"Ben, maaf aku harus pergi sekarang," pamitku seraya menarik lengan Yuli, meninggalkan lelaki itu. Tak peduli tatapan mata Ben yang seolah bingung dengan perilakuku. Tergesa aku menuju kafetaria dengan langkah lebar. Sebenarnya, aku ingin kembali saja ke kantorku karena aku tidak kuat dengan tatapan penuh tanya dari orang-orang di sekelilingku. Aku terlanjur janji pada Yuli untuk mentraktirnya makan siang. Jika aku batalkan kasihan juga sahabatku nanti tidak jadi makan. Yuli masih diam tak bertanya meski aku tahu dalam benak Yuli itu bercokol banyak sekali pertanyaan-pertanyaan seputar aku dengan Ben. Biarkan saja Yuli penasaran. Aku sendiri juga masih susah percaya jika Ben adalah owner gedung ini, yang di elu-elukan banyak orang terutama kaum wanita. Sementara aku, sama sekali tidak men