caithlyn tidak mendengarkan perintah dari Ansel. Melainkan tangannya semakin menjadi, melakukan gerakan-gerakan yang dapat membangkitkan hasrat lelaki. Pun ia meraba area pangkal paha bagian tengah Ansel dan seketika membuatnya mengetatkan rahangnya. “Kau, jangan mencoba membuat libidoku menjadi naik, aku tidak lagi menginginkan hal itu,” pintanya dengan suara dingin. Sejak beberapa minggu ini, ia terus memimpikan teman kecilnya. “Mulut dan tubuhmu berbeda, Baby. Tubuhmu merespon tindakanku, tapi hanya mulutmu yang menolak,” cicitnya sembari menggoda area sensitif milik Ansel. “Ayolah sayang aku sangat rindu dimanja dengan tanganmu. Apa kau tidak rindu denganku? sudah dua minggu kita tidak bertemu,” tanya Caithlyn dengan suara dibuat manja. “Aku lagi lelah dan tidak ingin bermain dengan siapa pun. Jadi, tolong mengertilah!” seru Ansel tegas. Namun, Caithlyn tidak juga menyerah. Ia masih terus menggoda Ansel dengan duduk di atas pangkuan Ansel dan menggesek-gesek bagian tengah pangkal paha Ansel. Semakin lama, semakin menjadi, membuat Ansel melenguh dan menahan desahan. “Kau sangat nakal, Caithlyn!” Ansel langsung menubruk bibir kenyal Caithlyn dengan bibirnya. Ansel menyecap bibir bagian atas kekasihnya dengan rakus dan kemudian menggigit bibir bagian bawahnya. Menelusupkan lidahnya dan menelusuri rongga mulut Caithlyn. Mereka saling menikmati menyesap dan memainkan lidahnya. Caithlyn semakin menekan bagian tengah ujung paha ansel yang masih terbungkus dengan kain dan menggesek-gesekan miliknya. Tangan kirinya membuka gesper yang tersemat di pinggang, membuka kancing, dan resleting celana bahan yang dikenakan Ansel, sedangkan tangan kanannya, meremas rambut ansel yang tebal. Sepasang kekasih ini masih menikmati pengutan yang sangat panas dan ketika dilihatnya Caithlyn kehabisan napas, Ansel melepas pangutannya dan berbisik tepat di ujung cuping telinga Caithlyn “Manjakan milikku, Baby. Aku berubah pikiran, kau memang paling ahli membuat darahku berdesir hebat,” lirih ansel dengan meremas kedua bongkahan sintal milik Caithlyn. “Of course, Baby. aku akan kabulkan keinginanmu,” jawab Caithlyn dengan mengecup kembali bibir seksi kekasihnya, dan Ansel hanya mengeluarkan seringai tipis dari bibirnya. Caithlyn turun dari pangkuan, menurunkan celana bahan dan dalaman sport milik ansel yang telah dibukanya tadi. Terpesona melihat keindahan benda tegak, besar, dan berotot yang ada di depan matanya, dengan tatapan menggoda Caithlyn mengedipkan satu mata kanannya, mengigit bibir bagian bawahnya. Pun Caithlyn memulai melakukan aksinya. Perlahan ia menunduk dan meraba benda tegak itu secara sensual menekan lubang kecil yang berada dibagian paling ujung, sesekali memainkan kedua bola itu. Ansel mendongakkan kepalanya menikmati aksi yang dilakukan Caithlyn dan lenguhan kecil pun keluar dari mulutnya. “Kulum Baby.” Caithlyn menuruti permintaan Ansel, dan ia langsung mengulumnya. Ansel sengaja menekan kepala Caithlyn agar Caithlyn memasukakkannya lebih dalam lagi, sehingga membuat Caithlyn sedikit tersedak. Cukup lama Caithlyn memanjakan miliknya, sehingga membuat Ansel mengeluarkan cairannya kedalam mulut Caithlyn. Caithlyn membersihkan seluruh cairan yang tersisa di batang berotot milik Ansel. Caithlyn sangat menyukai ketika Ansel mulai memintanya melepaskan hasrat laki-lakinya. Sebab, Caithlyn tidak suka jika Ansel melampiaskan hasratnya dengan menyewa seorang wanita perayu atau penggoda walaupun setahunya sampai detik ini Ansel tidak pernah menyewa, bahkan sampai membeli. Setiap kali Caithlyn memanjakan miliknya, bayangan wajah cantik sahabat kecilnya selalu terbayang. Libidonya pun dengan mudah naik, begitu pun sebaliknya, jika ia tidak membayangkan gadis kecilnya, sudah dipastikan libidonya akan susah meningkat dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat hasratnya melambung tinggi. May El aku rindu padamu. Maafkan aku, ungkapnya dalam batin. Caithlyn mendesah manja, saat Ansel mengangkat tubuhnya dan membalik menjadi membungkuk. Tamparan cukup kuat mendarat di kedua bongkahan sintal itu. “Ansel…,” rancaunya. Ansel menanggalkan seluruh pakaian yang melekat di tubuh Caithlyn, dan dengan sekali tarik sudah terlepas. Pun Caithlyn nampak polos tanpa sehelai benang pun. Ansel mulai meraba dari belakang bagian cuping, leher, lekukan benda kenyal, perut, dan turun ke liang basah wanita itu. Memasukan satu jari tengahnya dan mengoyaknya dengan sangat berutal. “An-sel please. Aku sudah tidak tahan lagi,” lenguhnya dan membuat Caithlyn bertumpu pada meja di depannya. Tangan kanan Ansel tidak tinggal diam, ia meremas, menekan cukup kuat, dan membuat wanitanya semakin menegang. Kakinya semakin lemas karena tidak tahan dengan permainan yang Ansel berikan kepadanya. Sementara itu, giginya mengigit daging bagian bawah cuping, dan sedikit meninggalkan jejak warna kemerahan disana. “Ansel, please jangan disana….” “Be-sok aku ada pemotretan,” pintanya dengan susah payah karena tangan ansel yang memanjakan miliknya dengan sangat nikmat. “Baiklah, kau sungguh membuatku frustrasi, maafkan aku,” lirih Ansel meminta maaf. “Ansel aku sudah tidak tahan. Please… masukan milikmu aku tidak sanggup lagi jika hanya menggunakan jarimu,” keluh Caithlyn karena ia sudah tidak tahan lagi dan ingin lebih dari ini. “Kita sudah setahun pacaran tetapi sampai sekarang kau hanya memberikanku foreplay saja, dan aku ingin kau segera membuka segelku dengan segera,” terangnya dengan apa yang ia inginkan. Ya, karena selama mereka berpacaran, Ansel tidak pernah memberinya lebih dari sekedar foreplay, karena ia sudah berjanji dengan teman kecilnya, untuk memberikan perjakanya kepada calon istrinya seorang walupun ia harus melepaskan hasratnya dengan cara solo atau dengan foreplay seperti ini dengan kekasihnya. Ansel mengakui bahwa ia adalah pria nakal yang hanya memikirkan dirinya sendiri dan kesenangannya saja. Namun, dalam prinsipnya kini, terpenting ia tidak melanggar janjinya seperti yang ia lakukan tiga tahun lalu kepada gadis kecilnya. Caithlyn pun hampir mencapai pelepasan. Tetapi, lagi dan lagi Ansel sudah mengeluarkan jari tengahnya di liang basah milik Caithlyn. “Ansel aku hampir sampai, kenapa kau melepaskanya?” tanyanya dengan aksi protes. Memiringkan wajah Caithlyn kesebelah kanan, Ansel kembali melumat, menghisap, dan mengigit bibir Caithlyn dengan penuh penekanan. “Kita akhiri sampai sini, karena pekerjaanku masih banyak, Baby,” jawab Ansel dan langsung duduk di kursi kebesarannya lalu mengambil kartu platinum unlimited dari dalam laci yang berada di meja kerjanya. “Ini, kau bisa menggunakan semaumu dan jangan cemberut lagi.” “Aku tidak bisa memberikanmu lebih karena kita belum memiliki ikatan yang sah.” Caithlyn merengut dan kesal dengan Ansel. Setiap ia mengatakan hal ini dan meminta lebih. Pasti berujung Ansel akan menghentikan kegiatannya “Bailah, aku selalu setia menunggumu,” jawab Caithlyn dengan terpaksa dan langsung mengecup sekilas bibir Ansel. “Thank you, aku akan menghubungimu kembali dan kau sekarang bisa melanjutkan pekerjaanmu,” ujarnya berterima kasih. “Ohh ya,” lanjut Caithlyn kembali, “Apa kau jadi akan pergi ke Indonesia?” tanya Caithlyn dengan penuh selidik. Caithlyn khawatir Ansel akan menemui sahabat kecilnya, yang ia sangat ketahui bahwa Ansel sangat mencintainya. Tetapi, karena sesuatu hal Ansel jadi menyembunyikan rasa cintanya kepada sahabat kecilnya, dan menerima Caithlyn sebagai kekasihnya. “Ya, tiga hari lagi aku akan pergi ke Indonesia. Anak cabang baruku akan dibuka minggu depan di Surabaya.” jawab ansel datar dan ekspresi wajah yang terlebih natural kembali. “Berapa lama kau disana, Baby? apa aku bisa mengunjungimu selama kau berada di Indonesia?” tanyanya sembari mengenakan pakaian dan merapikan rambutnya yg berantakan. “Sekitar dua sampai tiga bulan jika tak ada hambatan dan masalah atau bisa lebih cepat dari itu, kau tidak perlu datang ke Indonesia, jika aku merindukanmu, aku akan kembali beberapa hari ke LA!” ujarnya dengan tegas dan ia tidak mau jika Caithlyn pergi menemuinya di Indonesia. Sebab, Ansel tidak mau rencananya selama di Indonesia menjadi kacau akibat ulah kekasihnya. Caithlyn tersenyum. “Baiklah, oke Baby aku harus pergi sekarang karena desainer-ku sudah menungguku di butiknya untuk fitting baju pemotretan besok,” jawabnya dan mencium kening, mata, hidung, pipi, dan terakhir melumat bibir yang menggoda itu. *** Ansel mengusap wajahnya dengan gusar dan mengacak rambutnya frustrasi. Ia menghela napas dengan kasar. “Kenapa selalu terngiang dipikiranku? Kemana aku harus mencarimu, Ell? Apa kau segitu bencinya denganku sampai tidak mau berjumpa denganku kembali?” gumamnya dengan sangat frustrasi. Semenjak kejadian beberapa waktu silam, sahabat kecilnya ‘Audi Grizelle Abhijaya’ dipanggil dengan nama sayangnya yaitu Elle, telah memutuskan pertemanannya secara sepihak dan pergi meninggalkannya tanpa sepengetahuannya. Ia hanya mengetahui Audi pergi ke Dubai bersama kakaknya, Aydin Kenan Abhijaya untuk melanjutkan pengobatan terapinya. Namun, setelah beberapa bulan, jejak keberadaan Audi di Dubai hilang bak ditelan bumi. Anak buahnya sudah berusaha mencarinya. Namun, nihil. Ia tidak dapat menemukan keberadaan Audi. Pun Aydin terlihat tinggal seorang diri di apartemen yang telah disediakan oleh kantor. Hal itu membuat seorang Ansel Rainart Mallory menjadi terpuruk akan kebodohannya yang tidak mengejar Audi sampai ke Dubai, bahkan hanya mengutus anak buahnya untuk mengikuti segala aktifitas Audi di Dubai. Sungguh ia merutuk dirinya sendiri dan merenungi kesalahan fatal yang dibuatnya walaupun ia juga sama seperti Audi, hampir mengalami depresi karena pikirannya terbagi; antara memikirkan segudang bisnis milik keluarga, bagaimana cara menemukan Audi, dan meminta maaf secara langsung, sehingga membuat Audi kembali menjadi temannya. Akhirnya, setelah berpikir dengan panjang dan tawaran yang terus saja diberikan oleh sang Daddy. Ansel mengiyakan keinginan sang Daddy untuk mengurus perusahaan keluarganya secara turun menurun yang berada di pusat yaitu di Los Angeles. Pun saat itu juga Ansel memutuskan untuk pergi meninggalkan Indonesia.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Om Tampan Mencari Cinta

read
400.0K
bc

HOT AND DANGEROUS BILLIONAIRE

read
570.4K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.3K
bc

Nikah Kontrak dengan Cinta Pertama (Indonesia)

read
450.8K
bc

Crazy In Love "As Told By Nino"

read
279.6K
bc

Fake Marriage

read
8.5K
bc

True Love Agas Milly

read
197.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook