Bab 4. Giovani.

1011 Kata
Sejak kejadian malam hari acara Dinner hingga suasana tegang menjadi kerukunan. Albert dan Linda kembali melakukan aktivitas masing-masing. Albert sudah bersiap untuk berangkat ke kantor, tumben-tumbenan Albert mulai terbiasa mencium pundak kepala istrinya saat akan berangkat kerja. Linda diam membiarkan suaminya melakukan sesuka hati. Meskipun tidak sampai melakukan lebih jauh. pundak kepala saja sudah bersyukur daripada tidak di syukuri. "Ini uang belanja, mungkin di kulkas sudah kehabisan stok sayuran, kamu bisa pergi berbelanja kapan saja kamu mau. Mungkin nanti malam aku sedikit terlambat pulang, ada beberapa yang harus aku kerjakan sebelum hari lebaran tiba." Albert memberikan kartu debit Platinum kepadanya. "Jika kamu merasa kesepian, kamu bisa mengajak teman kamu yang namanya siapa? Wi – Wi—“ "Windy," sambung Linda bersuara. "Ah itu ... Padahal mudah saja. Mungkin terlalu memikirkan namamu." Senyum Albert mengacak rambut Linda tertutup selendang biru muda tipis itu. Linda mengantar Albert sampai di depan pintu rumah, setelah mobil suaminya  keluar dari area rumah. Pintu pagar memang tertutup Otomatis. Saat akan kembali masuk ke dalam, seseorang memanggil namanya. "LINDA!" Ia langsung menoleh mencari suara itu, sebuah tangan melambai ke atas tinggi-tinggi. Jaraknya cukup sangat jauh, untuk perlihatkan Linda masih normal. "Gio?" tebak Linda menyebutkan namanya. Linda berlari kecil untuk membuka pintu pagar itu. Sosok wanita tinggi kulit coklat manis menghampiri pagar besar itu. "Apa kabar dirimu?! Kok kamu ada di sini? kemarin aku ke kampung kamu. Kata tetangga sebelah rumah kamu sudah dijual. Orang tuamu sudah meninggal dan kamu sudah menikah sama juragan kaya raya. Apa benar kamusudah  menikah?" Panjang lebar si cewek tinggi itu. Namanya Giovani Hikaru Amarta. Dia campuran, tapi entah kenapa kulitnya cokelat mungkin itu ciri khasnya. Giovani pernah sekelas dengan Linda di masa sekolah menengah atas. Linda tidak terlalu akrab dengannya, karena reputasi mereka jauh berbeda. Giovani adalah Cucu Amarta seorang Preman kaya raya. Ke mana pun dia berkelana, selalu memamerkan benda yang ada di tubuhnya seperti perhiasan, gelang, anting-anting dan lain-lain. Sekarang Giovani berada di ruang tengah sambil melihat-lihat isi ruangan dekorasi penuh dengan barang antik yang sangat ekstrem. Apa saja seperti hiasan patung dari Bali, Sunda, segalanya ada. Benar, Albert mengoleksi barang itu karena hobi. Selain itu banyak peninggalan dari nenek buyut keluarga Albert sendiri. Linda membawa minuman untuk temannya. Di sana Giovani duduk manis, nyaman dan sejuk suasana ruangan ini. "Ini rumah suamimu? Suamimu ke mana? Kok gak nampak?" Pertanyaan di sebut oleh Giovanni. "Iya ini rumahnya, dia sedang kerja, pagi-pagi sudah berangkat mengurus beberapa pekerjaan di kantor. Dia selalu sibuk," jawab Linda itu yang dia tahu. Giovani mangut - mangut lalu menyeruput minuman di cangkirnya. "Tapi, kalau dilihat - lihat rumah suami kamu, benar keren ya. Seumur - umur aku gak pernah lihat ada yang bisa mengoleksi barang antik peninggalan zaman nenek moyang kita, loh. Kamu gak merasa takut sendirian di rumah dengan benda seperti ini?" Giovani memuji lalu kembali bertanya. Linda sih sudah biasa dengan rumah ini. Pertama kali menginjak rumah ini, memang sangat menyeramkan karena suasana rumahnya tergolong sangat gelap. Lampu hiasnya berwarna kuning merah. seperti cahaya remang tanaman. “Gak, biasa saja. Memang karena koleksian dari keluarganya tersebut," jawab Linda singkat. "Begitu, ya. Tapi, aku gak menyangka kamu sudah menikah. Memang suami kamu orang apa, sih? Bisa menikahi dirimu dengan wajah seperti itu. Apa suami kamu gak merasa jijik dengan wajah bekas luka bakar?" Giovani mulai menjelekkan dirinya. Linda sih sudah biasa dengan ocehan jelek dari mulutnya itu. "Terima kasih atas pujianmu, Gio. Aku senang ada yang mengatakan itu meskipun cobaan yang diberikan oleh Tuhan selalu menerima ketabahan dan kesabaran yang ada pada diriku," ucap Linda, Giovani merasa kata - kata Linda seperti menyudutkan dirinya telah salah menghinanya. "Hahahaha .... Aku hanya bercanda saja. Jangan berkata seperti itu. Kamu cantik meskipun Tuhan telah memberikan wajah yang jelek padamu. Kamu tetap harus tegar. Maaf jika aku telah menghinamu. Aku gak bermaksud ...." "Gak apa-apa, aku mengerti, situasi mana pun aku selalu menerima. Aku gak tersinggung, malahan kamu sudah memberikan dorongan untukku meskipun orang masih belum percaya dan yakin kalau aku sudah menikah," potong Linda melanjutkan ucapannya. Giovani seperti menarik ulasan senyum di sudut bibirnya, dia digurui oleh Linda. Meskipun Giovani tidak terlalu menaati agamanya sendiri. Ia telah diremehkan oleh teman sekolahnya yaitu Linda. Seburuk apa pun Linda memiliki jiwa yang suci dan bersih. "Baiklah, kalau begitu aku harus kembali. Tadi aku hanya mampir saat melihat kamu di luar. Kapan - kapan kita reuni lagi, ya, seperti dulu. Datanglah ke rumahku, rasanya aku kesepian tanpa ada yang bisa diajak bicara seperti dirimu," ucap Giovani menatap sayup mata Linda. "Pasti aku akan ke rumah di lain waktu," balas Linda dengan senyuman "Sekali lagi aku minta maaf, aku bukan menyudut dirimu. Aku hanya merasa—" "Tidak perlu di iri kan. Kamu juga bisa seperti yang lain. Jika kamu yakin adanya Tuhan di sisimu. Kamu juga akan merasakan bagaimana kehidupanmu yang sebenarnya. Aku begini hanya Tuhan belum menunjukkan sesungguh atas kesalahanku di masa lalu." Linda memotong kembali, dirinya tahu Giovani selalu mengatakan dia iri padanya karena kemuliaan hatinya terhadap Tuhan. "Terima kasih, kamu benar teman yang sangat baik. Gak sia-sia suami menerimamu dalam keadaan seperti ini. Aku berharap kamu selalu bahagia bersama suamimu dan keluarga kecilmu." "Terima kasih kembali," balas Linda. Setelah Giovani beranjak pergi meninggalkan rumah ini, Linda hampir melupakan sesuatu, dia harus berbelanja. Dia tidak lupa mengunci pintu rumah. Lalu dia menggunakan gojek untuk menuju ke minimarket terdekat. Hanya membeli beberapa sayuran. Sampai di depan minimarket, Linda memberikan beberapa lembar untuk tukang gojek itu. Linda pun masuk ke dalam tetap dalam keadaan menutup wajahnya. Dia tidak ingin ada yang melihat wajah menjijikkan itu. Dia mendorong troli belanjaan. Sambil berkeliling, meskipun minimarketnya tergolong sedang. Tapi barangnya sangat lengkap. Tidak perlu waktu yang lama, cukup dia puluh menit belanja stok sayuran di kulkas selesai. Linda menuju kasir, tiba seseorang menyenggol dirinya. Membuat Linda sedikit menghindar. Linda menoleh menatap sosok pria yang begitu mencurigakan, tentu membuat Linda waspada bisa saja pria ini hanya modus untuk melakukan kriminal. Linda memeriksa tasnya apa ada yang hilang. Untung tidak ada. Karena dia sedikit takut jika kartu yang diberikan suaminya tiba menghilang. Maka terjadilah masalah serius.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN