“Keruh sekali wajahmu,” ujar Javier heran ketika melihat Rocky datang dengan wajah mendung ke Riverside Point. Melihat sosoknya di tempat ini saja sudah merupakan hal langka, ditambah lagi dengan ekspresinya yang tidak biasa. Di antara mereka berempat, Rocky yang paling jarang datang ke sini. Pria itu dengan tegas mengatakan ia benci dengan tempat hiburan malam.
Rocky tidak menanggapi Javier, ia hanya mengempaskan bokongnya di sebelah pria itu dan langsung memejamkan mata.
Aaron mendengus geli. “Apa lagi yang bisa membuat pria konyol ini kesal?”
“Ivy?” tebak Javier hati-hati.
“Tepat!” Aaron menjentikkan jarinya.
“Apa lagi yang dilakukannya kali ini?” tanya Javier penasaran.
“Dia kembali menemukan tempat baru untuk dijelajah.” Jangan heran bagaimana caranya Aaron bisa tahu, karena pria itulah yang memberikan informasi pada Rocky tentang keberadaan adiknya. Aaron memiliki akses untuk memantau semua kamera keamanan di seluruh penjuru Verz, itulah yang membuatnya bisa menemukan Ivy dengan mudah ke mana saja gadis itu pergi.
“Bukankah kita sudah memblokir semua aksesnya menuju tempat hiburan malam?” Sebagai orang yang bertanggung jawab mengawasi semua tempat hiburan malam di Qruinz, Javier sendiri yang mengeluarkan perintah untuk memblokir gadis bernama Ivy Quinette Lin. Tidak boleh ada satu tempat pun yang mengizinkan Ivy masuk jika mereka masih ingin menjalankan usaha tanpa terkena masalah.
“Memang. Tapi seperti biasa gadis itu selalu berhasil menemukan tempat hiburan yang baru dibuka dan belum ada dalam daftar kita,” jawab Aaron geli.
“Dan lagi-lagi Rocky memergokinya?”
Aaron terkekeh pelan. “Kau tahu sendiri seperti apa dia menjaga adiknya. Tingkahnya sudah seperti anjing pemburu yang selalu berhasil mencium jejak mangsanya.”
“Berhentilah kalian, berisik!” gerutu Rocky sebal.
“Astaga, dia masih kesal saja,” gumam Aaron heran. “Kau tahu, kau itu menakutkan sekali kalau sudah menyangkut adikmu. Padahal biasanya kau selalu konyol dan bodoh.”
“Aaron benar.” Javier mengangguk setuju. “Kau itu selalu terlihat ceria dan ramah. Tapi kenapa dengan Ivy kau galak sekali? Bahkan sedikit kejam menurutku.”
“Aku tidak ingin dia berakhir seperti ibunya. Itu saja,” gumam Rocky pelan.
“Tenanglah. Ivy gadis yang cerdas. Aku yakin dia mampu menjaga dirinya,” ujar Javier untuk meredam emosi Rocky.
“Itulah yang dia katakan. Itu juga yang dulu ibunya katakan. Tapi kenyataannya?”
Kekhawatiran Rocky nyatanya terbukti benar. Bukan sekadar kekhawatiran berlebih yang tidak pada tempatnya. Tiga hari sesudah kejadian di kelab malam, Rocky kembali mendapat laporan lain mengenai gadis itu. Kini tidak tanggung-tanggung, Ivy bukan lagi berada di kelab malam, mungkin karena gadis itu sudah kehabisan tempat yang bersedia mengizinkannya masuk. Kali ini, gadis itu kedapatan sedang berada di sebuah hotel berbintang lima, mengadakan pesta seks bersama dua orang wanita lain dan 15 pria sekaligus. Benar-benar sinting!
Aaron yang memberitahu informasi ini pun tidak kalah terkejutnya. Selama belasan tahun terakhir menghadapi kenakalan Ivy, baru kali ini gadis itu bertindak sedemikian nekat dan liar. Aaron sampai memutuskan untuk menemani Rocky karena takut sahabatnya kehilangan kontrol. Belum pernah ia melihat Rocky semurka ini. Rocky yang dalam kondisi sangat marah terlihat begitu mengerikan. Hal pertama yang Aaron takutkan adalah, Rocky mungkin tidak bisa mengemudi dengan baik hingga tiba dengan selamat di hotel tempat Ivy berada. Hal kedua, ia takut Rocky akan menghajar habis orang-orang yang kedapatan sedang bersama Ivy. Hal terakhir, ia takut Rocky bisa mencekik Ivy di tempat.
Darah Rocky mendidih seketika begitu menemukan sosok yang dicarinya di dalam salah satu kamar hotel, tengah berkumpul dalam suasana riuh dan gila. Gadis itu terlihat berdiri di atas meja, meliuk-liukkan tubuhnya bersama dua wanita lain, dikelilingi oleh 15 pasang mata pria yang menatapnya penuh dahaga dalam kondisi setengah telanjang. Bahasa tubuh mereka kentara sekali menunjukkan niat ingin menerjang para wanita di tengah ruangan. Jelas saja! Mana ada penggila seks yang berkumpul di pesta seks dengan niat baik, bukan?
Rocky semakin geram ketika melihat tangan-tangan pria itu dengan lancangnya mulai menjamah tubuh mulus Ivy yang terekspos sempurna. Gadis itu hanya memakai rok super mini dan sepotong atasan yang bahkan tidak lebih baik dari sebuah bra.
Rocky berderap menuju tempat Ivy sambil membuka kasar jaket kulit yang sedang ia kenakan. Ia tidak peduli dengan tatapan terganggu dari seluruh orang di kamar ini. Tanpa berkata apa-apa, Rocky langsung melemparkan jaketnya untuk menutupi tubuh Ivy. Menutup akses bagi mata belingsatan para p****************g itu untuk menikmati tubuh Ivy lebih jauh, dan mengakhiri pesta seru nan gila yang tengah berlangsung.
"Keluar!" hardik Rocky sambil mencengkeram lengan gadis itu kuat-kuat.
“Hei …, hei …, apa-apaan ini? Siapa dia, Cantik?” ujar salah satu pria itu.
“Tutup mulutmu dan menjauh,” ujar Rocky dingin. Ia sama sekali tidak takut menghadapi 15 pria yang ada di sini. Anak buahnya dan juga Aaron sudah berjaga di luar, siap menyerbu masuk begitu Rocky memberi kode.
Ivy menoleh cepat dan melotot tajam, kemudian membalas Rocky dengan berani. "Lepas!"
Ivy sendiri sama marahnya dengan Rocky. Ia tidak percaya, bagaimana caranya pria ini lagi-lagi bisa memergokinya? Penguntitkah ia, atau jangan-jangan Rocky memasang alat pelacak di tubuhnya? Sampai-sampai acara seeksklusif ini saja bisa terdeteksi juga oleh pria itu. Gila!
"Kubilang KELUAR!" sentak Rocky penuh murka. Tarikannya yang begitu kuat membuat tubuh Ivy sampai terseret dan berakhir menghantam dadanya.
"TIDAK MAU!" teriak Ivy sambil menyentakkan cengkeraman Rocky dan mendorong d**a pria itu kuat-kuat.
Rocky kembali menarik Ivy mendekat, memajukan wajahnya hingga cuping hidung mereka hampir bersentuhan. "Aku bisa menyeretmu dengan paksa!"
Ivy mendelik dan balas menantang Rocky. "Kau pikir aku takut padamu?"
"Kau kira bisa menang melawanku?” dengus Rocky kasar. “Sehebat apa pun keahlianmu, kau tetap bukan tandinganku, Ivy!"
"Apa yang akan kau lakukan? Coba tunjukkan!" tantang Ivy semakin berani. Ia tidak takut menghadapi pria mana pun.
Ivy tidak bodoh, sebelum ia berani menjejakkan kakinya di tempat-tempat laknat penuh pria b***t, terlebih dulu dirinya sudah melakukan persiapan. Bertahun-tahun mempelajari seni bela diri, hingga kini dirinya menekuni profesi sebagai seorang pelatih capoeira, Ivy memiliki modal yang mumpuni untuk membela dirinya sendiri. Ivy bukan gadis lemah yang akan takluk di bawah kekuatan laki-laki.
"Kau salah menantangku!" balas Rocky kesal. Dalam satu gerakan cepat, ia menerjang maju, meraih pinggang Ivy kemudian mengangkat gadis itu ke atas bahunya. Tubuh Rocky mungkin tidak se-atletis Javier juga tidak setinggi Aaron, namun kekuatannya tidak bisa dianggap sebelah mata. Dengan mudah Rocky mampu memanggul tubuh Ivy meninggalkan kamar itu. Bukan hal mudah, karena Ivy terus meronta, memukul dan menendang dengan brutal.
"Hei! Turunkan aku!" teriak Ivy sambil memukuli punggung Rocky.
Rocky terus berjalan menyusuri lorong hotel tanpa memedulikan aksi protes Ivy.
"ROCKY! LEPAS!" jerit Ivy marah. Ia heran, bagaimana caranya Rocky yang lembut ini bisa jadi sedemikian mengerikan saat berhadapan dengannya.
"Tunggu sampai kita tiba di rumah. Aku akan dengan senang hati melemparmu ke lantai," desisnya kejam. Wajah dan perangainya memang jauh dari kata jahat, sama sekali bukan tandingan Eldo yang dingin, kaku, keras, bahkan terkesan kejam. Namun saat berhadapan dengan Ivy, Rocky bisa berubah menjadi monster mengerikan.
"Apa hakmu mengatur-atur hidupku?!" tanya Ivy marah.
"Kau lupa statusmu?" sindir Rocky tajam.
"Kau bukan kakakku!" bantah Ivy keras kepala. Dulu memang ia menganggap Rocky sebagai kakaknya, tapi hal itu sudah lama berlalu. Kerasnya kehidupan membuat Ivy mengajari dirinya sendiri untuk berhenti percaya dan bergantung pada orang lain. Cukup dirinya sendiri saja.