Layla tidak terlelap sama sekali. Matanya masih terbuka, menatap kosong ke arah cangkir teh yang kini mengepul di hadapannya. Malam terasa panjang, lebih panjang dari yang seharusnya. Di lantai bawah, pelayan yang setia menemaninya sedang menyiapkan teh hangat. Sesekali, suara dentingan sendok yang menyentuh pinggiran cangkir terdengar, bercampur dengan desahan napas Layla yang terdengar lelah. "Minum dulu, Bu, yang tenang," ujar sang pelayan dengan lembut, meletakkan cangkir di atas meja. Layla mengambilnya dengan tangan yang sedikit gemetar. "Makasih, Mbak," jawabnya pelan sebelum menyeruput sedikit teh hangat itu. Sementara itu, Mamanya baru saja turun dari lantai atas setelah mengantarkan Zurech ke kamar Zorion. Layla langsung menegakkan tubuhnya, menatap penuh harap. "Bagaimana?"