Sepuluh Tahun Yang Lalu

1922 Kata

    “Sekarang ia sudah ada disampingku.” Abraham tersenyum hangat.       Aku memiringkan kepalaku bertanya dengan penuh rasa penasaran, “Maksudmu?”       “Maksudku…” Abraham Xander terdiam sejenak sambil memutar bola matanya, seola-olah sedang berpikir atau berusaha mengelak. “Ayo kita pulang, sudah malam.”       Aku melepaskan rangkulan Abraham dengan kesal berpura-pura cemberut. Ia tersenyum padaku dan kembali mendekatiku. Kali ini ia tidak merangkulku, tapi memelukku dari belakang dengan tangan mengalung di leherku sambil menghadap ke lautan Hong Kong yang dipenuhi cahaya. Terasa hembusan nafasnya yang lembut di telingaku, aku terdiam merasakan hembusan nafas yang menghangatkan itu. Ia terasa begitu manis, aku hanya bisa tersenyum di dalam hati dan masih memasang wajah kesal padan

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN