*** Ting! Suara lift berbunyi, disusul pintu yang perlahan terbuka. Di dalamnya, berdiri tiga orang—Glenn di sisi kiri, Cicelya kecil di tengah menggandeng tangannya, dan Beverlyn di sisi kanan. Senyum lembut terulas di bibir manis Beverlyn ketika menatap Cicelya yang menoleh ke arahnya. “Kita sudah sampai, sayang. Ayo kita keluar,” ujarnya pelan. Cicelya mengangkat wajah mungilnya, menatap Beverlyn dengan sorot mata berbinar. “Ayo, Aunty!” serunya riang. Glenn hanya tersenyum melihat betapa antusiasnya putrinya setiap kali bersama Beverlyn. Sebagai seorang ayah, ia sadar betul bahwa sebenarnya Cicelya membutuhkan sosok seorang ibu. Namun, ia sendiri belum sanggup mewujudkan hal itu. Sejak kepergian mendiang istrinya, Glenn belum pernah benar-benar membuka hati. Berapapun jumlah wan