Chapter 59 - Demam Tinggi

4644 Kata
Reya mengerjab erjabkan matanya yang saat ini tersorot sinar cerah matahari yang masuk ke dalam kamar melalui dinding kaca tersebut. Lalu dia menguap sambil mengeliat untuk melemaskan otot ototnya yang kaku akibat semalaman tertidur. Seperti kebiasaanya Reya meraih ponsel yang dia letakkan di nakas samping kanannya itu, dan ketika dia sudah membuka betul betul ponsel, dia cukup terkejut karena melihat jika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sungguh Reya benar benar tidur terlalu pulas tadi, sampai tidak bisa di bilang bangun pagi itu, padahal seingat Reya kemarin dia juga tidur tak malam malam amat, bahkan Ronal juga belum pulang kan semalam. Eh ..., Iya, Reya teringat dengan pria itu, Buru buru Reya bangkit dari posisinya berbaring menjadi duduk, lalu dia mengedarkan pandangan ke arah kamar menyeluruh, dan yups di sana dia tak mendapati siapapun, Ronal tidak ada juga tempat tidurnya terlihat sangat rapi. Apa pria itu semalam tidak pulang ya, atau memang pulang tapi Reya saja yang tidak tau karena tertidur terlalu lama. Hm, apa mungkin Ronal sudah pergi lagi saat ini? Dan pemikiran Reya langsung mendapat jawaban ketika dia menoleh ke arah samping di mana terdapat meja di sana, dia langsung menemukan sebuah gelas yang sepertinya bekas kopi atau malah memang belum di habiskan karena tersisa banyak itu. Oleh karena itu, dia langsung berfikir kalau Ronal semalam pulang hanya saja pria memang sudah pergi lagi. Tapi ya sudah lah, semua tidak ada urusannya dengan Reya. Tiba tiba Reya terdiam, lalu sebuah senyum culas terbit di bibirnya tersebut. Ei ..., Bukannya malah bagus ya kalau pria itu pergi, jadi kan dia bisa menguasai tempat ini sepenuhnya, haha, benar sekali kan. Reya melanjutkan senyum miringnya, dan dengan gerakan cepat dia bangkit dari ranjang dan segera berlari menuju kamar mandi, dia akan membersihkan diri seperti mencuci muka dan sikat gigi saja, karena hari ini dia memutuskan untuk berenang. Yey ... Apalagi memang jika tidak berenang. moment ini sudah dia tunggu tunggu dari kemarin, dan akhirnya tibalah saat nya dia merealisasikan niatannya tersebut. Dia menggosok gigi dan mencuci muka cukup singkat, dan setelah itu dia tetap menggunakan beberapa skincare agar kulitnya terlindungi ketika berpanas panasan sebab berenang nanti. Sungguh Reya tak bisa menutupi kebahagiaan di hatinya tersebut. Dengan masih menggebu gebu sangat, Reya berlari lagi dari kamar mandi menuju walk in closet di mana kopernya berada, sebenarnya tempat itu tidak hanya di isi kopernya saja namun juga terdapat koper Ronal di sisi lain. Ya mau bagaimana lagi tempat ini kan milik Ronal, jadi Reya harus menerimanya, tidak masalah sih toh barang barang Reya tidak akan tersentuh oleh pria itu. Reya pun langsung membongkar kopernya dan mencari barang yang dia inginkan, apalagi kalau bukan bikini. Yups, Reya kan mau berenang dan dia akan menggunakan bikini di sini. Bikini yang sudah berbentuk celana dalam juga branya saja itu, pokoknya hanya cukup untuk menutupi anu atas dan anu bawah lah bisa di bilang. Tenang saja Reya sudah katakan, dia melakukan hal seperti ini juga hanya sekali dua kali ketika dirinya sendiri, karena sudah di pastikan jika mamanya tau anaknya menggunakan bikini di tempat umum saja Reya pasti langsung terkena semprotan tak terkira dari mamanya itu. Jadi juga sebab menghormati mamanya dia seperti ini. Reya sudah selesai memakai bikininya tersebut, lalu dia kembali menuju kamar dan mengenakan beberapa skincare yang Reya maksud tadi. Tidak lama, mungkin sekitar lima belas menitan, dan akhirnya dia benar benar ready untuk berenang. Yeyy ... Reya bersorak kecil di sana, dan langsung saja reya mengambil ponselnya yang tadi tergeletak di ranjang, setelah itu langsung berjalan cepat menuju luar di mana kolam renang berada. Satu langkah Dua langkah Tiga langkah Reya pun sampai di luar kamar dengan senyuman yang cerah pake banget tersebut. Dan detik berikutnya ketika dia membuka mata untuk melihat depan, dia malah di buat menganga lebar sambil memelototkan mata tak kalah lebar di sana. Reya terkejut bukan main. Kyaa .... Dan sontak saja wanita itu memekik kecil tidak sadar karena keterkejutan yang menderanya. Yups, Reya terkejut karena melihat sesuatu di sana, yakni di dalam kolam. Reya mendapati adanya orang lain di kolam, yang tak lain tak bukan adalah Ronal. Pria yang Reya kira tengah pergi bekerja. Tapi apa faktanya pria itu bahkan berada di sana saat ini. Sial, Reya buru buru menutupi kedua melonnya tersebut dan hendak berbalik ke dalam lagi dengan perasaan kesal yang amat kentara. Reya tak terima sesi berenang nya kembali gagal lagi di sana, hiks. Tidak hanya berenang sih, niat Reya juga ingin foto foto cantik. Tapi ya sudah mau bagaimana lagi. Sialnya itu, Reya tadi tak mengecek keadaan luar kolam dahulu, dan hanya melihat dari dalam menembus dinding kaca, kan Reya tak bisa melihat sebab Ronal saat ini tengah duduk berendam di kolam paling pojok depan atau di bagian yang tidak bisa di lihat melalui dinding kaca dalam kamar. Aishhh ... Bru juga dia mengambil dua langkah ke depan cepat cepat, mumpung saat ini Ronal tengah memejamkan mata _duduk di undakan kolam, paling dangkal jadi tidak bisa melihatnya_, makanya dia harus pergi. Namun itu hanya niatan awalnya, sebab setelahnya Reya malah mendengar suara ponsel yang berbunyi di sana. Dan suara itu berasal dari ponsel yang saat ini di letakkan di atas meja samping bath robe putih. Reya sudah panik karena pasti Ronal akan menoleh melihatnya, tapi faktanya ketika Reya melihat ke arah belakang dia malah mendapati Ronal yang tidak bergerak sama sekali dan hanya diam dengan kepala mendongak serta mata terpejam. Dahi Reya tentu saja berkerut dalam, dia berfikir kenapa pria itu tidak bergerak meski mendengar suara ponselnya berbunyi. Dengan perasaan yang masih begitu bingung tak mengerti, Reya pun mengambil langkah pelan menghampiri ponsel yang masih berbunyi tersebut pelan, hendak mengeceknya. Ei ... Namun dia langsung berhenti seketika ketika dia ingat kalau perbuatan seperti itu sangatlah tidak sopan, jadi Reya tidak bisa melakukannya, ponsel adalah privasi orang, dia sendiri tidak suka privasinya di langgar. Dan dia pun memutuskan untuk tidak menunda waktu kembali ke dalam kamar nan hendak berganti pakaian. Akan tetapi Reya juga memikirkan hal lain. Yakin kenapa pula pria itu diam saja tak bergerak ketika ponsel berbunyi, seolah pria itu mati bukan. Ehh ... Tunggu ... Langkah Reya yang saat ini sudah tiba di dalam kamar pun sontak saja terhenti. Deg ... Mati? Dia teringat dengan kata itu. Ya mati? Harusnya kan Ronal menunjukkan respon saat ada suara berisik telefon juga Reya yang tadi sempat sedikit heboh, tapi apa faktanya bahkan pria itu terus memejamkan matanya dan seolah tak menunjukkan tanda tanda kehidupan. Jangan jangan ... Benar kalau pria itu tak bernyawa lagi. Sial ..., Dengan gerakan super cepatnya tersebut, Reya pun berlari kencang menuju arah luar lagi, melempar ponsel hingga terjatuh ke lantai entah ke mana, dan langsung saja dia mendapati kalau Ronal masih berposisi sama seperti yang Reya lihat beberapa saat lalu. Dalam keadaan jantung yang sudah berdetak tak karuan, panik bukan main, Reya pun langsung menyebur ke dalam kolam berlanjut berenang mendekat ke arah Ronal. Dalam posisi yang sudah dekat seperti itu, bahkan Ronal masih terdiam mata terpejam. Yang mana hal itu jelas membuat Reya makin panik saja. Tidak, tidak mungkin pria itu mati, tidak. Sebab kalau sampai benar dugaanya itu terjadi, pasti Reya yang akan di salahkan pertama kali, dia yang akan di tuduh menjadi tersangka di saat dirinya saja tidak tau apa apa di sana. Reya baru bangun tidur loh, tapi sudah di suguhi orang mati. Aish .. tapi pasti orang kaya seperti keluarga Rivendra tidak akan pernah melepaskan Reya jikan nanti benar terjadi. Sungguh tau begitu, memang Reya tak seharusnya setuju untuk tinggal di sini, Reya bisa ngotot pergi walaupun nasib kedepannya tak bagus, karena kalau sudah seperti ini nasibnya yang awalnya hanya tidak bagus malah makin hancur berkeping keping rasanya. Okay, cukup overthinking nya. Reya memutuskan untuk mengecek dahulu meski tubuhnya saat ini sudah menegang dingin. Dengan harap harap cemas Reya mendekat ke arah Ronal sambil meneguk salivanya beberapa kali. Dan ketika benar sudah dekat, Reya langsung menyentuk bahu Ronal yang berada di dalam air itu. Dingin Reya bisa merasakannya, tapi di sisi lain dia juga merasa adanya sedikit hawa panas yang menguar dari tubuh Ronal yang padahal terendam di dalam air itu. Masih hidup, Mata Reya melebar, dia bisa merasakan hanya panas dan detak jantung Ronal ketika dia memegang dadanya pria itu, meski detakannya cukup lambat. Selanjutnya Reya langsung menempelkan kedua tangannya di pipi kanan dan diri pria itu. Panas, panas sekali. Entah karena terpapar sinar mata hari atau karena apa, tapi sungguh wajah Ronal begitu panas saat ini. "Ronal, Ronal," Reya memanggil nama pria itu seraya menepuk nepuk pipi tersebut pelan, berharap pria itu bisa sedikit menunjukkan tanda tanda kesadaran. Sungguh Reya tidak akan bisa lega sepenuhnya jika Ronal belum membuka mata sedikit atau setidaknya bergerak. "Ronal," Reya memanggil lagi, wajah cemasnya sudah berubah sedikit memerah saking takutnya, belum lagi tangannya saat ini masih saja menepuk nepuk dengan menambah itensitas kekuatan tepukannya. Karena merasa tidak tahan, Reya pun berniat melakukan hal lebih. Dan .. Plakkk ... Reya tidak hanya menepuk pipi itu, tapi tepukannya bahkan sudah berubah menjadi tamparan yang cukup keras di sana, Memang benar benar ya wanita itu, sama sekali tidak berfikir jika tamparan yang sudah dia lakukan itu pasti cukup terasa menyakitkan di sana. Dan seolah tamparan Reya tersebut berfungsi semestinya, Secara tiba tiba, Reya bisa melihat gerakan yang terdapat dari wajah Ronal, mata pria itu yang mulanya masih terpejam tersebut saat ini mulai mengerutkan dahi. Dan tentu saja Reya langsung di buat senang bukan main, Reya sontak juga mengucap syukur kepada tuhan karena Ronal masih bisa sadar. Ronal memang terus menggerakkan gerakan dahinya juga alisnya, sepertinya pria itu hendak membuka mata. Hng ... Tapi ternyata dugaan Reya salah, pria itu malah menarik pinggang Reya _yang memang berada di dalam air itu_, lalu melingkarkan kedua tangan besar Ronal di pinggang ramping nan mulus tanpa tertutupi kain itu begitu eratnya. Tubuh Reya sontak saja menegang bukan main, jauh lebih menegang dari pada sebelumnya tadi. Tangan Reya lemas bingung harus merespon bagaimana. Tapi yang Reya sadar saat ini pria yang memeluknya ini sama sekali tak berkata apa apa. Sepertinya Ronal juga masih memejamkan matanya. "Dingin," Bisikan pelan yang Ronal keluarkan dari mulutnya berhasil membuat bulu kuduk Reya langsung tegak berdiri di sana, Reya merinding. Tapi bukannya mengerti dengan keadaan Reya yang melumer seperti itu, Ronal malah makin mengeratkan pelukannya setelah berucap dingin, belum lagi kepalanya yang dia duselkan masuk ke dalam celuk leher jenjang Reya _yang memang saat ini terbuka karena rambutnya dia cepol tinggi_. Di sisi lain Reya merasa tegang, dia juga bisa merasakan kalau tubuh Ronal memang menguar panas saat ini, apalagi ketika tubuh polos yang terbuka keduanya saling menempel, belum lagi deru nafas pelan yang berhasil menyentuh kulit leher Reya, sungguh itu benar benar panas sekali. Jelas saat ini Ronal tengah demam di sana. Sial ..., lalu Reya harus bagaimana saat ini. Dalam keadaan suhu tubuh yang seperti ini, bisa bisanya Ronal malah berendam air dingin seperti ini, benar benar tidak masuk ke logika Reya. Bodoh! Merasa posisinya saat ini benar benar terlalu intim dan tidak nyaman, karena Reya hanya menggunakan bikini terbuka sedangkan Ronal juga hanya mengenakan celana pendek tanpa penutup bagian atas, jadi akan lebih baik jika mereka menyudahinya. Belum lagi Ronal memang harus pergi dari sana, jika tidak ingin pria itu benar benar kehilangan nyawa nantinya. Reya pun berusaha keras melepaskan lingkaran tangan Ronal di pinggangnya tersebut. Karena memang pada dasarnya saat ini Ronal tak sadar sepenuhnya dan malah mungkin memang tidak sadar, jadi Reya bisa dengan mudah melepaskannya. Dapat Reya lihat jika saat ini Ronal masih memejamkan mata erat tapi alis tebalnya seperti tengah bertaut. Dalam keadaan seperti ini saja tidak bisa di pungkiri kalau wajah Ronal saat ini memang tampan maksimal, walaupun wajah nya tengah memerah mungkin karena panasnya tersebut. "Ronal sadar," Dia berusaha keras membangunkannya, dengan sedikit menggoyangkan bahu pria itu. Reya tak tau bagaimana respon pria ini ketika Reya memanggil nama secara langsung, sebab sebelum sebelumnya saja Reya tak pernah memanggilnya dengan tidak sopan seperti itu. "Ronal," Reya kembali bersuara memanggil nama pria itu. Reya tau kalau Ronal sebenarnya sudah lumayan sadar sedikit tidak seperti tadi yang hanya diam saja sampai sampai harus Reya tampar. Haduh, cukup menyesal sebenarnya orang sedang sakit malah dia tampar. Tapi ya mau bagaimana lagi, terbukti juga kan kalau tamparannya berhasil membuat pria itu bangun. Masih dengan mata yang terpejam juga dahi berkerut, Ronal pun bergumam sangat lemas di sana, memberi respon Reya. "Hm," Reya cukup senang, setidaknya pria itu sudah bisa menyahut di sana. "Ayo pergi dari sini," Reya berucap, tapi sejujurnya dia sendiri bingung sendiri harus bagaimana mana. Bagaimana cara perginya itu loh. Di lihat visualnya saja pria ini nampak lemas dan tidak bisa bergerak lebih. Reya merasa pusing sendiri jadinya. "Aish, gue panggil staff dulu," Yups Reya bermonolog dan terpikir untuk memanggil bala bantuan saja. Karena kalau harus menggotong pria ini jelas dia tidak bisa. Setelah mengatakan itu, Reya pun hendak bergerak mundur pergi dari sana dan memanggil staff. Tapi kenyataannya, Ronal langsung meraih pinggang nya lagi menggunakan satu tangannya yang lemas itu, pria itu menahannya. "Nggak," tidak hanya itu, Ronal juga berucap tidak mau dengan keputusan Reya. Reya sontak mengernyitkan dahi tidak suka. Ya bagaimana ya, jelas pria ini tengah sakit dan masih berada di kolam renang, tapi kenapa tidak mau memanggil staff untuk membantu. Reya yang tak mengatakan apapun di sana, malah langsung mendapat perintah dari Ronal itu. "Tolong bantu!" Ronal mengatakan nya dengan mata yang terpejam. Reya kebingungan sendiri, masalahnya cukup susah jika membantu dengan tubuh kecilnya ini dan mengangkut Ronal yang bertubuh jauh lebih besar. Tapi ya mau bagaimana lagi, Ronal saja inginnya seperti itu. Jadi Reya harus mengerahkan kekuatannya hasil selama ini dia nge-gym. Masa otot di tubuhnya tidak main main loh, jadi mari Reya mencoba. Hmm ... Reya mengangguk yakin, lalu dia bangkit mengambil tangan _kiri_ besar Rona yang berada di pinggangnya itu dan dipindahkan menjadi melingkari bahu nya dari belakang, serta tetap memegang tangan Ronal erat. Sedangkan tangan kanan Reya dia gunakan untuk melingkar i pinggang Ronal. Sial, Reya bisa merasakan betapa kerasnya otot perut Ronal, karena memang berbentuk kotak kotak itu. Reya berusaha keras mengenyahkan pemikiran tidak perlu tersebut, dan fokus untuk membantu Ronal. "Tolong jangan lemes lemes banget, biar gue kuat angkatnya," ucap Reya sebelum dia benar benar mengajak Ronal berdiri. "Hm," Ronal bergumam lagi, faktanya mungkin Ronal itu merasa kuat, tubuhnya lemas tapi juga bisa juga percaya diri dapat berdiri, hanya saja Ronal teramat pusing saat ini makanya dia tidak sanggup untuk sekedar membuka mata. Juga demam yang terlalu tinggi membuat dia tidak terlalu sadar karena berhalusinasi. "Udah siap?" tanya Reya lagi memastikan sebelum mereka benar benar berdiri bersama. Ronal tak menjawab, tubuhnya gemetar saat ini. Astaga, Reya tidak sanggup lagi. Sudahlah tanpa mengatakan apa apa, dia memberi aba aba pada dirinya sendiri, lalu tiga detik setelahnya dia mulai berdiri, beserta dengan Ronal. Berat! Pake banget! Tapi Reya berusaha keras menegakkan diri, belum lagi lantai kolam memang bisa di bilang licin, jadi dia harus berhati hati. "Tahan tahan," Reya menginterupsi agar Ronal tidak terlalu melemas, dia takut malah jika itu terjadi mereka berdua akan jatuh bersama lagi ke kolam. Dan Ronal walaupun diam saja, seperti nya sedikit mengerti, makanya setelah berusaha keras akhirnya Reya dan Ronal berhasil menegakkan diri. Mereka berdua berdiri hingga air hanya sampai setengah lutut saja, karena pojok undakan ini memang berbeda karena di buat lebih rendah dari yang lain. "Ayok pelan pelan," Reya berucap lagi, lalu mereka benar berjalan. Tapi susahnya ya naik ke permukaan. Reya harus memposisikan kaki Ronal menggunakan dorongan dari kakinya agar Ronal menaiki undakan ke permukaan. Sungguh hal itu begitu menegangkan bagi Reya, jantung nya saja sudah deg degan buka main. Mereka hampir jatuh ke belakang loh. Bisa berabe kalau itu terjadi, koit betulan yang ada, dan bukan Ronal saja tapi dirinya juga. Dan setelah sampai ke atas, Reya melanjutkan langkahnya menuntut Ronal perlahan. Reya bahkan yang ingin mengelap badan menggunakan handuk saja jadi tidak sempat, ya bagaimana ya, membawa tubuh Ronal sudah kerepotan sendiri. Biarkan air berceceran membasahi lantai lah. "Dingin," Reya dapat mendengar suara gumaman itu, makannya Reya juga berusaha cepat membawa pria itu masuk ke dalam kamar, dan meletakkannya di ranjang miliknya _maksudnya yang sudah dia tiduri 2 malam itu_. Ya mau bagaimana lagi, dia sudah tidak kuasa menuntun tubuh Ronal sampai ke ranjang pria itu sendiri. Jadi dari pada mereka terjatuh bersamaan di lantai, anak lebih baik jika menggunakan ranjang yang paling dekat itu. Mereka pun sudah tiba di kamar, dan juga tiba di samping ranjang. Namun dalam posisi sudah seharusnya Reya menjatuhkan tubuh Ronal di ranjang. Dia malah kesusahan sendiri sebab Ronal malah hampir terjungkal ke belakang melemas. "Eh eh ..." Reya yang sudah panik bukan main, langsung saja menarik tubuh Ronal kuat kuat _sampai memeluk Ronal dari depan_ agar pria itu tidak jadi jatuh ke lantai. Namun na'asnya keputusan Reya tersebut, malah menimbulkan bencana besar kepadanya. Reya ganti tidak bisa menahan tubuh Ronal yang berbalik hendak jatuh tersungkur ke depan menuju atas ranjang. "Astaga astaga astaga!" Makin paniklah Reya di sana. Harusnya sih tidak apa apa jika itu terjadi, karena sudah pas jatuh di ranjang. Tapi masalahnya, Reya berada di depan Ronal, oleh karena itu Reya juga mau tak mau ikut terkena imbas. Dan ... Bruk ... Insiden pun tak bisa terelakkan lagi. Ronal terjatuh, dengan Reya yang berada di bawahnya "Sial!" Reya mengumpat keras di sana. Sial, d**a Reya sampai sesak di himpit dalam sekali hentak seperti itu. Apalagi tubuh yang menindihnya sebesar itu, penuh otot. Astaga. Reya berusaha keras menyingkirkan tubuh itu, tapi entah kenapa sangat susah sekali. Reya ingin menangis rasanya. Pokoknya dia harus cepat menyingkir kan tubuh itu. Karena karena ... Eum ... Jangan bilang siapa siapa ya, sebenarnya Reya saat ini tengah merasa adanya tonjolan di bawah sana yang terasa menusuk tepat area pahanya. Sialan sekali bukan! Dan jelas Reya tau benda apa itu. Bisakah Reya menangis saat ini. Benda itu benar benar ..., Arghh ... Reya tidak sanggup mengatakannya! Dengan kekuatan penuh Reya bertindak hendak mendorong bahu pria itu agar berbalik dan menyingkir dari atasnya. Tapi apa, belum juga Reya merealisasikan niatannya itu. Dia malah di kejutkan dengan tindakan pria tidak tau diri di atasnya ini. Yups Ronal. Pria itu mengeliat kecil, seraya bergumam "Dingin," lagi. Namun bedanya kali ini Ronal juga menduselkan kepalanya ke arah potongan leher Reya, seolah mencari kehangatan di sana. Hng ... Tidak hanya itu, Reya bisa merasakan bibir panas itu menempel di kulit mulus lehernya tersebut. Masih seraya bergumam. Double SIALAN! Reya sudah merinding bukan main, bisa bisanya pria ini. Sungguh Reya tidak sanggup lagi, mengingat saat pria itu bergerak juga, tonjolan di bawah itu makin makin terasa. Bukannya Reya wanita yang berotak kotor, tapi ya bagaimana lagi, faktanya dia memang merasakannya kok. Lalu detik berikutnya, Reya benar benar melakukan apa yang tadi sempat ingin dia lakukan itu, yakni fokus mendorong satu bahu Ronal agar titik baliknya bisa di lakukan sedikit lebih mudah. Dan benar saja, dengan kekuatan yang penuh, akhirnya Reya benar benar bisa membalik tubuh Ronal di sampingnya. Lega, Reya merasa gerah padahal tadi baru saja ikut berendam air, bahkan bikini nya saja belum kering. Aishh ... Merasa cukup Reya pun bangkit dari atas ranjang itu. Lalu menatap Ronal yang mengerutkan dahi. Reya bisa melihat kalau proporsi tubuh Ronal benar benar sangat bagus di sana, tubuh atasnya bentuk segitiga bisa di bilang, karena memiliki bahu lebar, dadanya yang bisa, juga pinggang kecil namun berotot, perutnya juga di penuhi kotak kotak, mungkin six pack menjelang eight pack. Sial, tidak seharusnya Reya menikmati hal itu. Karena saat ini dia harus memikirkan hal lain. Apalagi kalau bukan pria sakit ini. Dia benar benar demam tinggi, tapi celananya saat ini bahkan tengah basah kuyup. Jadi Reya benar benar ikut pusing memikirkan caranya. Apa lebih baik dia memanggil staff di sini saja ya. Memang seharusnya itu yang dia lakukan. Okay, Namun ketika Reya hendak berjalan menuju telefon di atas nakas samping tempat tidur satunya _biasnya di buat Rona tidur itu_. Reya malah mendengar suara dering ponsel yang kembali terdengar. Dan ponsel itu berasal dari luar. Ponsel Reya tidak dia aktifkan nada deringnya, jadi sudah di pastikan itu ponsel milik pria ini. Karena tidak ada pilihan lain, Reya tetap akan mengecek dahulu untuk melihat siapa yang menghubungi. Tidak, dia bukannya melanggar sopan santun atas privasi orang, tapi mungkin sana orang yang menghubungi itu keluarga Ronal, agar setidaknya orang itu bisa di beri tahu kalau pria ini tengah sakit. Reya pun bergerak cepat keluar dan menghampiri ponsel di meja kecil itu. Dan ketika Reya melihat layar ponsel, dia bisa melihat nama kontak 'Sekretaris Setand!' yang menghubungi. Sekretaris? Ini orang terdekat Ronal kan? Jadi selanjutnya, Reya memutuskan untuk mengangkat ponsel tersebut dan menggeser tombol hijau di sana. Reya mengangkat nya. Dan baru juga terhubung, seseorang dengan suara laki laki dari seberang sana sudah menyerocos begitu saja. "Bos, gue udah hubungi dokter, meski cuma meriang dikit tetep harus di periksa. Tenang si Erlan kok." Pria itu berhenti bicara. begitu pun Reya yang tidak tau harus menjawab apa. Reya bahkan sampai menggigit bibir bawahnya tersebut. "Bos?" Mungkin karena tetap tak ada sahutan meski cukup lama menunggu, pria di seberang sana mulai merasa bingung. "Bos, oi, lo di sana kan?" Reya tetap bingung, harus menjawab bagaimana. Tapi yang membuat Reya salah fokus itu pria itu, di kontaknya saja di tulisi sekretaris, tapi pria di sana menggunakan cara bicara layaknya teman sepantaran saja, tidak ada sopan sopannya yang membedakan derajat hanya panggilan bos yang tersemat saja. "Anjirlah Nal, jawab kek." Nah kan apa kata Reya. Sekarang malah jauh lebih macam teman. Eh atau mereka memang teman ya. "Nal, se males malesnya lo ngomong, nyahut dikit kek!" Reya sadar, geram sudah pria di seberang sana itu. Reya mendesah pelan di sana, sepertinya memang harus mengungkapkan dirinya, entah apa yang mungkin di fikirkan sekretaris ronal itu nanti, yang pasti dia akan mengatakannya dahulu. "Em .. Itu .." Baru juga Reya mengeluarkan suara, tapi rEya sudah bisa mendengar sahutan terkejutan dari seberang sana. "Eh," Reya memijit pelipisnya yang tiba tiba terasa pening itu. Semoga saja pria di seberang saja mengerti. "Siapa?" Suara sekretaris Ronal yang mulanya terdengar santai itu sontak berubah berat menajam di sana. Pasti siapapun sudah berfikir macan macam saat ini ketika nomor bos nya berganti dengan suara wanita. Tak terkecuali Sandy sekretaris Ronal tersebut. "Te teman," balas Reya jadi agak ragu. Karena faktanya dia bukan teman kan, hanya saja jika dia menjawab bukan siapa siapa atau orang asing, Reya takut malah makin di tuduh macam macam. "Temen apa? Heh ngaku lo siapa? Hehhh?" Apa yang Reya pikirkan benar, sekretaris Ronal bahkan tidak percaya ketika di sebutkan teman. Ya mau bagaimana lagi, Sandy tau betul kalau Ronak tidak banyak memiliki teman perempuan, atau bahkan tidak punya sama sekali. Eh, maksudnya ada satu hanya Sia _istri Kazeo saja. "Kenalannya dulu, terus nggak sengaja ketemu di sini." jawab Reya jujur di bagian tak sengaja bertemu. Kalau kenalan entahlah bisa di katakan seperti itu atau tidaknya. "Sialan, Ronal nggak punya temen cewek ya! Eh ada deng, maksudnya nggak ada yang kayak elo! Nggak ada temen baru!" Lagi lagi Sandy keceplosan menganggap Sia bukan teman Ronal. Tapi ya memang kalau teman Ronal tak punya, pernah dekat dengan wanita kecuali Sia dan Ana saja tidak. Setau Sandy sih begitu selama mengenal bos nya tersebut. Di sisi lain Reya jadi makin bingung di sana, "Itu," Tiba tiba terdengar Sandy bergumam cukup lama. Dan, "Hm ..., Udah ngelakuin apa aja sama dia?" Dia menyelutuk yang sama sekali tak bisa di mengerti Reya itu. "Eh?" Reya juga terkejut, masalahnya entah kenapa otaknya selalu banter jika overthinking masalah 'itu' menjorok ke tabu, sungguh Reya takut salah memahami. "Skidi pap pap lah." Benar saja, ucapan yang pria di seberang lontarkan persis seperti dugaan Reya. Makanya Reya langsung tersentak di tepat dan melebarkan mata kuat. "Enggak!" jawab Reya mantap. Ya kali mereka _dia dan Ronal_ melakukan 'itu itu'. Tidak akan! Bagaimana bisa Sekretaris Ronal ini berfikiran macam macam. "Ciuman?" Rupanya tidak berhenti, sekretaris Ronal masih bertanya lagi, dengan topik yang masih sama tabunya. Hanya saja untuk yang kali ini, Reya jadi bingung menjawabnya. Pasalnya memang benar bukan kalau mereka berdua pernah berciuman di tangga darurat. Jadi Reya kesulitan menyangkal. "Emm ... Itu __," Kebingungan Reya di sela begitu saja lagi oleh sekretaris Ronal. "Pelukan?" Astaga ..., Kenapa pria di seberang sana itu kepo sekali! "Sebentar __" Reya benar benar harus meluruskan. Jika tidak ada hubungan lebih antar dirinya dengan bos pria di seberang sambungan telefon sana itu. "Oh okay, masih tahap ciuman pelukan sama ciuman, aman." Secara tiba tiba, sekretaris Ronal itu menyimpulkan sendiri. Yang sontak membuat Reya terkejut. "Eh ..." Reya membulatkan mata cukup lebar di sana. "Nggak gitu, bentar __" Reya ingin menjelaskan lagi, tapi kembali seperti kejadian sebelumnya, sekretaris Ronal itu mengeluarkannya cerocosan pertanyaan beruntun. "Kenal di mana? Di cafe? Bar?" Reya memijit melipirnya sendiri yang mulai berdenyut akibat pria mengesalkan itu. "Nanti tanya ke Ronal aja langsung!" ya jawaban itu lebih baik, biar si pawang yang mengatasinya. "Oh okay deh. Terus Ronal mana?" tanya sekretaris Ronal itu akhirnya, setelah mengiyakan mengerti. "Em, dia lagi sakit. Demam tinggi." Baru inilah Reya yang ingin dia katakan sejak tadi. Niatannya mengangkat telefon kan ini. "Hah serius lo?" terdengar terkejut sekali pria itu. Reya mengangguk. "Iya," "Sial, udah gue bilangin dari kemaren." Gerutuan sekretaris Ronal masih dapat Reya dengan dengan jelasnya. Dan setelah gerutuan itu berhenti, barulah sekretaris Ronal _Sandy_ berbicara lagi pada Reya. "Dia ngomong aneh nggak? Jangan bilangin siapa siapa kalo di pas mode aneh," Reya tak mengerti apa yang pria itu maksud dengan mode aneh. Tapi Reya ya mengiyakan saja, biar cepat. "Iya," "Minta nomor elo," "Eh .." Tiba tiba? Pria sampai agak tersentak mendengar pria itu meminta nomor dengan begitu mudahnya. "Buat apa?" tanya Reya bingung sekaligus sensi, dia kan tidak suka menyebar nyebar nomor pada orang yang tidak penting dalam hidupnya. "Gue harus tau lo aman, dan nggak nyoba nipu gue. Kan siapa tau lo maling hape ini." Benar juga apa yang di katakan sekretaris Ronal itu. Reya pun pasti juga berfikir yang sama. Tidak bisa mempercayai ucapan orang baru seratus persen, siapa tau Reya hanya ngaku ngaku. Mungkin begitu pemikiran nya. "Ishh ... Okay, habis ini gue kirim pake hape ini." balas Reya, maksudnya menggunakan ponsel Ronal. "Sekarang dong weh." Tapi pria di seberang sana itu tidak terima. Anjirit ... "Ya," Makanya mau tak mau Reya pun melakukannya. Dia mengambil ponselnya yang tadi sempat dia lempar hingga terjatuh di lantai, lalu dia mulai meng-misscall nomor milik sekretaris Ronal itu, _setelah di sebutkan nomor dari bibir pria di seberang sana itu_. Sepertinya sekretaris Ronak memiliki lebih dari satu nomor dan ponsel ya. "Hm, okay, udah masuk." Dan saat sektretaris Ronal berkata seperti itu, akhir Reya pun mengiyakan cepat "Hm," "Bos gue, tolong rawat dulu. Dokter bakalan dateng mungkin sepuluh menit lagi." ucap pria itu lagi. Reya hanya iya iya saja di sana. "Iya," "Satu lagi," "Apa?" Sekretaris Ronal itu nampak mengecilkan suara, dan berbicara, "Bos gue rese kalo lagi sakit, jadi sabar sabar aja. Gue tutup." Dan ... Tut ... Sambungan telefon pun terputus begitu saja, di saat Reya bahkan belum merespon apa apa dengan maksud ucapan terakhir tadi. Tapi ya sudah lah, Reya tidak terlalu perduli. Sejujurnya Reya merasa kalau sekretaris Ronal ini tidak terlalu khawatir banget loh meski ada wanita asing yang mengangkat telfon bosnya. Atau malah cenderung sedikit senang di sana, aneh sekali. "Eh iya goblog, mau ada dokter," Seketika Reya teringat kalau sebentar lagi ada dokter yang hendak datang, sedangkan dirinya saja hanya memakai bikini saat ini, jadi dia harus segera berganti pakaian di sana. Em, kalau boleh jujur Reya berharap pria itu tidak sadar jika sedari tadi Reya hanya memakai bikini. Tapi sepertinya memang tidak sadar, mengingat, Reya bisa melihat kalau Ronal terus memejamkan mata dan bahkan dalam keadaan yang macam melayang _tidak sepenuhnya sadar di sana_. Semoga saja!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN