Anna baru saja selesai mandi dan segera memakai seragam kerjanya. Jam baru menunjukkan pukul 6 pagi ketika Anna sudah bersiap untuk berangkat kerja.
"Anna ini rotinya dimakan dulu. Biar perut kamu gak sakit gara-gara belum diisi." Lily ibu dari Anna menyodorkan roti kepada putrinya.
Anna pun segera menerima roti pemberian dari sang ibu dan memakannya.
"Hari ini kamu kerja di restoran ya?" tanya Lily sambil menyisir rambut panjang sang putri.
"Iya Bu. Seharusnya hari ini bukan jadwal aku kerja di restoran. Karena aku juma ambil kerjaan di restoran hari Jumat sampai Minggu aja. Tapi kemarin teman aku telepon aku minta tolong buat gantiin dia hari ini karena ada saudaranya yang meninggal jadi ia harus pergi ke rumah saudaranya itu. Hari ini juga gak ada jadwal buat aku memberi les kepada anak. Jadi gak pa-pa lah aku kerja nanti sore," kata Anna yang sudah menghabiskan rotinya.
"Apa kamu gak capek harus kerja setiap hari? Apa sebaiknya ibu gak usah melanjutkan pengobatan aja ya? Kasihan kamu harus kerja keras buat ibu," kata Lily yang mulai berkaca-kaca.
Anna yang baru meminum air putih langsung mendekat ke arah sang ibu. Ia sudah sering mendengar sang ibu berbicara seperti ini. Dan ia juga mengerti sang ibu hanya tak ingin melihatnya susah gara-gara beliau sedang sakit saat ini. Tapi tak pernah terlintas di pikiran Anna bahwa sang ibu hanya bisa membebaninya. Harusnya ia yang banyak berterima kasih karena setelah sang ayah meninggal ibunya lah yang bekerja keras untuk merawat dirinya dan untuk biaya kehidupan sehari-hari. Jadi sekarang gantian dirinya yang bekerja keras agar sang ibu bisa sembuh dari penyakit yang ia derita.
"Ibu dengerin Anna. Gak pernah terlintas di pikiran Anna jika ibu membebani Anna. Anna bekerja keras selama ini ingin melihat ibu sembuh. Karena dulu ibu juga sudah bekerja keras untuk Anna bisa makan dan sekolah. Sekarang giliran Anna yang akan melakukannya. Sekarang yang ada di pikiran Anna adalah melihat ibu sembuh. Dan ibu gak usah khawatir dengan pekerjaan yang Anna ambil. Karena Anna bisa memilah mana pekerjaan yang sanggup Anna kerjakan. Dan Anna juga bisa jaga diri. Ibu gak usah khawatir ya?" kata Anna memandang sang ibu penuh cinta.
"Ibu bersyukur walaupun kita hidup kekurangan setidaknya ibu masih memiliki seorang putri yang begitu ibu banggakan. Makasi buat semua yang telah kamu berikan untuk ibu," kata Lily menyentuh tangan sang putri.
Anna tersenyum mendengar kata-kata dari sang ibu. Hanya mendengar kata-kata terima kasih dari sang ibu sudah membuat Anna bahagia. Ia berjanji akan selalu berusaha untuk membahagiakan sang ibu bagaimana pun caranya walaupun itu ia harus kerja keras untuk mendapatkannya.
Tepat jam setengah 7 Anna sudah bekerja. Anna bekerja sebagai office girl di rumah sakit tempat ibunya dirawat. Ketika dulu datang kesini untung saja ia mendapat pekerjaan di rumah sakit tempat ibunya di rawat dari temannya Tari.
Tari juga yang selalu membantunya ketika ia pertama datang ke kota ini. Bahkan ia membiarkan ia dan ibunya untuk tinggal di rumahnya sambil menunggu Anna mendapatkan kontrakan.
Tari sendiri adalah perawat di rumah sakit ini. Terkadang Anna sering menitipkan sang ibu jika ia harus kerja sampai malam. Dan dengan senang hati Tari selalu membantu Anna menjaga ibunya. Anna pun bisa bekerja dengan tenang tanpa was-was ketika harus meninggalkan ibunya.
Jam sudah menunjukkan pukul 12.00 siang saatnya Anna untuk istirahat dan makan siang. Anna melangkahkan kakinya menuju kantin rumah sakit karena ia sudah janjian makan siang bersama Tari. Kalau boleh jujur Anna merasa lelah harus bekerja dari pagi hingga malam tapi kalau ia tak melakukan hal ini maka ia tak bisa mendapat pemasukan tambahan. Karena pekerjaan sebagai office girl gajinya tidak terlalu besar. Jadi ia harus punya pekerjaan sambilan. Sehingga ia punya uang yang lebih banyak untuk biaya ibunya berobat.
Senyum kembali terlihat dari wajah Anna ketika dari kejauhan ia melihat sahabatnya Tari melambaikan tangannya padanya. Anna pun segera jalan menuju tempat sahabatanya berada.
"Maaf Tar aku agak telat," kata Anna ketika duduk di hadapan Tari.
"Gak pa-pa kok aku juga baru 5 menit sampai sini. Oya tadi aku pesenin kamu gado-gado sama es jeruk. Gak pa-pa kan?" tanya Tari yang sedang meminum es teh manisnya.
"Iya gak pa-pa kok." Anna pun tersenyum mendengar perkataan sahabatnya itu.
Tak berapa lama gado-gado pesanan Tari pun datang.
"Neng Anna ini gado-gado special buat Neng Anna. Pedas dan gak pakai timun kan?" kata Mang Edi penjual gado-gado langganannya.
"Wah mang Edi udah hapal banget selera aku. Makasi ya mang," kata Anna sambil tersenyum.
"Iya dong mamang pasti hapal kesukaan neng Anna. Oya sama ini ada rujak buat neng Anna. Dan nanti gak usah bayar soalnya dokter Erick sudah bayar makanan neng Anna," kata Mang Edi sambil meletakkan rujak di meja Anna.
Anna mengerutkan keningnya ketika makan siangnya lagi-lagi dibayarin oleh dokter Erick. Dan ini bukan kali pertama dokter Erick membayar makan siangnya.
"Loh kok dokter Erick bayarin makan siang aku lagi. Mang nanti bilang ke dokter Erick kalau gak usah bayarin saya makan siang lagi. Saya merasa gak enak," kata Anna merasa gak nyaman.
"Udah lah Ann biarin aja. Hitung-hitung makan siang gratis. Lagian Mang Edi kan juga gak tahu soal kayak gini. Mang Edi kan cuma menjalankan apa yang diminta aja. Iya kan Mang?" tanya Tari balik.
"Iya neng. Mamang mah cuma menjalankan perintah aja. Dokter Erick udah kasih mamang uang dan bilang kalau neng Anna makan siang gak usah bayar.
"Ya udah mang. Tapi lain kali kalau dokter Erick ngasih mang Edi uang lagi jangan diterima ya mang. Bilang aja kalau saya gak suka kalau makan siang saya dibayarin terus," kata Anna berbicara dengan sopan.
"Iya neng. Kalau gitu mamang balik dulu. Ada pesanan lain yang harus mamang anter." Mang Edi pun segera pergi dari meja Anna dan Tari dan kembali ke gerobaknya.
"Kamu kenapa sih Ann selalu nolak kebaikan dokter Erick. Padahal kamu tahu kan kalau dokter Erick suka sama kamu. Kenapa kamu gak menerima cintanya aja Ann," kata Tari sambil memakan gado-gado miliknya.
"Aku gak suka sama dokter Erick Tar. Lagian aku sedang gak ingin punya pacar. Aku mau fokus sama kesembuhan ibu dulu Tar. Dan juga bahagiakan ibu dulu," kata Anna menatap sahabatnya jujur.
"Ini bukan karena kamu masih suka sama Aldrich kan? Sejak kamu putus dari Aldrich, kamu gak pernah berhubungan dengan laki-laki manapun. Apa kamu masih memikirkan dia?" tanya Tari menatap Anna serius.
Wajah Anna terkejut ketika mendengar nama Aldrich kembali disebut. Sudah beberapa tahun nama itu tak sebut. Dan jujur saja ia memang belum bisa melupakan Aldrich. Saat itu ia sangat menyesal telah melepaskan Aldrich. Karena Aldrich adalah cinta pertamanya. Laki-laki yang melihatnya sebagai seorang Hanna Safitri seperti gadis yang lain tidak Hanna Safitri yang berasal dari keluarga yang tidak mampu. Dan yang paling penting Aldrich adalah laki-laki yang bisa menjadi teman ngobrol yang enak. Dan Anna pun tak pernah melihat latar belakang Aldrich yang seorang dari anak orang kaya di negeri ini. Karena ia bisa melihat Aldrich adalah sosok yang sangat sederhana.
"Kamu apaan sih Tar bahas dia segala. Aku udah gak peduli sama dia. Mungkin dia sekarang sudah mendapatkan wanita yang jauh segalanya daripada aku. Dan aku akan ikut bahagia jika dia juga bahagia. Sekarang fokus aku memang lagi kesembuhan ibu. Dan jika ibu sembuh maka itu jadi kebahagian aku paling besar," kata Anna dengan mata yang berbinar-binar.
Tari yang melihat itu pun langsung menggenggam tangan sahabatnya untuk memberikan dukungan. Dan dalam hati ia berdoa agar sahabatnya ini bisa mendapatkan kebahagiannya dan juga mendapatkan laki-laki yang benar-benar mencintainya.
Happy reading....