Briana menatap pantulan dirinya di cermin. Hari ini dia akan bekerja di perusahaan Papa tirinya. Dia tetap dipaksa untuk bekerja di perusahaan Jeremy. Padahal Briana sudah menolak, dan mengatakan tidak perlu untuk dirinya bekerja dengan dimasukan olen Papa tirinya itu.
Briana keluar dari dalam kamar setelah merasa penampilannya sudah cukup rapih. Briana menuruni tangga menatap pada mamanya dan papa tirinya yang duduk di kursi meja makan dan saling pangku. Sial. Memang agak lain pengantin baru yang selalu saja terlihat mesra dimanapun berada.
“Ehem! Briana yakin kerja jadi sekretaris?” Tanya Briana menatap kedua orang di depannya dengan senyuman tipisnya. Bisa saja kalau dirinya tidak jadi untuk bekerja menjadi sekretaris karena Jeremy berubah pikiran.
Berkata kalau Briana tidak usah bekerja di perusahaannya.
“Jadi dong! Sayang, kamu jadi ‘kan biarin anak aku untuk bekerja di perusahaan kamu?” Tanya Arum.
Jeremy tertawa kecil mendengar pertanyaan dari Arum barusan. Jeremy mengangguk, “iya jadi Briana. Masa tidak jadi. Kalau tidak jadi, yang ada Mama kamu nanti ngomel-ngomel dan bilang kalau Papa tidak sayang sama kamu. Kamu tidak usah mendengarkan apa yang dikatakan oleh semua karyawan Papa. Memangnya peduli apa pada mereka semua. Mereka tidak akan pernah berani untuk membicarakan kamu.”
Jeremy masih memeluk Arum di pangkuannya. Jempolnya tampak begitu seksi dengan mengusap pinggang Arum. Hal itu tidak luput dari penglihatan Briana yang melihat bagaimana jempol papanya itu begitu setia di pinggang mamanya.
“Ya, benar apa yang Papa kamu bilang. Kalau mereka berani untuk membicarakan kamu. Dan berlaku jahat pada kamu. Kamu tinggal ngadu sama Papa kamu, dan Papa kamu bakalan pecat kamu Briana.” Ucap Arum.
Briana tersenyum tipis. Memang yang berkuasa adalah yang punya uang. Kalau ada uang, semuanya pasti akan menjadi mudah dan tidak perlu takut. Briana menghela nafas pelan, dan menatap sarapan di depannya.
“Mama dan Papa masih mau bermesraan di depan orang yang baru putus cinta dan menikmati makanan dengan rasa pahit, karena melihat kedua orang tuanya bermesraan sedangkan dia diselingkuhi kemarin.”
Arum dan Jeremy tertawa kecil mendengar ucapan Briana barusan. Begitu lucu sekali mendengar apa yang dikatakan oleh Briana. Arum beranjak dari pangkuan suaminya dan duduk di samping Jeremy.
Jeremy tersenyum melihat pada istrinya itu. Jeremy mengusap rambut Arum lembut. Membuat Arum semakin tersenyum melihat pada Jeremy.
Briana melihat drama percintaan itu menggeleng pelan. “Mama dan Papa cepat makan sarapannya. Ini Briana pergi kerja sama siapa?” Tanya Briana.
“Ya, pergi sama Papa kamu dong Bri. Masa kamu mau pergi sendiri. Mama tidak izinin kamu untuk pergi sendiri Bri. Kamu harus pergi sama Papa kamu. Dia itu bakalan jagain kamu dengan baik.” Ucap Arum.
Briana mendengar apa yang dikatakan oleh Mamanya mengangguk. “Iya, soalnya Mama dan Papa kayaknya masih mau berduaan dan tidak mau diganggu. Mana tahu Papa tidak jadi ke kantor, dan mau di rumah saja. Jadi, Briana pergi sendiri saja.” Tukas Briana.
“Papa bekerja. Lagian kalau Papa tidak bekerja, bagaimana kamu punya kerjaan. Kamu itu sekretaris kedua Papa. Karena Papa masih tidak mau untuk membebankan semua pekerjaan sama kamu. Bekerja itu capek Bri.”
“Pa! Semua pekerjaan itu capek, apa yang tidak capek? Semuanya bener-bener capek. Buat lelah. Nggak ada yang nggak buat lelah Pa. Jadi, Briana nggak masalah kalau pekerjaan Briana banyak. Jangan bedakan Briana dengan karyawan lain.”
Arum menggeleng kuat. “No! Gimana kamu tidak dibedakan dengan karyawan lain. Kamu itu anak tiri pemilik perusahaan. Jadi, kamu itu tetap memiliki value yang lebih tinggi dibanding mereka. Kamu jangan mau nanti diperbudak oleh mereka.”
Briana mengelap bibirnya. “Pa, bisa pergi sekarang? Ini Mama kebanyakan ngelantur ini. Makanya ucapannya banyak sekali.” Briana menatap pada Jeremy yang mengangguk.
“Sayang, kami pergi dulu ya. Kamu tidak perlu takut. Aku bakalan menjaga putri kamu dengan baik sayang. Kamu tenang saja.” Ucap Jeremy mencium kening Arum.
Briana mencium pipi mamanya lalu berjalan keluar bersama dengan Jeremy. Briana duduk di samping Jeremy. Menatap lelaki itu dalam diam, yang memegang stir mobil.
Jeremy menoleh ke arah Briana. “Kita berangkat sekarang.”
Briana menahan nafas sejenak, ketika Jeremy menatap pada Briana tadi. Sangat tampan sekali. Benar-benar tampan! Briana tidak berbohong mengatakan kalau Jeremy memang begitu tampan. Lihat tangan Jeremy. Berurat dan begitu gagah.
Briana menelan salivanya kasar, dan apa yang dipikirkan oleh dirinya sekarang memang agak beda. Dan membuat Briana merapatkan pahanya. Karena Briana merasa gatal dan basah di bawah sana.
“Ouhhh…. Terushhhh Jeremy…. jeremyy… milikmu besarhhh…”
Briana terbayang desahan ibunya yang memanggil nama Jeremy penuh desahan dan begitu membuat ibunya merasa nikmat disentuh oleh Jeremy.
“Briana! Bri! Briana?”
“Hah?! Ya?!”
Briana tersentak dan menatap sekelilingnya. “Kita sudah sampai di perusahaan?” Tanya Briana tidak sadar kalau mereka sudah sampai di perusahaan.
Jeremy mengangguk. “Ya, kita sudah sampai di perusahaan. Apa yang kau pikirkan Bri?” Tanya Jeremy begitu dekat sekali dengan wajah Briana.
Briana menelan salivanya dan menggeleng pelan. Merasa gugup dengan wajahnya begitu dekat dengan wajah Jeremy.
“Bri…”
“A–