1.
Carina melirik ke arah keramaian yang ada di bawah sana. Suara tawa dan keramaian menembus masuk ke dalam kamar. Seandainya saja perasaannya normal, semua ini akan membuatnya bahagia.
Wanita mana yang tak menginginkan sebuah pesta mewah dengan dekorasi yang cantik dan begitu banyaknya bunga yang menghiasi seluruh ruangan. Bahkan kebaya berwarna peach yang kini digunakannya pun amatlah sangat cantik. Tapi suasana ini, bukan suasana yang Carina inginkan. Lebih tepatnya, dengan siapa dia akan bersanding lah yang tidak dia inginkan.
Pria itu. Jika saja perasaannya normal, Carina akan memuji ketampanannya, kebaikannya dan bahkan keramahannya. Wanita mana pun akan suka disanjung, diperhatikan dan selalu di nomorsatukan. Adakah didunia ini ada wanita yang dibaikan? Tidak ada. Hanya wanita bodoh yang menginginkan hal itu. dan itulah dirinya kini. Ia, Carina Putri, sangatlah ingin diabaikan oleh pria itu.
Jika saja perasaannya normal, maka seharusnya saat ini dia jatuh cinta pada sosok pria tinggi tampan yang selalu memandangnya dengan tatapan memuja. Dia yang tidak memiliki kekurangan, malah berakhir jatuh cinta pada seorang Carina. Bisakah ia membalas perasaan itu? Meskipun hanya sekedar ucapan terima kasih?
Carina hanya bisa menarik napas panjang.
Ia kalah. Ya, ia harus mengakui itu. pada akhirnya dia kalah.
Setelah pertarungan sengit antara dirinya dan sang ayah, Ia pada akhirnya harus menyerah.
Perjanjian yang dibuatnya dengan sang ayah, yang memintanya untuk membawa seseorang ke hadapannya untuk ia kenalkan sebagai calon suaminya tak bisa ia lakukan. Alhasil, semuanya kembali pada perjanjian awal. Carina harus menerima dijodohkan dengan orang yang dipilihkan sang ayah. Dengan orang yang tak dikenalnya, apalagi dicintainya.
FLASHBACK
"Berhenti bersembunyi di balik karir!" itulah yang ayahnya katakan kala itu. "Usiamu sudah 27 tahun, mau sampai kapan kau melajang. Tantemu menikah di usia yang sama sepertimu. Dan bahkan Syaquilla menikah di usia yang jauh lebih muda darimu. Lalu apalagi yang kau tunggu."
"Ayaah.." ucapan itu terdengar dari mulut ibunya.
"Berhenti menjadi pemilih, Carina. Seorang wanita itu dinilai berdasarkan penampilannya. Kau bisa berbangga karena penampilanmu yang cantik saat ini. Tapi nanti? Ibaratnya bunga, saat ini kau memang sedang mekar, tampak indah dan mempesona yang memandangnya. Tapi saat kau layu, tidak akan ada lagi yang akan melihatmu."
"Ayah.." Lagi-lagi ibunya menegur.
"Selama ini Ayah tidak pernah memaksamu. Ayah tidak pernah melarangmu karena Ayah percaya padamu. Ayah tahu kalau kau memiliki batasan. Kau tahu batasan mana yang benar dan salah. Dan kali ini pun Ayah tidak memaksamu. Jika memang ada seseorang diluar sana yang mencintaimu dan kau cintai, bawa dia ke hadapan Ayah. Perkenalkan dia pada Ayah. Tapi jika dia mengatakan dia mencintaimu namun tak juga datang kemari, maka jangan percaya!
Tapi jika, kau tidak memiliki siapapun yang kau cintai, maka terimalah pilihan Ayah."
"Ayah.." Kali ini Carina lah yang bersuara.
"Kau putri Ayah satu-satunya. Harapan terakhir Ayah adalah menikahkanmu dengan orang yang baik. Harapan terakhir Ayah adalah menjadi orang yang memegang tangan calon suamimu dan menyerahkanmu padanya. Apa itu sulit?" ucap ayahnya dengan nada memelas. Carina hanya bisa tertunduk. Matanya memanas. Dadanya terasa sesak. Apa yang harus dia katakan? Membeberkan fakta pun tidak akan memperbaiki keadaan.
"Beri Carin waktu." Pintanya pada akhirnya dengan suara tercekat.
"Satu tahun. Tidak ada lagi batas waktu. Lebih dari itu, kau harus menerima perjodohan yang akan Ayah lakukan.
Flashback Off
Dan kini, setahun sejak waktu itu sudah berlalu. Carina tidak lagi punya alasan untuk menolak perintah ayahnya. ia tidak lagi punya alasan untuk menghindar.
Tidak ada pria yang bisa ia bawa ke hadapan Ayahnya. Itu semua bukan berarti tidak ada sosok yang dia cintai. Dia mencintai seseorang dalam waktu yang teramat lama. Tapi pria itu, sama sekali tak pernah melihatnya. Tak pernah memedulikannya.
Lagi-lagi Carina menghela napas panjang. Sebuah ketukan membuatnya berbalik dari tempatnya berdiri. Sesosok wanita cantik berhijab tampak tersenyum dengan lembut ke arahnya. Dia, Syaquilla. Sahabat baiknya yang kini telah menjadi sepupu, sekaligus tantenya. Carina ingin tersenyum. Betapa mirisnya nasib yang dialaminya. Ketika dia bisa membantu Syaquilla untuk mendapatkan tante Carina sebagai ibu sambungnya dan juga mendapatkan paman Carina sebagai suaminya, kenapa Carina tidak bisa membantu dirinya sendiri?
"Mana Ayla?" tanya Carina. Ayla adalah balita cantik yang menggemaskan yang selalu menjadi peralihan cinta Carina. Balita yang lebih dari sekedar sepupu dan juga keponakan baginya.
"Dia lagi sama om-tantenya." Jawab Syaquilla. Carina hanya mengangguk. Ia berjalan menjauh dari jendela dan memilih duduk di atas tempat tidur. Menatap pantulan dirinya di depan meja riasnya. "Rin.." suara itu terdengar begitu dekat. Dan Carina melihat sahabatnya itu duduk di sampingnya dan meraih tangan kanannya. Menggenggamnya dengan hangat.
"Hmm..." hanya itu jawaban Carina. Ia tahu apa yang akan dikatakan sahabatnya itu.
"Kamu yakin?" tanyanya. Pertanyaan yang sebenarnya sudah berulang kali Syaquilla ajukan padanya. Yang juga sudah berkali-kali Carina tanyakan pada dirinya sendiri. Carina hanya bisa terdiam setiap kali pertanyaan itu diajukan. "Rin..." Syaquilla kembali memanggil namanya.
Mata mereka kini saling berhadapan di depan cermin. "Aku gak tahu, La." Jawabnya lirih. Syaquilla kemudian merangkul bahu sahabatnya dan menyandarkan kepalanya yang tertutup hijab di bahu Carina.
"Maaf." Ujarnya lirih.
"Untuk?" Tanya Carina dengan mata berkaca-kaca dan suara tercekat.
"Kamu yang bantu aku sama Uncle. Dan kamu juga yang bantu aku buat dapetin Mama. Tapi disaat kamu butuh bantuan aku, aku gak bisa bantu kamu." Jawab wanita itu dengan sendu.
Carina mau tak mau terkekeh. Mengerjapkan matanya cepat supaya airmata tidak jatuh dari pelupuk matanya. Ia balik merangkul pinggang sahabatnya itu dan menyandarkan pipinya di kepala Syaquilla.
"Anggap saja ini takdir, La. Mungkin memang dia jodoh yang ditakdirkan Allah buat aku. Bukannya kamu bilang kalau Allah dengan jelas berfirman bahwa 'apa yang kusukai belum tentu baik, tapi apa yang tidak aku sukai, bisa saja itu yang terbaik'. Aku Cuma akan mengandalkan hal itu, La. Aku hanya bisa berdoa, kalau dia memang jodoh buat aku, maka permudahkan semuanya, dekatkan kami dan buka hati aku buat dia. Tapi kalau dia bukan jodoh aku, maka bukakan semua dan jauhkan dia dari aku." Jawab Carina apa adanya. "Lagian ini kan baru tunangan. Siapa yang tahu, besok lusa segala hal akan berubah. Selama janur kuning belum melengkung, segala sesuatu bisa saja terjadi." Lanjutnya lagi.
Syaquilla kini menegakkan tubuhnya dan memandang sahabatnya. "Rin.."
Carina hanya tersenyum. Ia tahu bahwa Syaquilla tidak suka dengan kalimat terakhirnya. Tapi mau bagaimana lagi. Dia sendiri jelas tidak yakin dengan semua ini. Tentang perasaannya pada pria itu, begitupun sebaliknya. Mereka tidak pernah saling mengenal. Pertemuan mereka hanya berlangsung beberapa kali, dan itu pun tidak memberikan kesan terlalu dalam bagi Carina. Entah bagi pria itu.
Tidak ada perasaan menggebu-gebu dalam dada Carina. Bahkan meskipun pria itu tida menghubunginya, Carina tidak pernah merasa khawatir. Dan ketika pria itu menghubunginya, Carina tidak pernah merasakan histeris seperti halnya para remaja yang tengah dimabuk cinta. Itulah faktanya.
Suara ketukan di pintu membuat kedua sahabat itu memalingkan wajah. Ibunya muncul dan memberitahukan bahwa keluarga pria sudah datang. Carina hanya bisa mengangguk. Syaquilla turut berdiri, dan diapit kedua wanita itu Carina berjalan meninggalkan kamarnya, bersiap untuk memulai kisahnya.
~~~~~~~~~~~~~~
Jangan lupa untuk klik ♥️ dan komen ya