Paulina terbangun dengan kepala yang berdenyut sakit. Cahaya pagi yang menyusup dari celah tirai kamar terasa menusuk matanya yang masih sembab akibat tangisan semalam. Ia perlahan mendudukkan diri, menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang. Ruangan ini terasa sunyi, nyaris hampa, mengingatkan bahwa pemiliknya—sang Papa—tidak akan pernah kembali. Dia menghela napas panjang, mendongak menatap langit-langit kamar yang terasa lebih dingin dari biasanya. Dadanya masih terasa sesak, seperti ada sesuatu yang menghimpit, seakan jika dia bergerak sedikit saja, seluruh kesedihan akan jatuh menghantamnya lagi. Tapi saat pintu terbuka, keheningan itu terusik. Paulina menoleh dan mendapati sosok suaminya berdiri di ambang pintu, membawa sebuah nampan berisi makanan. Wajah Jagapathi tetap seperti bias