Bab 1. Pengkhianatan di Hari Pernikahan

1471 Kata
“Ah… kamu enak banget.” Suara desahan kenikmatan terdengar dari balik pintu. Alya memejamkan matanya rapat-rapat, satu tangannya mencengkram gaun pengantin yang ia kenakan sementara tangan lainnya memutar gagang pintu. Ia menendang pintu itu sekeras yang ia bisa. Di sana, di atas kasur, seorang pria sedang memompa dirinya di antara kaki seorang wanita yang sedang mengangkang. Tubuh keduanya polos tanpa sehelai benang pun. Adrian memeluk tubuh wanita itu erat, mengubur wajahnya di ceruk leher sang wanita. Mendengar suara pintu terbanting keras, kegiatan penuh peluh mereka terpaksa berakhir. Keduanya saling melepaskan diri, menarik kain apapun yang ada di kasur untuk menutupi tubuh mereka. “Alya!?” Adrian–kekasih sekaligus calon suami Alya itu berseru kaget. “Aku bisa jelasin, Al. Ini nggak seperti yang kamu lihat,” ucapnya panik. Ia berusaha turun dari kasur, tapi tertahan saat menyadari tubuhnya polos tanpa busana. Alya menatap pria itu dingin dan tajam, tatapannya bergeser pada Ilona–sahabat dekat Alya yang gemetar ketakutan sambil menutupi tubuhnya yang telanjang dengan selimut. “Al, maafin aku. Aku … aku bisa jelas–” “Nggak ada yang perlu dijelaskan,” ucap Alya tenang. Suaranya yang dingin dan dalam seolah mampu membekukan Adrian dan Ilona. Karena kini mereka sama sekali tak berkutik di bawah tatapan mengintimidasi dari Alya. Meski terlihat tenang, tapi cengkraman tangan Alya pada gaun pengantin yang sedang ia kenakan amat kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Dadanya bergemuruh oleh luapan amarah, wajahnya memerah menahan tangis. Hatinya sakit luar biasa, hancur berkeping-keping. Bagaimana tidak? Calon suaminya berhubungan badan dengan sahabatnya sendiri tepat di hari pernikahan mereka. Ia sedang dalam perjalanan menuju tempat upacara pernikahan akan dilangsungkan saat sebuah pesan dari nomor tak dikenal masuk ke ponselnya. Pesan itu hanya berisi dua foto. Pertama, foto Adrian dan Ilona yang keluar dari mobil Adrian. Dan foto kedua adalah ketika keduanya masuk ke dalam apartemen Adrian. Maka tanpa pikir panjang, Alya menyuruh sopirnya untuk putar balik dan mendatangi apartemen Adrian. Dan apa yang ia temukan di dalam kamar tidur Adrian benar-benar seburuk-buruknya mimpi buruk. “Ini hari pernikahan kita, Adrian.” Alya bicara lagi, suaranya terdengar bergetar menahan emosi yang bergejolak. Tercekat karena air mata yang berusaha melompat keluar dari matanya. “Al, tolong dengarkan aku.” Adrian menyugar rambutnya frustasi, tatapannya memohon pada Alya. “Aku benar-benar nggak bermaksud begini.” “Lalu maksudmu gimana? Nggak ketahuan sama aku gitu?” Alya mengangkat sebelah alisnya, beralih menatap Ilona yang gemetar ketakutan. “Kalian berdua menjijikkan, pantas saja kalian cocok bersama. Sama-sama sampah.” Tanpa menunggu balasan keduanya, Alya berbalik meninggalkan ruangan. Ia bisa saja menampar Adrian atau menjambak Ilona, tapi bukan begitu Alya dididik dan dibesarkan. Adrian buru-buru bangkit dari kasur, melilitkan kain seadanya ke pinggang untuk menutupi tubuh telanjangnya. “Al, jangan pergi!” Ia menahan pergelangan tangan Alya. “Masih ada waktu sebelum upacara pernikahan kita. Aku janji aku akan datang ke sana tepat waktu.” Alya menghempaskan tangan Adrian. “Kamu pikir aku masih mau nikah sama kamu? Bodoh!” “Al, kamu nggak bisa membatalkan pernikahan kita gitu aja. Apa kata para tamu undangan kalau pernikahan ini tiba-tiba batal? Reputasimu juga dipertaruhkan kalau pernikahan kita sampai batal, Al.” Adrian mencoba beralasan. Dan pria itu benar. Reputasi Alya sebagai pemilik sebuah wedding organizer yang banyak menangani klien premium pasti akan langsung tercoreng jika pernikahannya sendiri justru gagal. Terlepas dari apapun alasannya, Alya akan kehilangan kepercayaan dari para klien dan calon kliennya. “Kamu pikir aku peduli soal reputasiku sekarang? Aku lebih peduli soal kebahagiaanku kalau aku masih tetap menikah sama sampah kayak kamu.” Alya mendesis marah. “Urus pelacurmu, Adrian, dan aku akan mengurus pembatalan pernikahan kita. Adil kan?” sindirnya tajam. “Al, Alya!” Adrian berlari mengejar Alya yang melangkah cepat keluar. “Berhenti mengejarku!” Alya berseru tegas, membuat Adrian benar-benar menghentikan langkahnya. “Selangkah saja kamu mendekat padaku, aku akan menghancurkan hidupmu, Adrian. Dan tentu saja hidup pelacurmu itu.” Adrian tak pernah meragukan ancaman Alya. Sebagai seorang perempuan, Alya kelewat tegas dan mengintimidasi. Mungkin hasil dari bertahun-tahun memimpin tim WO miliknya. Setelah memastikan Adrian tak berkutik, Alya segera keluar dari apartemen Adrian tanpa menoleh. Langkahnya tegas, tatapannya tak tergoyahkan. Namun, begitu ia tiba di dalam lift seorang diri, Alya jatuh terduduk sambil memeluk gaun pengantinnya yang mengembang indah. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis tanpa suara. Hatinya hancur tak bersisa. Hidupnya yang sempurna mendadak berubah menjadi neraka dalam sekejap. Alya mendedikasikan dirinya dalam merencanakan pernikahan yang ia idam-idamkan ini. Ia mengurus semuanya sendiri, memastikan pernikahannya menjadi pernikahan paling sempurna yang pernah ia tangani. Namun ternyata, justru menjadi pernikahan paling buruk, paling gagal sepanjang sejarah berdirinya Golden Vows–nama WO milik Alya. “Alya? Kamu kenapa?” Ethan, pria bertubuh jangkung itu tiba-tiba sudah berjongkok di sisi Alya. Alya terlalu tenggelam dalam rasa sakit akibat pengkhianatan Adrian dan Ilona hingga membuatnya tak menyadari bahwa pintu lift sudah terbuka. Dengan sisa-sisa harga diri, Alya berdiri, mengusap air mata dan menegakkan punggung. “Aku nggak apa-apa. Kamu ngapain di sini, Kak?” Ethan adalah sahabat dari kakak kandung Alya. Pria itu ikut berdiri, menatap Alya prihatin. “Kamu nangis? Ada apa, Al?” Alya tak memedulikan pertanyaan Ethan dan terus melangkah melewati lobi, menuju mobilnya yang terparkir di depan. “Al, semua orang khawatir karena kamu dan Adrian nggak juga muncul padahal upacara pernikahan harus segera dilangsungkan.” Ethan menjajari langkah Alya. “Jangan sebut nama laki-laki b******k itu, Kak.” Alya mendesis dengan rahang mengetat. Kernyitan di antara kedua alis Ethan semakin terlihat jelas. “Hei, ini hari pernikahan kalian, kenapa kamu begini? Di mana Ad–” “Aku bilang, jangan sebut namanya!” Alya berteriak marah, membuat Ethan langsung terdiam. Pria itu menatap mata Alya dalam-dalam. Alya balas menatap Ethan, dan setetes air mata jatuh membasahi pipi pualamnya. “Aku akan tetap sebut namanya sampai kamu mau jujur ada apa sebenarnya.” Ethan berkata lembut namun tegas. Ia melangkah mendekat, menyentuh pipi Alya dan mengusap air mata yang jatuh di sana. Alya tertunduk. Bahkan dalam situasi ini, sentuhan lembut Ethan terasa menyakitkan. “Dia … dia selingkuh sama Ilona,” lirihnya sambil kembali terisak. “Apa?” Ethan menatap Alya tak percaya, kini tangannya yang bebas sudah menyentuh bahu sang wanita. “Adrian selingkuh! Adrian tidur sama Ilona! Puas!?” Alya meledak dalam amarah dan kesedihan. Melihat wajah Alya memerah menahan amarah dan kesedihan, tubuhnya bergetar karena emosi yang membuncah, Ethan segera membawa tubuh Alya ke dalam pelukan. Ia mendekap tubuh yang lebih kecil darinya itu dengan begitu erat. “b******k! b******n! Laki-laki nggak tahu diri!” Alya benar-benar meledak, seolah pelukan Ethan adalah tempat paling aman untuknya mengekspresikan diri. Rengkuhan lengan Ethan semakin erat. “Jangan ditahan, Al. Kamu boleh nangis, mau mukul aku juga boleh.” “Argh … sialan! Semuanya hancur gara-gara dia nggak bisa jaga kemaluan!” Alya berteriak sambil memukuli punggung Ethan. Pria itu bergeming, membiarkan Alya melampiaskan seluruh amarahnya. “Aku benci Adrian! Aku benci Ilona! Aku benci orang-orang yang menghancurkan kebahagiaanku!” Alya masih berteriak-teriak sambil menangis, memukuli punggung Ethan sekuat tenaga. Dan Ethan masih tetap mendekapnya erat. Seolah pukulan Alya sama sekali tidak membuatnya kesakitan. Sampai akhirnya, kedua tangan Alya berhenti memukul dan hanya mencengkram baju Ethan erat-erat. “Sekarang gimana aku harus bilang sama semua orang kalau pernikahanku batal?” Alya berbisik di d**a Ethan, tubuhnya masih bergetar pelan karena menangis. “Siapa bilang pernikahanmu harus batal?” balas Ethan santai. Alya langsung melepaskan pelukan dan menatap Ethan bingung. “Maksud kamu aku masih harus menikah sama Adrian? Aku nggak ma–” “Mempelai prianya kan nggak harus dia, Al?” Ethan berkata dengan senyum misterius, membuat Alya semakin bingung. *** Setelah bertengkar hebat dengan Alya dan juga Ilona, Adrian berhasil keluar dari apartemennya dan menyusul ke lokasi upacara pernikahan berlangsung. Ia terlambat, tapi setidaknya ia tetap datang. Dengan harga diri setinggi langit, Adrian yakin Alya akan lebih memilih tetap melanjutkan pernikahan daripada harus menanggung malu dengan membatalkan pernikahan di depan para tamu undangan. Namun, apa yang Adrian dapati begitu tiba di lokasi sungguh di luar dugaan. Di depan sana, di atas altar yang dihias begitu indah, Alya berdiri berhadapan dengan Ethan Theo Saguna, CEO Saguna Jewels sekaligus atasan Adrian. “Mereka … ngapain?” gumam Adrian bingung, tatapannya tak lepas dari dua insan yang sedang bertukar cincin itu. “Dengan otoritas yang diberikan kepada saya.” Suara seorang pria yang memimpin upacara pernikahan itu menggema ke seluruh ruangan. “Saya menyatakan bahwa Saudara Ethan Theo Saguna dan Saudari Alya Thalia Wijaya kini sah sebagai suami istri. Sekarang, Anda boleh mencium pengantin Anda.” Dengan senyum terkembang, Ethan memangkas jarak dan menempelkan bibirnya ke bibir Alya. Mengundang tepuk tangan para hadirin. “Apa?” Jantung Adrian seolah jatuh ke lantai. “Bagaimana bisa? Ini ….” Ia menampar wajahnya sendiri. “Bukan mimpi?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN