Sore ini, sepulang kerja dari kantor, David mendatangi sebuah restaurant ter -mahal di kota itu untuk menemui Nenek Ana. Beilau tadi berpesan untuk datang tepat waktu sebelum waktu petang tiba.
David akan di kenalkan kepada salah satu anak gadis konglomerat di kota ini. Sebenarnya ingin menolak keinginan Nenek Ana, tapi David hanya ingin berbakti dan menghargai Nenek Ana sebagai oran tua.
Dengan motor bebek empat tak yang sama sekali tak keren David mulai melajukan motornya pelan menuju restaurant itu.
Dalam perjalanan ia melihat Yoan sedang mendorong stroller yang ia lihat tadi siang. Taman kota yang padat danhari hampir petang menggelap, Yoan masih menyempatkan membawa stroller itu mengitari taman.
David pun berhenti dan menatap waktu pada jam tangannya. Masih ada sekitar satu jam lebih, dari pada ia harus menunggu di sana lebih baik ia mencari tahu tentang Yoan.
Kisah Yoan membuat David ingin tahu lebih banyak tentang wanita itu. SEjak pertama bertemu hanya satu yang ada dalam pikiran David. Suara Yoan begitu mirip dengan Tiwi, wanita yang selama ini ia cari.
Dengan cepat motor bebek itu ia parkirkan di parkiran tman dan bergegas mengejar Yoan yang jaranknya tak begitu jauh darinya.
David berjalan tepat di belakang Yoan dengan jarak aman. Seolah sedang mengintai dan menjaga putri dari kerajaan kayangan yang tidak boleh tersentuh oleh siapa pun.
Pandangannya tak lepas dari cara berpakaian Yoan, cara berjalan Yoan dan seluruh yang ada pada diri Yoan.
"Yoan ...." panggil David dari arah belakang dan membuat wanita itu menoleh karena merasa namanya di panggil seseorang.
"Hai ... Jalan -jalan?" tanya David beruntun. David agak gugup hingga melontarkan beberapa pertanyaan dari bibirnya.
Yoan menghentikan langkahnya, ia benra -benar terkejut karena David ada di belakangnya entah sejak kapan.
"Bapak sengaja mengikuti saya?" tanya Yoan tajam.
"Oh gak. Gak sama sekali. Kebetulan lewat, mau ngemil, mau ngopi juga, kok lihat kamu. Ya saya panggil," ucap David berbohong.
Yoan nampak mengangguk kecil dan mempercayai ucapan David yang sedikit terbata.
"Ngopi yuk, sambil makan siomay di sana. Temani saya," pinta David segera sebelum Yoan berubah pikiran dan pergi dengan strollernya.
"Ini sudah petang tuan. Kasihan kedua bayi saya. Tadi hanya ingin mencari udara saja," uca Yoan pelan.
"Bayi kamu? Ini anak kamu?" tanya David pelan. David meangkahkan kakainya dan berjalan mendahului stroller itu untuk melihat bayi yang ada di dalamnya.
Ya, sepasang bayi kembar yang sedang tersenyum menatap awan yang seolah mengajak mereka bermain.
"Dua bayi? Perempuan atau laki -laki?" tanya David penasaran.
Yoan terdiam. Ia tahu suatu hari kejadian seperti ini akan terk=jadi jika ia memilih diam dan tetap tinggal di kota ini.
Tapiini adalah keputusan Yoan. Ia rela di usir dari rumah oarng tuanya dan tetap mempertahankan kehamilannya hingga melahirkan bayi kembarnya.
"Ya mereka bayiku, darah dagingku. Merea sepasang bayi kembar yang cantik dan tampan," ucap Yoan lantang.
David menatap lekat ke arah Yoan. Ucapan Yoan baru saja seperti ingin menujukkan kepada david, betapa kuat dirinya menghadapi semuanya seorang diri.
Tak lama salah satu bayi kembar berjenis kelamin lelaki itu pun menangis dengan suara keras. Yoan sempat memberikan s**u yang ada pada botol susunya, namun bayi lelaki itu tidak mau.
"Boleh ku gendong?" tanay David meminta ijin.
Yoan mengangguk kecil.
David mengangkat bayi lelaki itu dengan lembut. Usia bayi itu kira -kira sekitar iga bulan. Byi itu seketika langsung diam, saat berad di dekapan David. david pun merasaada sesuatu yang berdesir di tubuhnya. Dadanya bergemuruh dan ingin mendekap bayi lelaki itu dengan erat seolah seperti bayinya sendiri.
Yoan melihatnya pun dengan takjub. Anak lelaki itu langsung diam seketika.
"Siapa namanya?" tanya David yang masih terelihat kaku menggendong bayi.
"Raja." jawab Yoan singkat.
"Dan itu Ratu?" David menyela langsung.
"Ya. Raja dan Ratu." jawab Yoan pelan.
"Ayahnya kemana?" tanya David seketika. Ia penasaran sekali. Lihat saja kedua bayi kecil ini begitu montok dan sangat sehat. Kulitnya putih, kedua matanya belok dengan bulu mata lentik, dan rambut tipis di kepalanya, hidungnya mancung da wangi tubuh bayi itu sangat khas wangi seperti bayi -bayi lain. Percampuran minyak telon dan bedak bayi sungguh menggoda hidung untuk terus menggendong dan menciumi bayi motok itu.
"Harus tuan tanyakan masalah ini?" tanya Yoan pelan.
"Kalau kau tidak keberatan dengan pertanyaanku, pasti kau akan menjawabnya." tegas David dengan rasa penasaran.
"Ayahnya sudah mati." jawab Yoan ketus.
David melotot tak percaya dan menatap ke arah Yoan tajam.
"Mati? Meninggal maksudnya?" tanya David bingung.
"Mati bukan meninggal!!" jawab Yoan seolah malas membahas kehidupannya.
"Oh gitu. Kita makan siomay yuk," ucap David pelan.
"Berapa kali saya bilang kepada tuan. Ini sudah gelap. Tak baik angin petang untuk kedua bayiku," ucap Yoan pelan.
"Oke. Saya antar pulang," pinta David cepat.
"Tidak usah. Saya bisa pulang sendiri, tuan," jawab Yoan pelan.
"Tidak apa. Saya antar ya?" pinta David sedikit memaksa.
'Tidak usah. Raja sudah tenang, letakkan kembali di stroller lagi. Saya harus segera pulang," ucap Yoan pelan.
David menyerah dan pasrah. Ia meletakan kembali bayinya ke dalam stroller. Walaupun David masih ingin berlama -lama dengan Raja. Saat Raja di letakkan ke dalam stroller, bayi itu kembali menangis.
Yoan langsung menggendong Raja, saat David akan mengangkat bayi itu kembali. Tapi, raja masih saja menangis, bahkan tangisannya makin keras.
"Biar aku gendong. Sini," pinta David lembut.
Yoan hanya bingung. Apa Raja mengenal sosok Ayahnya? Sampai -sampai nyaman dalam gendongannya.
David mengambil alih Raja dari gendongan Yoan. David mulai terbiasa menggendong bayi dan mendiamkan dnegan caranya sendiri.
"Tuan ... Saya harus pulang," ucap Yoan berpamitan. Yoan tak mau berlama -lama dengan David. Yoan takut David bisa dnegan mudah merebut hati kedua bayi kembarnya. Karena biar bagaimana pun juga, di dalam darah kedua bayi kembarnya ada darah David di sana.
"Saya antar," ucap David tegas.
"Tidak perlu, tuan. Rumah saya jauh," jawab Yoan beralasan.
"Kamu naik apa? Mobil?" tanya David kembali.
"Jalan kaki," jawab Yoan pelan.
"Ya sudah. Ayok. Kita ke arah mana?" tanya David pelan sambil menggendong Raja yang trelihat nyaman dalam gndongan David dan tertidur pulas.
Yoan hanya pasrah dan berjalan menuju sebuah gang kecil.
David hanya diam, jalan ini seperti menuju rumah Ben.
Yoan berhenti di sebuah rumah kecil yang malah mirip seperti rumah kost.
"Ini? Rumahmu?" tanya David yang melihat tempat kecil namun bersih.
Yoan mengangguk kecil dan membuka anak kunci pada pintu kamrnya. David menoleh ke raha rumah Ben yang berada beberapa rumah dari sana.
"Masuk tuan. Hanya seperti ini. Raja tidurkan saja di kasur," titah Yoan pelan.
Yoan mengangkat Ratu yang juga sedanf lelap dan meletakkan bayi itu di kasur yang sama dnegan Raja hanya di batasi oleh dua guling bayi agar tidak bertubrukan.
"Mau minum apa?" tanya Yoan pelan.
"Apa saja," jawab David pelan.
Yoan pun menutup strollernya dan pergi ke dapur kecilnya yang menyatu dengan kamar mandi. Ia membuat segelas kopi hitam tanpa ampas untuk David dan menyiapkan cemilan yang ada di toples sebagai suguhan.