Jealous

2445 Kata
Author’s POV Liam berjalan menuju ruangannya setelah mengajar di salah satu kelas. Sementara dari ujung koridor ada tiga mahasiswi memperhatikan gerak-gerik sang dosen idola begitu lekat. Seorang mahasiswi berwajah cantik dan berpenampilan modis mengerucutkan bibirnya. “Awas aja kalau proposal gue nggak di-ACC lagi, gue bom ruangannya.” Salah seorang temannya yang bernama Vicky tertawa kecil menanggapi gerutuan sahabat dekatnya, “ya ampun Kia, sayang banget kalau lo ngebom ruangannya. Pakai cara yang lebih keren donk buat naklukin dia.” Temannya yang lain yang bernama Sulli ikut terkekeh, “gue setuju ama Vicky. Lo ini kan cantik. Bahkan cowok sedingin Kai aja bisa lo taklukin. Gue yakin pak dosen yang ganteng itu juga bisa lah lo taklukin.” Kia tersenyum sinis, “dia baru aja nikah kan? Kalau gue ngrayu dia apa dia bakal tertarik?” “Ya lo nggak akan tahu kalau nggak dicoba. Gunakan kelebihan lo dalam menarik perhatian laki-laki.” Vicky mengedipkan matanya. Kia merapikan rambutnya, tak lupa memoles bibirnya dengan lipstik berwana merah terang. Mahasiswi yang dikenal playgirl ini mengetuk pintu ruang kerja Liam dengan penuh percaya diri. “Ya masuk.” Kia memasuki ruangan. Liam melirik tampilan mahasiswi bimbingannya yang lain dari biasanya. Kia mengenakan rok pendek di atas lutut dan baju atasan yang agak ketat, menonjolkan lekuk tubuhnya serta bibir ranum dengan lipstik merahnya yang merekah. “Kamu mau ke kampus apa kondangan?” Tanya Liam datar. Kia mengerucutkan bibirnya. Belum apa-apa sudah dikritik penampilannya. Kia mengubah penampilannya demi menarik perhatian Liam. “Duduk.” Ujar Liam. Kia menarik kursinya agak mundur ke belakang. Lalu ia duduk dan menyodorkan proposal penelitiannya. “Ini pak, proposal saya yang baru.” Liam menerima proposal itu dan membaca judulnya, “Pengaruh Rendahnya Self Esteem terhadap Tingginya Kecenderungan Self Harm di Kalangan Remaja.” Liam melirik Kia. Gadis itu mengulas senyum manisnya. “Remaja yang nanti kamu amati itu dari SMA tertentu atau dari mana?” Kia menghela napas sejenak, “random pak. Ada dari yang SMA negeri, SMA swasta, remaja di sekitar tempat tinggal saya, bahkan juga remaja penghuni panti asuhan.” “Yang bikin kamu tertarik untuk meneliti soal ini apa?” Tanya Liam lagi. Kia memang tak menyukai Liam karena setiap mengikuti mata kuliah yang diajarkan Liam, nilainya tak pernah memuaskan, selalu saja C. Padahal ia sudah berusaha keras. Dia juga tak pernah telat mengumpulkan tugas. Nilai C ini membuat nilai mata kuliah lain yang didominasi A dan B menjadi terlihat kurang sempurna. Selain itu,ini adalah keempat kalinya dia mengajukan proposal penelitian. Tiga proposal sebelumnya ditolak. Meski ia tak menyukai Liam, namun melihat wajah Liam yang begitu tampan dengan penampilan yang begitu memukau membuat Kia tertantang untuk membuat dosen muda dan ganteng itu takluk dan tergila-gila padanya. Tak ada satupun laki-laki yang bisa lolos darinya. “Ehm karena saya tertarik untuk meneliti lebih jauh. Soalnya dulu saya adalah pelaku self harm dan sempat kecanduan. Karena itu selain meneliti, saya berharap bisa membantu remaja-remaja yang terjerat self harm untuk berhenti menyakiti diri dan lebih mencintai diri mereka dan menghargai hidup.” Kata-kata Kia meluncur begitu lugasnya. Nada bicaranya begitu percaya diri. Liam terpaku sesaat. Dia tak menyangka mahasiswi yang dikenal cantik dan selebgram itu pernah kecanduan self harm. Liam membuka-buka dan membaca sekilas isi proposal itu. “Bagaimana Pak? Saya mohon kali ini ACC proposal saya pak. Rasanya saya udah mentok untuk mikir judul lagi.” Kia mengiba dengan tatapan sendunya. Liam melirik Kia sesaat. Melihat bibir Kia yang mengerucut mengingatkan Liam pada bibir istrinya yang cipokable banget. Mendadak dia ingin cepat-cepat pulang. Liam tak menanggapi ucapan Kia dan melanjutkan membaca proposal yang diajukan Kia. Kia benci diabaikan. Dia bersiap melaksanakan strategi berikutnya. Kia sengaja menjatuhkan map yang berisi lembaran-lembaran kertas dan membuat Liam kaget. Kia beranjak dan berjongkok untuk memungut kertas-kertas yang berserakan. Ia sengaja mengenakan kerah baju yang agak rendah dan melebar agar ketika ia menunduk, buah dadanya tereskpos jika dilihat dari atas. Liam tak sengaja melirik b*******a Kia yang terlihat menyembul. Liam langsung mengalihkan pandangannya dan beristighfar dalam hati. Dia teringat akan ucapan rekan dosen yang lebih senior darinya. Kamu tahu Liam, laki-laki yang sudah menikah kadang godaannya lebih banyak. Apalagi kalau mapan dan tampan, banyak wanita di luar yang menggoda. Saat itulah si pria mesti ingat bahwa istrinya di rumah memiliki semua yang wanita itu miliki. Segera tudukkan pandangan, membiasakan melihat yang haram-haram hanya akan membuat yang halal di rumah terlihat kurang menarik. Kia menenteng kertas-kertas itu dan kembali berdiri. Dia sengaja membuat gerakan oleng, pura-pura terkilir dan ia menjatuhkan badannya di atas pangkuan Liam. Bibirnya mengenai kemeja depan Liam dan sukses membuat Liam salah tingkah. Liam dan Kia saling berpandangan. Liam hanyalah laki-laki biasa. Ditatap begitu lekat oleh perempuan cantik tentu hadirkan perasaan gugup. Liam menyadari di rumah sudah ada istri yang menunggunya pulang. Liam memalingkan wajahnya. “Bisa nggak kamu bangun dari pangkuan saya? Berat.” Ucap Liam. Kia segera menarik badannya dari pangkuan Liam, “maaf pak saya tadi terkilir. Soalnya saya pakai sepatu baru, haknya cukup tinggi, jadi saya nggak bisa menjaga keseimbangan dan jatuh.” Bicara Kia terdengar terbata-bata. “Nggak apa-apa. Oya kali ini saya ACC proposal kamu. Saran saya langsung aja menyicil menyusun skripsi sambil mengumpulkan data, biar selesai lebih cepat. Oya saya minta latar belakang masalah ditambahin lagi ya, terutama di poin self harmnya.” Ucap Liam tanpa membuat kontak mata dengan Kia. Dia harus lebih banyak menjaga pandangan terhadap wanita-wanita di luaran yang tak halal untuk dilihat apalagi disentuh. Liam sudah merasa benar-benar menjadi suami sekarang. Sejak melalui malam intim bersama Ami, dia merasa lebih terikat dan menghargai istrinya. “Terimakasih banyak pak. Saya permisi dulu. Selamat siang pak.” Kia melangkah menuju pintu. “Oya Kia..” Kia membalikkan badan dan menatap dosen ganteng yang selalu membuatnya takjub dengan perasaan berdebar-debar. “Besok-besok, terutama saat menghadap saya, tolong kenakan pakaian yang lebih sopan dan panjang. Saya rasa terlalu riskan untuk seorang perempuan mengenakan rok pendek.” Kia mengangguk pelan dan wajahnya memerah karena malu. Ini pertama kali untuknya mendapat kritikan tentang gaya busananya. Liam pulang lebih awal dari biasanya. Hari ini tidak ada jadwal mengajar di univeritas lain, jadi dia bisa pulang lebih cepat. Ami sendiri sudah mengirim WA untuknya bahwa ia akan pulang lebih cepat agar bisa memasak makanan spesial untuknya. Liam kembali berbunga-bunga. Ia yang sempat menganggap pernikahannya dan Ami sebagai bencana besar, kini ia rasakan berbalik 180 derajat. Ada perasaan bahagia dan tenang mengetahui ada seseorang yang setia menunggunya pulang. Setiba di rumah, Liam memarkir mobilnya di garasi. Dia melangkah menuju pintu depan dan mengucap salam. Ami menjawab salam dari dapur dengan aura wajah yang begitu cerah. Rasanya begitu membahagiakan kembali melihat Liam setelah terpisah beberapa jam. Ami tak tahu perasaan apa yang saat ini menguasai ruang hatinya. Mungkinkah hatinya mulai terbuka untuk mencintai Liam? Ami mematikan api dan melangkah mendekat kepada suaminya yang juga melangkah ke arahnya. “Lo mau langsung mandi atau duduk-duduk dulu? Mau gue bikinin teh?” Liam merasa tersanjung diberi perhatian oleh Ami. Namun rasanya belum lengkap jika ia belum mencium bibir Ami yang memang sudah mengisi kepalanya sejak di kampus tadi. Maklum Liam belum pernah berciuman begitu dalam dengan wanita manapun selain Ami. Rasanya berapa kalipun berciuman dengan Ami, selalu saja kurang dan menjadi candu untuknya. Liam menangkup kedua pipi Ami dan menciumnya begitu lembut lalu beralih menjadi lumatan-lumatan ganas yang membuat Ami sedikit merasa sakit karena Liam tak sengaja menggigit bibir bawahnya. “Ati-ati Liam. Lo nyium gue kayak lagi makan ice cream, ampe bibirku kegigit.” Liam mengusap bibir Ami lembut, “iya maaf, abis lo nggemesin banget.” Ami tersipu. Rasa-rasanya wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus. “Gue mau mandi dulu ya Mi. Abis ini kita makan bareng.” Ami mengangguk. Ia kembali ke dapur dan melanjutkan aktivitasnya. ****** Liam’s POV Malamnya setelah selesai sholat Isya dan makan malam, aku menonton acara televisi di ruang tengah. Ami bolak-balik lewat di hadapanku untuk membereskan apa saja. Aku memintanya untuk berhenti, namun dia masih saja beberes, katanya nanggung, biar besok bisa lebih santai. Aku suka Ami mengenakan hotpant. Setiap kali melihat Ami mengenakan hotpant, aku selalu saja tergoda untuk mengintip isi di dalamnya. Astaga kenapa pikiranku selalu tertuju ke sana ya..Jujur aku memang masih sangat penasaran untuk melanjutkan moment romantis kami sampai benar-benar goal. Belum juga jam sembilan, aku sudah tak sabar ingin membopong Ami ke kamar. Namun saat ini istriku tengah membereskan pakaian-pakaian kotor untuk dicuci esok harinya. Benar-benar aku beruntung memiliki istri seorang Ami yang tak hanya pintar masak dan beberes tapi juga bikin greget di ran.... “Liaaaammmm.....” Panggilan dari Ami membuyarkan lamunanku. “Ada apa Mi?” Ami mendatangiku dengan menenteng kemeja yang aku kenakan tadi siang. “Ini maksudnya apa ya Liam?” Ami menjembrengkan kemejaku dan aku masih tak paham apa maksudnya. “Maksudnya apa Mi? Ada apa dengan kemeja gue?” “Coba deh perhatiin jejak bibir merah di bahu kanan, agak ke atas.” Suara Ami terdengar begitu ketus. Kupicingkan mataku dan kulihat lebih dekat jejak bibir itu. Astaghfirullah kok bisa ada jejak bibir berlipstik. Aku sungguh tak tahu apa-apa. “Lo habis pelukan ama cewek? Kenapa bisa ada jejak bibir di sini?” Ami menaikkan volume suaranya. Wajahnya merah padam. “Sumpah gue nggak tahu apa-apa Mi. Gue nggak tahu kenapa bisa ada jejak bibir di kemerja gue. Gue nggak pelukan ama siapapun.” Ami tersenyum sinis, “nggak tahu? Masa iya nggak tahu? Emang jejak bibir itu bisa muncul tiba-tiba?” Sumpah aku bingung sebingung-bingungnya. Aku tak berpelukan dengan siapapun. Seharian ini aku ngajar di kelas. Dan..aku teringat tadi siang menjelang sore Kia datang ke ruanganku dan dia terjatuh di pangkuanku. Aku yakin pasti jejak bibir itu adalah jejak bibir Kia yang tak sengaja menyentuh kemejaku. “Kayaknya ini jejak bibir mahasiswi bimbingan gue Mi. Tadi siang dia setor proposal dan tiba-tiba kertas-kertasnya berjatuhan. Saat ia mencoba mengambilnya kakinya terkilir lalu jatuh, nah bibirnya nggak sengaja nyentuh kemejaku. Makanya jadi berbekas gini.” Ami masih memasang tampang juteknya, “lo nggak lagi bohong kan? Mana ada maling mau ngaku. Bisa aja lo bohongi gue. Rasa-rasanya aneh aja dia bisa terjatuh tepat di pelukan lo dan meninggalkan bekas.” Kuusap rambutku ke bekakang, “gue serius Mi. Gue nggak tahu apa-apa tentang bekas bibir itu.” “Tadi lo bilang jejak bibir itu adalah bibir mahasiswimu yang nggak sengaja jatuh dan bibirnya mengenai kemejamu. Sekarang lo bilang lo nggak tahu apa-apa. Fix lo bohong tadi.” Ami melangkah cepat menaiki tangga. Kususul langkahnya. Ami menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Alamak, lagi-lagi aku diusir dari kamar. Aku paling benci jika harus pisah ranjang. Harapanku untuk membangun kembali malam romantis bersama Ami harus kurelakan menguap seriring amarah Ami yang belum mereda. Kuketuk pintunya. Kuatur bahasaku agar terdengar lebih lembut. “Ami sayang, bukain pintunya donk.” Tak ada jawaban. “Ami...masa lo tega ngebiarin gue bobo sendiri? Please buka...” “Nggak Liam, gue mau tidur sendiri. Gue kecewa ama lo.” Suara Ami nyolotnya kebangetan. “Gue kan udah jelasin semuanya. Kenapa lo nggak percaya?” “Nggak semudah itu untuk percaya ama lo. Apalagi tadi lo plinplan. Bilang begini begitu, nggak tahu mana yang bener mana yang nggak.” Aku semakin kesal. Gawat kalau begini. Malam ini aku nggak akan dikasih jatah. “Ami beneran gue nggak punya affair ama siapapun. Lo cuma perlu percaya ama gue.” “Gue belum bisa percaya ama lo Liam. jejak bibir di kemejamu itu merah bnget dan jelas banget. Mungkin saja kalian pelukan lama, makanya bekasnya bisa ampe merah dan kecetak jelas.” Kutarik napas lalu kuhembuskan perlahan. “Lo suudzon amat jadi istri Mi. Gue emang ganteng, tapi gantengnya gue berkelas ya. Gue nggak jelalatan. Emang banyak cewek suka ama gue, tapi gue nggak pernah ngladenin. Gue sadar benar, dari ujung rambut sampai ujung kaki, tubuh gue ini milik lo. Lo yang berhak ngublek-ublek tubuh gue. Gratis nggak pakai bayar.” “Gratis juga gue nggak mau.” Nada bicara kali ini begitu sewot dan membuatku tersinggung. “Apa? Lo nggak usah gengsi gitu Mi. Yang semalam mendesah sambil bilang cium lagi donk Liam...cium lagi...ah ah ah...itu siapa?” “Gue nggak pernah bilang kayak gitu ya Liam.” Aku semakin greget. Kuketuk-ketuk pintunya sekali lagi. “Terang aja lah lo nggak ngrasa. Lo keenakan merem melek, makanya nggak sadar ama yang lo omongin.” “Pokoknya gue nggak mau bukain pintu sebelum semuanya jelas. Sebelum gue tahu siapa pemilik jejak bibir itu, gue belum bisa berdamai ama lo.” Aku semakin kesal. Apa perlu aku dobrak ini pintu. “Gue mesti gimana lagi sih Mi? Lo nggak usah belagak nggak butuh Mi. Nggak usah sok kecakepan. Semalam gue udah ngobok-ngobok lo, udah gue ublek-ublek. Nggak usah gedhein gengsi. Gue nggak kasih lo jatah bakal nyaho lo.” “Gue nggak butuh jatah lo.” Arggghhhhh....Aku semakin bete. Punya istri gengsinya selangit emang ngeselin. Aku pakai cara lain saja. Jika lisan tak jua berhasil meluluhkan hatinya, mari kita coba dengan deretan kata manis di pesan WA. Kukirim pesan WA untuknya, lebih dari satu. Ami... Nggak dibalas. Aku kirim lagi.. Ami sayang... Ami annida... Ami bukain pintu donk... Emang lo nggak penasaran pingin ngrasain goal... Kalau udah goal ke depannya enak banget lho Mi...Suer.... Mi.. Amiku yang kucinta.... Gue bakal bikin lo lupa daratan...ayo donk dibuka pintunya... Masa suami secakep gue lo sia-siain... Kalau gue digondol orang gimana? Ntar lo nyesel.. Amii.... Ammiii....... AAAMMIIIIIIIIIII.....!!!!! Huf aku jadi bete sendiri. Ami nggak membalas satupun pesan WA-ku. Benar-benar kesal bukan main. Gairah yang sedang menggebu-gebu harus kutahan sedemikian kuat. Satu kata, “Nyiksaaa...” Masa iya aku mesti mandi dingin. Ini gara-gara bekas bibir s****n itu.. Andai Ami mau percaya... Kutatap pintu itu sekali lagi dengan tatapan nanar. “Okey Mi kalau lo emang nggak mau buka pintu. Siap-siap aja lo dilaknat malaikat ampe subuh.” Aku melangkah menuruni tangga dengan perasaan dongkol yang meletup-letup. Kenapa perempuan itu senang sekali menyiksa pria? Awas aja lo Mi. Lo bakal nyesel dan mohon-mohon minta jatah ke gue. Kurebahkan badanku di sofa ruang tengah. Kucoba memejamkan mata namun rasanya begitu sulit. Kucoba menutup mata sekali lagi.. --------------------- Kurasakan sentuhan lembut menelusuri pipiku. Kukerjapkan mataku. Kulihat wajah yang tak asing tampak tenang memandangku. “Amii....” “Sszzttttt....” Ami menempelkan jari telunjuknya ke mulutku. Ami membuka kancing bajuku satu per satu. Dia mendekatkan wajahnya padaku. Aku berdebar-debar. Padahal niatnya aku mau membalas dendam dan tak akan memberinya jatah. Tapi sentuhan Amber membuatku lupa segalanya. Lagi-lagi aku kalah. Ami berbisik lirih, “malam ini gue bakal jadi milik lo seutuhnya. Gue siap lahir batin. Malam ini harus goal.” Dan seketika aku meremang dan yang di bawah sana....me-ne-gang...! *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN