“Semua itu karena Bapak, Dimas.” Ucapan Pak Yana sontak membuat Dimas, Faraz dan Meli menoleh ke arah lelaki paruh baya yang berada di depan pintu kamarnya yang terbuka. Lelaki paruh baya itu diam—diam menguping semua pembicaraan anak dan menantunya dari kamar, tentang kepergian Lisa. Hingga, Pak Yana memberanikan diri ke luar dari persembunyiannya. Beliau pikir, mungkin sekarang adalah saatnya menjelaskan alasan ia tidak bisa menerima Lisa sebagai anaknya. “Bapak?” tanya Dimas tak percaya. Pak Yana menutup pintu kamarnya lalu ikut bergabung di ruang tengah bersama anak dan kedua menantunya. Pak Yana duduk di sebelah Faraz. Semuanya duduk dan tak berani bersuara. Mereka menunggu penjelasan dari Pak Yana. Tapi, Dimas dengan beraninya lebih dulu menanyakan maksud sang bapak. “Maksud bap