Setelah kejadian bertemu dengan Ardi, si gila yang mengejar ngejarnya tanpa menggunakan otak itu, akhirnya Reya benar benar memutuskan kembali ke resort. Jujur karena itu dia menjadi tidak mood lagi dan malas untuk jalan jalan, jadi akan lebih baik jika dirinya rebahan saja atau malah berenang mumpung saat ini Ronal juga tengah pergi.
Hingga saat ini, sungguh Reya masih tidak habis fikir bagaimana bisa dunia sesempit ini, yang mana malah mempertemukannya dengan orang yang amat dia hindari itu, si gila yang tidak tau diri, Ardi. Reya hanya bisa berharap ini terakhir kali dia bertemu dengan orang itu, apalagi dengan si istrinya, huhu semoga saja tidak sama sekali. Reya tidak sanggup menemui si cabe kiloan tersebut. Bukannya Reya takut, tapi Reya itu malas kalau harus adu bacot nantinya.
Huft, sabar saja. Lebih baik REya menyudahi pemikirannya yang membahas Ardi dan Yosandra tersebut.
Karena saat ini pun Reya juga sudah berada di lobi resort, dia berjalan dengan langkah santai seraya kedua tangan yang menenteng barang belanjaan.
Memang sebelum tadi menuju ke sini, Reya memutuskan untuk membeli beberapa camilan yang bisa makan ringan di sini, yups, bukan untuk oleh oleh, melainkan dia makan sendiri, kalaupun sisa sih pasti dia akan bawa pulang dan tinggal membeli lagi sebagai tambahan ketika di hari terakhir.
Tidak hanya makanan ringan, tapi Reya juga tadi membawa makanan berat lain, serta yang sedikit berat, dari pada di bilang makanan berat, mungkin bisa di bilang jajanan, karena ya memang makanan yang sukar membuat kenyang jika hanya sedikit yang masuk ke dalam perut Reya.
Dengan iringan senandung kecil yang keluar dari bibir Reya itu, dia terus melangkahkah seraya melihat pemandangan indah di sepanjang lorong dengan dinding kaca membentang memperlihatkan alam tersebut.
Oh wow, kalau saja Reya memiliki tempat ini, dia akan ke sini berkali kali tidak perduli jika itu seminggu sekalipun, atau malah tinggal di sana saja.
Haha halu sekali memang Reya ini.
Eh, by the way, untuk masalah tempat ini milih Ronal atau bukan, sejujurnya Reya masih cukup ragu, karena ya faktanya dia memang sampai menanyakan pada salah satu staff melalui kontak resmi resort ini. Memang gila Reya itu, tapi ya bagaimana dia merasa penasaran. Dan ternyata hasilnya staff itu menjawab bukan dari salah satu pt Riven corp.
Hm ..., Bukan masalah sih walaupun tempat ini milik Ronal atau bukan, karena ya semua tidak ada urusannya dengannya. Untuk sekarang Reya hanya bisa di bilang numpang di kamar pria itu, dan setelah selesai nanti semua berakhir. Eh enggak juga deng, mungkin Reya yang malah akan menerima sesuatu sebagai balasan yang di kata pria itu. Dan tidak bisa di pungkiri kalau Reya juga takut jika sesi numpang di kamar itu akan menjadi salah satu boomerang untuknya, ya siapa tau Ronal sengaja menampungnya sebagai bentuk hal yanga akan di ungkit ungkit sebagai hutang. Tapi ya bagaimana lagi Reya tidak bisa melakukan apa apa, tidak bisa membantah. Walaupun dia tertekan tapi yang sedikit ada enaknya itu Reya bisa menikmati fasilitas itu secara gratis. Padahal faktanya di dunia ini pasti tidak ada yang gratis.
Huh ... Sudah lah,
Tanpa sadar dengan pemikirannya tersebut, akhirnya Reya pun tiba di depan kamarnya, ah atau lebih tepatnya tempatnya menumpang.
Karena merasa kesusahan, Reya menurunkan tas belanjaannya dahulu di lantai untuk mengambil kartu yang dia simpan di tas slempangnya, dan setelah mendapat apa yang dia inginkan, Reya buru buru menempelkan kartu tersebut di tempatnya yang mana membuat pintu mengeluarkan bunyi tanda sudah terbuka kuncinya.
Dan tidak membuang banyak waktu lagi, Reya langsung saja menarik handle pintu dan mendorongnya dengan pelan, sampai pintu benar benar terbuka sepenuhnya.
Yang pertama kali Reya lakukan ketika pintu terbuka adalah dia langsung memejamkan mata, menarik nafas dalam dalam menghirup aroma wangi ruangan tersebut. Sungguh, memang kamar yang nyaman adalah surga dunia bagi Reya yang sebenarnya bisa di bilang introvert, tapi juga tidak introvert banget mengingat dia juga bisa melakukan apa yang biasa di lakukan para extrovert, hanya saja kalau Reya bisa memilih, dia akan memilih sendiri, karena itu lebih nyaman pakai banget menurutnya, belum lagi dia akan merasa sangat sangat lelah ketika pulang dari kegiatan yang terlalu menguras tenaga juga sosialisasinya, kalau banyak bertemu pasti Reya akan tepar nantinya.
Tarikan nafas dan menghembuskan nafas yang Reya lakukan tiba tiba terhenti,
Tunggu ...
Bukan hanya merasakan aroma wangi kamar yang memang tengah di nyalakan lilin aroma terapi itu, tapi Reya juga mencium adanya aroma lain dari dalam sana.
Hng ...
Ini ... Ini,
Aroma maskulin yang sejujurnya sangat memanjakan indra penciuman Reya. Namun bukan itu masalahnya, aroma itu seperti milik pria itu, Ronal.
Okay ..., Bisa saja aroma tubuh Ronal memang tersisa di ruangan, tapi jelas Reya tidak mungkin se mencium itu di sana, karena bisa di bilang wanginya terlalu kuat sampai aroma lilin saja sedikit tersingkir.
Jadi karena rasa penasaran yang menggebu gebu tersebut, Reya pun langsung memutuskan untuk menambil satu langkah ke depan, dan melongok kan kepalanya untuk melihat ke arah samping kanan _di mana ranjang Ronal berada_. Sebab kalau bagian depan sana memang tak menampakkan siapapun dan kosong mlompong. Makanya Reya langsung berfikir ke arah sana.
Dan tepat ketika dia menoleh pada ranjang samping pintu, benar saja Reya langsung di buat melongo bukan main, melihat kalau ternyata memang benar sosok pria itu, Ronal, tengah duduk di sana bersandar di kepala ranjang seperti sebelum sebelumnya.
Hey ... Bagaimana sih? Katanya pria itu hanya akan di kamar ketika jam tidur malam saja, tapi lihat saat ini, pria itu malah duduk santai di sana. Aishh ...
Padahal kan niat Reya bisa menikmati kamar sepenuhnya tanpa merasa canggung ataupun malu karena ada pria itu di sana. Belum lagi Reya ingin sekali berenang, karena pagi menjelang siang ini, atau memang bisa di bilang sudah siang itu cuaca tengah cocok cocoknya untuk di buat sesi berenang.
Dengan perasaan yang menggebu gebu, akhirnya Reya pun menekuk wajahnya dalam dalam karena kesal, lalu mengambil paper bag isi barang belanjaannya yang sebelumnya dia letakkan di lantai tersebut.
Dia pun melangkah kaki masuk ke dalam kamar seraya sedikit menyentak nyentakkan kakinya sendiri, tak lupa menutup pintu itu dengan pelan tentu saja, mana berani dia membuat keributan yang malah akan memancing kemarahan singa yang saat ini tengah tenang tenangnya menghadap laptop.
Reya terus melangkah menuju samping meja dan meletakkan barang barang bawaannya di atas meja saja, sejujurnya tadi Reya sadar kalau Ronal meliriknya dengan menggunakan mata tajamnya tersebut, tapi ya Reya tidak mau memperdulikannya dan dia malah fokus mengeluarkan beberapa barang barang yang dia beli tadi.
Tapi karena dia saat ini membutuhkan kamar mandi, makanya dia langsung ngacir ke sana yang mana masih tidak mau melihat Ronal yang asik dengan dunianya sendiri. Masih kesal sebenarnya pria itu berbohong padanya.
Mungkin butuh kurang lebih lima menit, Reya pun keluar lagi dan langsung mengambil satu paper bag warna coklat yang tadi dia bawa menuju ranjang, Reya berniat membaca novel terjemahan yang dia sengaja bawa untuk menamatkan nya, tapi niatnya sih kalau Reya akan membaca di atas ranjang sambil menikmati camilan.
Dan setelah benar benar naik ranjang dan bersandar di kepala ranjangnya. Reya mulai membuka halaman buku yang sudah dia tandai itu seraya memakan pai s**u ter enak menurut Reya itu.
Bisa di bilang saat ini ruangan itu sangat tenang, hanya terdengar bunyi ketikan dari Ronal di ranjang depan sana, juga Reya yang membuka lembar demi lembar buku beserta membuka bungkus makanan juga kunyahannya. Perpaduan yang sangat epik karena keduanya suka ketenangan.
Kegiatan tersebut berhasil berjalan kira kira lima belas menit lamanya, hingga entah kenapa Reya merasa ada seseorang yang saat ini tengah menatapnya,
Karena merasa hal yang tidak lazim, Reya pun mengangkat pandangannya tersebut dan melihat keadaan sekitar. Namun baru juga terangkat dia sudah bisa melihat kalau pria itu _Ronal_ tengah benar benar menatapnya penuh.
Mata Reya mengerjap bingung dengan alasan Ronal yang menatapnya seperti itu. Reya tidak salah lihat loh, walaupun pandangan mereka di batasi oleh kayu yang berjajar, tapi tetap saja keduanya bisa saling melihat satu sama lain.
Reya pun mau tak mau berusaha keras untuk tidak memperdulikannya, dia kembali menunduk untuk membaca buku.
Tapi baru juga tiga menit berjalan Reya merasa tidak tahan, karena ya pria itu benar benar tak melepaskan pandangan darinya, Reya kan jadi salting sendiri akibat tidak nyaman di sana.
Merasa jengkel, Reya mulai menyipitkan matanya dan membalas tatapan Ronal tersebut.
"Kenapa liatin?" Entah mendapat kekuatan dari mana, Reya malah melontarkan pertanyaan yang cenderung judes itu.
Dan Ronal sama sekali tak menjawab dan hanya terus menatap Reya saja.
Aishh ... Makanya Reya jadi lumayan menambah kekesalan di sana, apa pria itu tidak sadar jika tatapan tajamnya itu mematikan sampai membuat Reya tidak nyaman pake banget itu.
"Stop bisa nggak?" Reya mulai nyolot juga di sana.
Tapi apa yang terjadi ..., Jelas Ronal hanya mengedikkan bahu acuh. Lalu setelahnya tidak melihat Reya lagi dan menurunkan pandangan menjadi fokus pada laptopnya tersebut lagi.
Reya pun hanya dapat memanyunkan bibirnya kesal, antara di acuhkan juga bingung dengan Ronal yang bersikap tidak jelas kalau katanya.
Karena merasa keadaan Reya sudah kembali kondusif dengan Ronal yang tak melihat pun, Reya akhirnya juga balik lagi untuk membaca bukunya tersebut.
Namun ternyata hal itu tidak bertahan lama, ketika Reya mendengar suara pria yang tak lain tak bukan adalah Ronal di mana pria itu menginterupsi sesuatu.
"Lihat samping kanan!"
Reya melihat Ronal lagi yang saat ini sama sekali tak melihatnya tersebut dengan tatapan bingung. Dahi Reya ikut berkerut dalam.
Aneh benar benar aneh. Apa juga maksud dari pria itu.
Walaupun merasa aneh, tapi Ronal benar benar berhasil membuat Reya menurutinya begitu saja. Reya mendengus sebelum akhirnya benar benar menoleh mengikuti arahan Ronal tadi.
"Apaan sih, nggak ada apa apa __"
Hanya saja, belum sempat REya menyelesaikan kata kata meremehkannya tersebut, dia malah langsung di buat tertegun seketika.
Hng ...,
Ternyata usut punya usut tatapan Ronal yang tidak henti tertuju pada nya itu bukan karena alasan yang begitu dalam. Melainkan pria itu tengah melihat suatu yang saat ini berada di bahu kanannya tersebut, atau lebih spesifiknya lagi yakni melihat makhluk hidup yang berada di tali bentuk kepangan dress-nya tersebut.
Dan sontak saja,
"Huwaaaaaaa ...,"
Reya berteriak keras keras tidak bisa di tahan, wajahnya memerah dengan mata yang membulat lebar, melihat bagaimana makhluk hidup itu bergerak gerak pelan di tali bahunya.
Bisa dikatakan makhluk hidup yang Reya maksud adalah, ulat. Ulat yang memiliki bulu dan berukuran sedang itu tengah pw alias dalam posisi wuenak di bahu Reya itu. Sungguh hal itu benar benar membuat sang empu panik tak terkira.
Reya itu takut pake banget dengan makhluk makhluk sejenis ulat hewan tak bertulang macam ulat yang bergerak gerak seperti itu, dia memiliki trauma dengan yang namanya ulat, sebab saat kecil dia sering terkena ulat jenis yang panas ketika di pegang, juga ulat yang selalu membuat Reya gatal gatal itu. Dan hingga sekarang dia jadi benar benar tak berani berdekatan dengan sejenisnya, walaupun ada ulat yang tidak menimbulkan efek sekalipun, ulat pada daun pisang contohnya.
Jeritan Reya ternyata tergantikan dengan suara teriakan yang tidak kalah keras jari jeritannya tadi.
"ASTAGA ASTAGA, TOLONG TOLONG!" Reya betul berteriak teriak tanpa berani bergerak lebih.
Niat Reya itu meminta bantuan Rona, tapi apa pria itu bahkan sama sekali tidak menoleh pada Reya. Ronal masih fokus dengan laptopnya sendiri.
Mata Reya bahkan saat ini sudah berkaca kaca atau malah sudah menangis takut.
"HUWAAAA TOLONGIN GUE, b*****t TOLONG! HIKS!" teriak Reya lagi benar benar frustasi.
Reya sungguh melupakan kesopanannya sebelumnya pada Ronal, wanita itu terus berteriak teriak keras sampai dengan mengumpat juga memanggil dengan kata lo gue di sana.
Kepanikan Reya sudah tak terkendali, dengan air mata yang sudah keluar itu, dia bangkit dari tempatnya seraya tetap melihat ulat yang terdiam di tali bahunya itu.
Reya sadar dia hanya panik sendiri, oleh karena itu tanpa memikirkan hal lain, setelah turun dari tanjangnya dia malah langsung berlari kencang menuju ranjang Ronal. Jelas alasan Reya untuk meminta bantuan pada pria itu, yakni menyingkirkan ulat.
"TOLONGIN GUE!" Pekikan Reya dengan wanita itu seraya berlari barulah membuat Ronal mau mengangkat pandangan melihat Reya.
"TOLONG! HIKS!"
Larian Reya rupanya bukan hanya sampai ke ranjang Ronal saja, tapi wanita itu juga langsung menaiki ranjangnya dan menubruk pria itu sebab ketakutannya sudah di ambang batas wajar, apalagi dia sadar kalau Ronal sama sekali tak menggubrisnya seolah santai saja _dengan tatapan super datar_ melihat Reya yang tertekan hampir gila dan menangis itu.
Grepp ...
Terjangan Reya pada tubuh depan Ronal _yang detik sebelumnya sempat menyingkirkan laptop sebelum tertubruk Reya_ itu sama sekali tak perduli oleh Reya. Wanita itu bahkan menduduki paha Ronal yang memang tadi tengah selonjoran di atas ranjang tersebut.
Reya tidak perduli dengan ekspresi Ronal yang sepertinya terkejut akan tingkah bar bar Reya. Hanya saja yang Reya inginkan saat ini pria itu minyingirkan ulat di bahunya _yang terus Reya lihat tidak bergerak dari di sana itu_.
"Tolong! tolongin gue! hiks!" tangisan Reya benar benar tak berhenti, dia mengguncang bahu Ronal yang ada di depannya _bahkan di naiki_ itu menggunakan tangan kirinya, takut jika dia terlalu banyak menggerakkan tangan kanan, ulat itu malah akan jatuh turun menyentuh kulitnya.
"Hiks!"
Air mata Reya berderai, masih mengguncang bahu Ronal. Tapi apa yang terjadi Ronal tetap lah Ronal yang diam saja tidak mau bergerak sedikitpun membantu Reya, meski tau kalau Reya saat ini tengah menangis kejer.
"TOLONGIN GUE!" jerit Reya.
Dan tiba tiba dalam sekali sentakan Reya menjambak rambut rapi Ronal menggunakan tangan kirinya sedikit ke belakang bersamaan dengan wajah Reya yang maju mendadak, membiarkan posisi wajah keduanya hanya berjarak berapa inci saja, benar benar sangat dekat.
Namun Reya tak berfikir macam macam, yang dia inginkan saat ini hanya, ulat di bahunya menghilang.
"SINGKIRIN. ULATNYA!" Reya memekik dengan nada di tekan setiap katanya, yang tentu saja masih dalam posisi sangat dekat itu.
Di sisi lain, Ronal nampaknya sedikit terkejut, tapi pria itu tak bereaksi lebih hanya mata tajamnya saja yang langsung menyipit.
Keduanya saling menatap satu sama salin, hanya saja bedanya mata Reya saat iny banyak tergenang air mata di sana.
Dan tiba tiba, tangis Reya terhenti ketika dirinya merasakan sesuatu.
Bukan, bukan rasa ulat yang seperti menyentuh bahunya. Melainkan dia merasakan satu tangan besar seseorang yang menyentuk pinggang rampingnya.
Hng ...
Tidak perlu di pertanyakan sekalipun, semua orang juga tau kalau tangan itu milik pria ini, yang saat ini Reya tumbruk dan bahkan rambutnya sedikit Reya jambak.
Astaga ...
Mata berair Reya sedikit menegang di sana, begitupun tubuhnya saat ini hanya karena di sentuh tangan besar itu.
Otak Reya loading, dia bingung, karena fokusnya pada ulat di bahunya bahkan sampai tidak terfikirkan lagi. Dan malah tertuju pada kedua mata tajam pemilik wajah tampan ini.
Dan dalam keadaan yang bisa di bilang genting tersebut, bisa bisanya Reya juga menurunkan pandangan menuju ke arah bibir Ronal. Di mana bibir yang pernah bertaut dengan bibirnya sendiri tempo hari. Dan kali ini dia berada sangat dekat dengan bibir itu, sampai merasa tautan bibirnya akan melakukan melanjutkan kegiatan sesi kedua.
Tapi tiba tiba,
"Sudah!"
Eh,
Pria itu berkata pelan di depan wajah Reya sampai membuat Reya bisa mencium aroma mint bercampur kopi dari mulut pria yang ada di bawahnya itu,
Reya menoleh cepat ke arah samping kanan, karena yang dia pahami dari kata sudah adalah ulatnya sudah hilang, dan rupanya benar saja, kalau saat ini Reya sudah tak mendapati ulat itu di sana, yang malah ulat itu sudah terjatuh di lantai bawah sana.
Kapan pria itu mengambilnya?
Reya sungguh tidak sadar saat pria itu menyingkirkan ulat. Oleh karena hal itu Reya sontak menghela nafas lega sangat, dia samapi menangis hebat loh jadi sudah bisa di bayangkan betapa senangnya Reya saat ini karena benda kecil yang mengerikan menurut Reya udah menghilang.
Merasa sudah cukup menoleh ke arah kanan kesenangan, Reya pun memutuskan balik lagi menghadap depan di mana lurus ke arah wajah Ronal.
Dan ... Yups, Reya baru sadar sepenuhnya jika saat ini tangan kirinya bertengger di rambut belakang pria itu _dia menjambaknya_ dan juga ternyata posisi mereka yang terlalu dekat atau malah sangat intim itu.
Hng ...
Reya baru sadar sepenuhnya, sungguh.
Dan detik selanjutnya pria itu _Ronal_ mulai mendekatkan wajah ke arah Reya sambil menunjukkan seringaian mematikan khas Ronal biasanya.
Tung -tunggu sebentar ...
Sial,
Apakah sesi kedua benar akan terjadi?